Kurikulum Cinta Kemenag, Dapatkah Mengokohkan Karakter Generasi?
Oleh: Ernita S.
(Pendidik)
SSCQMedia.Com — Selain guru yang kompeten dan prestasi peserta didik, kurikulum menjadi faktor penting dalam terwujudnya tujuan pendidikan. Kurikulum berperan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan tersebut. Seiring perkembangan dunia, kurikulum perlu disesuaikan agar relevan dengan zamannya.
Kementerian Agama Republik Indonesia resmi meluncurkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) sebagai wajah baru pendidikan Islam yang lebih humanis, inklusif, dan spiritual. Peluncuran ini digelar di Asrama Haji Sudiang, Makassar, pada Kamis (24/7/2025). Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, menyebut KBC sebagai langkah transformasi besar dalam ekosistem pendidikan nasional. Kurikulum ini hadir sebagai respons terhadap krisis kemanusiaan, intoleransi, dan degradasi lingkungan yang semakin mengkhawatirkan (republika.co.id, 1/8/2025).
Kurikulum cinta merupakan salah satu strategi Kemenag untuk mengimplementasikan moderasi beragama di madrasah. Kurikulum ini dikembangkan dengan pendekatan yang mengutamakan internalisasi nilai kasih sayang dan kepedulian dalam pembelajaran. Implementasi kurikulum cinta bukan hanya sekadar transformasi materi ajar, tetapi juga membangun karakter peserta didik. Dalam pidato peluncurannya, Menteri Agama menegaskan bahwa kurikulum ini lahir dari kegelisahan terhadap dominasi pendidikan yang hanya berorientasi pada aspek kognitif semata.
“Jangan sampai kita mengajarkan agama, tetapi tanpa sadar menanamkan benih kebencian kepada yang berbeda. Kurikulum ini adalah upaya menghadirkan titik-titik kesadaran universal dan membangun peradaban dengan cinta sebagai fondasi,”
— Menag, melalui siaran pers, Jumat (25/7/2025) (sindonews.com, 1/8/2025)
Sekilas, dari namanya, kurikulum cinta tampak menawarkan gagasan yang baik. Namun, dengan konsep cinta yang bersifat universal, kurikulum ini berpotensi mendistorsi pemahaman cinta yang seharusnya dimiliki generasi muslim. Dalam Islam, cinta tidak diajarkan tanpa iman. Cinta seorang muslim harus berlandaskan keimanan, sedangkan kebencian harus didasari karena kekufuran.
Konsep cinta universal dapat membahayakan akidah generasi Muslim karena dilandasi paham pluralisme, sehingga kemurnian akidah terancam. Apalagi kurikulum ini dikemas dengan wajah baru pendidikan Islam yang lebih humanis, inklusif, dan spiritual. Pada hakikatnya, konsep moderasi beragama dapat menjadi pintu masuk pluralisme.
Selain itu, terdapat potensi bahaya di balik kurikulum ini, di antaranya adalah deradikalisasi sejak dini. Kurikulum cinta dapat mengarahkan generasi muslim untuk bersikap keras kepada sesama muslim dan lembut kepada nonmuslim. Mereka yang berusaha menerapkan syariat Islam secara kaffah bisa saja diberi label radikal dan ekstrem, dimusuhi, dipersekusi, bahkan dibubarkan pengajiannya. Sementara itu, nonmuslim diperlakukan dengan sangat hormat, santun, dan lembut, rumah ibadahnya dijaga, serta ikut dirayakan hari rayanya.
Kurikulum cinta ini berasas sekularisme karena menjauhkan generasi dari aturan agama dan menjadikan akal sebagai sumber hukum. Dalam pandangan Islam, sekularisme adalah paham yang salah dan batil. Ini merupakan bentuk imperialisme pemikiran yang memaksa umat Islam berpikir dengan standar liberal.
Berbeda dengan Islam yang menetapkan kurikulum wajib berbasis akidah Islam, bukan yang lain. Akidah adalah asas kehidupan setiap muslim, termasuk asas negara Islam. Negara memiliki kewajiban menjaga akidah rakyatnya, salah satunya dengan menjadikan akidah Islam sebagai dasar dalam pendidikan, yang merupakan bidang strategis bagi masa depan bangsa.
Jika akidah umat kuat, mereka akan taat secara total kepada syariat Allah sehingga mampu menyelesaikan seluruh persoalan hidup. Pendidikan adalah bagian penting dari kehidupan manusia dan menjadi sarana vital untuk menanamkan serta membentuk pemahaman dengan tsaqafah dan metode tertentu. Tujuan pendidikan dalam Islam selaras dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu beriman dan bertakwa kepada Allah.
Dalam menyusun kurikulum dan materi pelajaran, ada tujuan pokok pendidikan yang harus diperhatikan:
-
Membangun kepribadian islami yang mencakup pola pikir dan jiwa umat. Caranya, dengan menanamkan tsaqafah Islam berupa akidah, pemikiran, dan perilaku islami ke dalam jiwa serta akal peserta didik.
-
Mempersiapkan generasi ulama dan ahli di setiap bidang kehidupan. Baik dalam ilmu keislaman seperti fikih, ijtihad, dan peradilan, maupun ilmu terapan seperti kedokteran, kimia, teknik, dan lainnya.
Ulama yang mumpuni di bidangnya akan mengantarkan negara dan umat Islam berada di posisi terdepan di antara bangsa-bangsa lain, bukan menjadi pengekor atau agen pemikiran dan ekonomi negara lain. Tujuan kurikulum seperti ini akan membuat negara mampu menanamkan akidah yang kuat pada generasi, sehingga mereka taat sepenuhnya pada syariat Islam dan mampu menyelesaikan setiap masalah kehidupan.
Wallahualam bissawab. [Ni]
Baca juga:
0 Comments: