One Piece Mengajarkan Bahwa Hanya Islam yang Menjamin Keadilan
Oleh: Istiana Ayu S. R
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Kalau kamu penikmat anime, pasti tahu One Piece—kisah petualangan Luffy dan kru Topi Jerami yang berlayar demi mencari kebebasan dan harta karun legendaris, One Piece. Namun, jika diperhatikan lebih dalam, One Piece bukan sekadar tentang aksi dan impian menjadi raja bajak laut. Di balik alur ceritanya, terlihat kritik tajam terhadap sistem dunia yang penuh ketimpangan. Pemerintahan Dunia yang dipimpin para Tenryuubito (Naga Langit), kaum elit yang hidup mewah dan kebal hukum, berdiri di atas penderitaan rakyat biasa. Kebebasan di dunia One Piece ternyata hanya milik segelintir orang, sementara mayoritas terjajah oleh ketakutan, kemiskinan, dan ketidakadilan.
Menariknya, baru-baru ini muncul fenomena unik di tengah masyarakat Indonesia menjelang bulan Agustus. Sejumlah netizen secara terang-terangan menyatakan akan mengibarkan bendera bajak laut Topi Jerami saat perayaan kemerdekaan 17 Agustus, sebagai bentuk sindiran terhadap kondisi negara yang dirasa jauh dari kata merdeka (CNN Indonesia, 2024). Fenomena ini viral di media sosial dan menuai pro dan kontra. Ada yang menganggapnya lucu, ada juga yang menilainya sebagai ekspresi frustrasi terhadap kondisi bangsa. Di sisi lain, ada aparat yang menegur masyarakat agar tidak “main-main” dengan simbol negara.
Namun, di balik itu semua, aksi ini sebenarnya adalah teriakan diam rakyat bahwa kemerdekaan hari ini belum sepenuhnya mereka rasakan. Mereka melihat sosok Luffy dan bendera bajak laut bukan sekadar fiksi, tetapi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan penguasa zalim—sesuatu yang mereka rasa nyata terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Kalau dipikirkan, dunia One Piece tidak jauh berbeda dengan realita hari ini. Kita hidup di negeri-negeri yang menganut sistem kapitalisme, di mana kebebasan dan kemerdekaan hanya benar-benar dinikmati oleh kalangan elit: pengusaha besar, pejabat, dan pemilik modal. Rakyat kecil dijanjikan mimpi demokrasi dan kemerdekaan, tetapi faktanya tetap bergelut dengan kemiskinan, penggusuran, kriminalisasi, dan eksploitasi.
Dalam kapitalisme, kemerdekaan bersifat semu karena sistem ini membiarkan yang kaya mengendalikan segalanya, sementara yang miskin hanya menjadi penonton atau korban. Menurut laporan Oxfam (2023), 1% orang terkaya dunia menguasai hampir 60% kekayaan global, sementara 50% penduduk dunia paling miskin hanya memegang kurang dari 5% kekayaan (Oxfam.org, 2023). Di Indonesia sendiri, laporan LPEM FEB UI menunjukkan ketimpangan ekonomi masih tinggi, dengan indeks Gini mencapai 0,388 pada tahun 2023 (LPEM FEB UI, 2023), artinya jurang antara kaya dan miskin masih sangat lebar dan belum tertangani secara struktural.
Fenomena seperti ini sangat mirip dengan One Piece, di mana kelompok elit memiliki kekuasaan untuk mengatur hukum, menciptakan “kebenaran”, dan menindas siapa pun yang dianggap mengancam. Pemerintah Dunia bahkan menghapus sejarah yang tidak sesuai narasi mereka, mirip seperti bagaimana kapitalisme modern mengendalikan media, pendidikan, dan hukum agar tetap berpihak pada pemilik modal (Chomsky, Manufacturing Consent, 1988).
Tokoh-tokoh seperti Luffy dan para revolusioner dalam anime digambarkan sebagai ancaman, padahal mereka memperjuangkan kebebasan yang hakiki. Begitu pula hari ini, mereka yang bersuara menentang kapitalisme sering dilabeli radikal atau pengganggu stabilitas. Jadi, One Piece bisa dianggap sebagai cermin tajam dari ketidakadilan dan penindasan terstruktur dalam dunia nyata yang diatur oleh sistem kapitalis.
Namun, berbeda dengan dunia yang digambarkan dalam One Piece maupun realitas kapitalisme saat ini, Islam hadir dengan sistem yang benar-benar membebaskan manusia—bukan hanya dari penjajahan fisik, tetapi juga dari sistem yang menindas.
Dalam Islam, kekuasaan bukan milik elit atau pemilik modal, melainkan amanah dari Allah yang harus dijalankan berdasarkan syariat. Tidak ada kaum “Naga Langit” dalam Islam yang bisa hidup seenaknya di atas penderitaan rakyat. Dalam sistem Islam, setiap manusia dijamin hak hidup, hak ekonomi, dan keadilan hukum, tanpa memandang kelas atau kekayaan. Rasulullah ï·º bersabda:
"Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian hancur karena jika orang terpandang mencuri, mereka membiarkannya, dan jika orang lemah mencuri, mereka menegakkan hukum atasnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini menunjukkan bahwa keadilan dalam Islam tidak tebang pilih, dan kebebasan bukan sekadar slogan, melainkan hak yang dijamin syariat.
Islam juga mengatur distribusi kekayaan agar tidak hanya berputar di kalangan elit. Negara wajib memastikan kebutuhan dasar rakyat terpenuhi: sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan.
Negara Islam (Khilafah) akan mencabut seluruh bentuk monopoli dan kapitalisasi sumber daya oleh individu atau korporasi, menjadikannya milik umum (Taqiyuddin an-Nabhani, Sistem Ekonomi Islam, 2001). Dalam hal ini, kemerdekaan dalam Islam bukan hanya soal bebas berbicara, tetapi juga bebas dari eksploitasi dan kesenjangan sistemik.
Jadi, jika kamu merasa dunia One Piece penuh ketidakadilan, percayalah, dunia kita pun tidak jauh berbeda selama kapitalisme masih menjadi sistem yang mengatur. Fenomena rakyat yang lebih ingin mengibarkan bendera bajak laut daripada Merah Putih adalah jeritan batin yang menunjukkan bahwa “kemerdekaan” selama ini baru terasa bagi segelintir elit. Kebebasan sejati tidak akan lahir dari sistem yang menuhankan uang dan kekuasaan.
Hanya Islam yang mampu menjadi jalan menuju keadilan dan kemerdekaan hakiki—bukan hanya untuk segelintir elit, tetapi untuk seluruh umat manusia. Saatnya kita sadar, bahwa perjuangan Luffy bukan sekadar fiksi. Di dunia nyata, perjuangan melawan sistem yang zalim juga nyata. Tapi kali ini, Islam lah kapalnya. [US]
Baca juga:
0 Comments: