Headlines
Loading...
Kemerdekaan Indonesia Belum Sejati, Masih Terjajah Kapitalisme

Kemerdekaan Indonesia Belum Sejati, Masih Terjajah Kapitalisme

Oleh: Wirani Salsabila
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com — Gempita perayaan HUT RI terdengar di mana-mana. Bulan Agustus menjadi bulan aneka lomba, dari lomba anak-anak hingga orang dewasa. Sorak-sorai membahana, diselingi gelak tawa. Semua bersuka cita layaknya pesta.

Namun, tak ada yang bersedih. Padahal, bagaimana realita yang ada? Hidup terasa berat untuk dijalani. Barang-barang kebutuhan pokok kian merangkak, tarif listrik dan BBM pun ikut naik menyesuaikan harga. Lapangan pekerjaan sulit dicari, PHK massal terjadi, dan pengangguran semakin meningkat tajam. Belum lagi berbagai macam pajak yang harus dibayar, semua membuat hidup rakyat makin terjepit.

Apakah ini yang bernama merdeka? Sungguh menyedihkan. Kita merayakan sesuatu yang tak nyata. Merdeka yang ada hanyalah ilusi. Kita seolah rehat sejenak dari penderitaan, lalu kembali pada kenyataan semula: masih menderita.

Itu bagi rakyat biasa. Mereka di kelas menengah pun ternyata sama. Menurut data Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), tercatat penurunan simpanan nasabah perorangan di perbankan pada triwulan I-2025. Simpanan individu turun 1,09% secara tahunan (CNBC Indonesia, 8/8/2025).

Ini berarti masyarakat kelas menengah mulai menggunakan tabungannya untuk biaya kebutuhan sehari-hari. Kelas menengah pun terancam berpindah status menjadi miskin.

Selain aspek ekonomi, aspek sosial budaya pun diwarnai gencarnya program deradikalisasi dan Islam moderat, seperti dialog antaragama dan kurikulum berbasis cinta. Program ini semakin menjauhkan masyarakat dari pemahaman Islam yang sesungguhnya.

Kita harus sadar bahwa kehidupan hari ini berada dalam cengkeraman kapitalisme-sekuler. Cara pandang hidup yang menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama. Akhirnya, segala cara dihalalkan demi meraih keuntungan. Agama tak dianggap penting, seolah Tuhan tidak berhak mengatur manusia. Manusia membuat aturan sendiri.

Alhasil, aroma kebebasan kian terasa. Manusia memperturutkan hawa nafsu sesukanya. Tak ada batasan, aneka perbuatan maksiat ada di depan mata kita: free sex, judi online, perundungan, pornografi, LGBT, aborsi, korupsi, dan masih banyak lagi. Semua menjadi hal yang lumrah. Naudzubillah.

Dalam tataran kebijakan, negeri ini tak memperhatikan kesejahteraan rakyat. Di tengah kesulitan hidup rakyat, justru terjadi kenaikan gaji pejabat. Sumber daya alam negeri pun dengan mudah dikuasai asing, dilegalkan oleh undang-undang.

Benar, penjajahan fisik memang sudah tiada. Namun, kondisi ini menunjukkan kita belum benar-benar merdeka. Masih terjajah oleh pemikiran kapitalisme-sekuler.

Lalu, akankah kondisi seperti ini dipertahankan? Ataukah kita memilih jalan lain menuju perubahan yang lebih baik?

Kita patut merenung. Harus ada perubahan mendasar jika ingin meraih kemerdekaan sejati. Jalan perubahan itu adalah Islam. Islam memaknai merdeka sebagai terbebasnya manusia dari penghambaan kepada sesama manusia menuju penghambaan kepada Allah Swt. Kemerdekaan adalah misi utama risalah Islam. Karena itu, jika ingin merdeka sepenuhnya, pilihannya adalah menerapkan Islam.

Islam memiliki aturan lengkap untuk menjawab segala problem manusia. Dalam Islam, negara mengurus rakyatnya seperti seorang ibu yang memperhatikan seluruh kebutuhan anaknya, tanpa ada yang terlewat.

Pemimpin negara juga memiliki kesadaran akan kepemimpinan dan takut akan pertanggungjawaban di hadapan Allah. Rasulullah saw. bersabda:

“Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Segala kebutuhan rakyat menjadi tanggung jawab negara: sandang, pangan, papan, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, hingga keamanan. Semua diberikan cuma-cuma, tanpa biaya sepeser pun.

Negara dalam Islam adalah negara merdeka dan mandiri, tak bergantung pada negara lain. Kekayaan negara dijaga untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Kepemilikan juga diatur dengan jelas: kepemilikan pribadi, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Individu tak berhak memiliki apa pun yang termasuk dalam kepemilikan umum, apalagi kepemilikan negara.

Islam menjadi dasar dalam segala aspek: ekonomi, pendidikan, sosial, hukum, dan politik. Al-Qur’an dan Sunnah menjadi pedoman utama. Manusia tak perlu bingung atau membuat aturan sendiri karena Allah Swt. telah menciptakan manusia beserta seperangkat aturan-Nya.

Sekarang, pilihan ada di tangan kita. Mau merdeka? Terapkan Islam! Kemuliaan akan datang sebagaimana janji Allah Swt.:

“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (rasul dan ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Al-A‘raf: 96).

Wallahu a‘lam bisshawab. [US]


Baca juga:

0 Comments: