Oleh. Lifa Witd
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Penderitaan, genosida, dan pembunuhan massal yang disengaja terus berlangsung di Palestina. Terutama di Gaza, air bersih, obat-obatan, dan makanan tidak bisa masuk ke sana. Hal itu tidak lain karena ulah Zionis laknatullah yang memblokade semua jalur. Belum lagi tindakan tentara brutalnya yang terus merangsek, membabi buta menghabisi rakyat yang tidak berdosa.
Mungkin kita mengira bahwa penjajahan di Palestina telah berakhir, sebab kita bosan mengikuti beritanya. Namun kenyataannya justru sebaliknya. Zionis semakin brutal menguasai daerah Tepi Barat dengan merampas dan mencaplok tanah orang-orang Palestina. Mereka terus memperluas pemukiman penduduknya. Sementara warga Palestina yang notabene pemilik tanah sah diusir dan dibunuh secara kejam.
Ketika kita berbicara, ini bukan tentang agama, ras, ataupun warna kulit. Kita bicara soal kemanusiaan. Mereka semua adalah manusia, punya hak yang sama di mata dunia. Mereka berhak hidup dan mendapatkan penghidupan yang layak. Mereka hidup di atas tanahnya sendiri, tetapi dirampok, dirampas, dan dijajah. Pemimpin dunia diam, seakan matanya buta, telinganya tuli, dan mulutnya bisu. Padahal yang sesungguhnya buta, tuli, dan bisu adalah hati nurani mereka.
Apalagi ketika kita bicara soal agama, wahai umat Rasulullah, mereka adalah saudara kita. Seiman, insyaallah sesurga kelak. Namun apa yang bisa kita lakukan? Negara-negara Islam yang dekat dengan Palestina pun seakan pasrah, tunduk, dan takut pada Zionis dan Barat. Mereka justru menjalin hubungan mesra layaknya saudara yang tak terpisahkan. Naudzubillahi mindzalik. Para pemimpin negeri Islam saat ini lebih mencintai dunia; mereka tidak merindukan akhirat yang kekal. Bahkan Mesir, yang sangat dekat dengan Gaza, sengaja menutup jalur perbatasan. Penguasa Mesir mengerahkan tentaranya untuk menghalangi relawan dan bantuan masuk ke Gaza.
Bahkan kini, yang menangis dan memohon agar bisa menembus Gaza bukan lagi kaum muslim, entah apa agamanya. Lalu di mana umat Rasulullah sebenarnya? Tidak malukah kita kelak ketika berjumpa dengan Rasulullah? Wahai penduduk Gaza, jangan seret kami kelak ketika di pengadilan akhirat, karena sesungguhnya kami tidak mampu menjawab setiap tanya dari kalian.
Kaum muslimin saat ini telah dijajah oleh sekularisme sehingga benar-benar jauh dari agamanya, jauh dari syariat-Nya. Palestina, sesungguhnya kalianlah yang merdeka. Kalian dijajah secara fisik, tetapi tidak dengan iman dan hati kalian. Doakan kami, wahai saudaraku.
Maafkan kami, Palestina. Jujur, kami malu padamu. Ketika engkau berteriak minta tolong, ketika air mata kalian kering karena mengharap bantuan, kami takut dan pengecut. Kami sibuk menghujat para pejuangmu di sana, sibuk mempertanyakan apakah engkau Sunni atau Syiah.
Kami masih alergi dengan kata-kata persatuan umat. Kami masih takut dengan kata Islam di bawah satu komando khilafah. Kami masih bangga dengan Barat. Dan kami belum sadar bahwa menyelamatkan kalian hanya mungkin dengan jalan penyatuan umat. Sebab kekuatan umat lahir ketika tidak ada perpecahan dan pertengkaran.
Yang lebih miris, bantuan yang tidak seberapa dari kami seakan dianggap sudah cukup membebaskan kalian dari pembunuhan. Padahal bukan itu solusinya.
Palestina, kami berutang darah dan nyawa kalian. Sebab kalian adalah garda terdepan yang menjaga Baitul Maqdis yang kini semakin dilupakan oleh umat Islam. Umat ini lalai, bahkan mungkin pingsan, ketika Baitul Maqdis diinjak-injak dan dikotori kesuciannya oleh kaum Zionis. Hanya rakyat dan pejuang Palestina yang masih menjaganya hingga detik ini.
Pembebasan Baitul Maqdis hanya bisa dilakukan ketika umat ini kuat, bukan lemah dan bagaikan buih di lautan. Seperti dulu, pembebasan pertama oleh Khalifah Umar bin Khattab dilakukan oleh pejuang-pejuang Islam pilihan yang tidak takut syahid. Begitu pula pembebasan kedua oleh Shalahuddin al-Ayyubi. Apa yang beliau lakukan untuk membebaskan Yerusalem? Beliau menyatukan kekuatan Islam di bawah satu komando, hingga mampu mengalahkan tentara Salib yang kala itu sangat diperhitungkan di dunia.
Di bawah komando Shalahuddin al-Ayyubi, seluruh negeri muslim di sekitar Yerusalem bersatu. Kekuatan kaum muslimin terbentuk, hingga pasukan Salib yang besar dapat dikalahkan dalam beberapa pertempuran.
Walaupun pasukan Shalahuddin sempat kalah, semangat jihad kaum muslimin saat itu tidak pernah luntur. Itu membuktikan bahwa tentara Salib bukanlah pasukan lemah. Dan ketika akhirnya kaum muslimin keluar sebagai pemenang, jelas bahwa pembebasan Palestina hanya mungkin dengan jihad dan persatuan umat.
Akankah pembebasan ketiga terjadi saat umat masih lemah dan tercerai-berai seperti sekarang? Saat umat masih dalam cengkeraman sekularisme dan Barat, saat umat tidak bangga dengan agamanya, bahkan ada yang malu dengan keislamannya? Saat umat alergi dengan syariat agamanya sendiri?
Ketika umat tidak memiliki kekuatan dan masih tercerai-berai, maka kemerdekaan Palestina hanya akan menjadi isapan jempol belaka. Wallahu a‘lam bish-shawab.
Malang, 19 Agustus 2025 [ry]
Baca juga:

0 Comments: