Headlines
Loading...
Kapitalisme vs Islam dalam Menjaga Harta Rakyat

Kapitalisme vs Islam dalam Menjaga Harta Rakyat

Oleh. Aqila Fahru
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait pemblokiran rekening dormant telah memicu gelombang kritik dari berbagai kalangan. Rekening dormant, yaitu rekening yang tidak aktif selama lebih dari 10 tahun, dianggap oleh PPATK sebagai potensi celah bagi tindak pidana pencucian uang dan kejahatan finansial lainnya. Berdasarkan data PPATK, terdapat lebih dari 140 ribu rekening dormant dengan nilai total mencapai Rp428 miliar.

Namun, langkah pemblokiran ini dinilai melampaui batas kewenangan lembaga dan mengancam hak kepemilikan pribadi warga negara. Anggota Komisi XI DPR RI, Melchias Marcus Mekeng, secara tegas mempertanyakan landasan hukum dari kebijakan tersebut. Ia menilai bahwa tindakan PPATK terlalu jauh masuk ke ranah privat masyarakat, mengingat menyimpan dana di rekening pasif merupakan hak individu yang dijamin oleh hukum. Tidak semua rekening dormant mengindikasikan aktivitas ilegal; banyak masyarakat yang sengaja menyimpan dana untuk tujuan jangka panjang, seperti warisan, tabungan masa depan, atau dana darurat.

Kritik serupa juga disuarakan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang menuntut transparansi dan akuntabilitas dari PPATK. YLKI menyampaikan lima poin sikap, di antaranya perlunya pemberitahuan kepada konsumen sebelum pemblokiran dilakukan, selektivitas dalam tindakan, kemudahan proses pemulihan dana, jaminan bahwa dana tetap utuh, dan pembukaan hotline crisis center untuk membantu masyarakat yang terdampak (Ekonomi.republika.co.id, ).

Fenomena ini mencerminkan wajah asli sistem kapitalisme sekuler yang menjadikan negara sebagai alat penekan rakyat. Dalam sistem ini, negara memiliki kewenangan luas untuk mengintervensi kepemilikan pribadi, bahkan tanpa proses hukum yang sah. Pemblokiran rekening tanpa bukti hukum yang jelas bertentangan dengan prinsip al-bara’ah al-asliyah (praduga tak bersalah) yang dalam Islam menjadi landasan keadilan. Dalam sistem kapitalisme, negara cenderung mencari celah untuk mengambil keuntungan dari rakyatnya, bahkan dengan dalih keamanan atau regulasi keuangan.

Kapitalisme tidak hanya gagal melindungi hak-hak individu, tetapi juga membuka ruang bagi penyalahgunaan kekuasaan. Harta rakyat bisa dibekukan, disita, atau dikendalikan tanpa mekanisme hukum yang transparan dan adil. Hal ini menunjukkan bahwa sistem kapitalisme tidak menjamin kepemilikan pribadi secara mutlak, melainkan tunduk pada kepentingan negara dan korporasi.

Berbeda dengan kapitalisme, Islam memandang harta sebagai amanah yang harus dijaga. Hak kepemilikan individu dilindungi secara mutlak, dan negara tidak memiliki kewenangan untuk merampas atau membekukan harta rakyat secara sewenang-wenang. Dalam sistem Khilafah, negara berperan sebagai raa’in (pengurus rakyat) yang bertanggung jawab atas kesejahteraan dan keadilan sosial. Negara tidak bertindak sebagai pemeras, melainkan sebagai pelindung hak-hak rakyat.

Islam menetapkan sistem hukum yang transparan dan berbasis syariat, di mana setiap tindakan negara harus memiliki dasar hukum yang jelas dan tidak boleh melanggar prinsip keadilan. Pemblokiran atau penyitaan harta hanya dapat dilakukan jika terbukti secara syar’i bahwa harta tersebut berasal dari tindak kejahatan atau pelanggaran hukum. Bahkan dalam proses hukum, Islam menekankan prinsip praduga tak bersalah dan menjamin hak pembelaan bagi setiap individu.

Negara Khilafah menerapkan syariat Islam secara kaffah (komprehensif), sehingga batas antara yang hak dan yang batil menjadi jelas. Harta rakyat dijaga, hak mereka dihormati, dan keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu.

Kasus pemblokiran rekening dormant oleh PPATK menjadi cermin bahwa sistem kapitalisme sekuler telah gagal melindungi hak-hak dasar rakyat. Negara yang seharusnya menjadi pelindung justru berubah menjadi ancaman terhadap kepemilikan pribadi. Dalam situasi seperti ini, umat membutuhkan sistem alternatif yang adil, transparan, dan berpihak pada rakyat.

Islam menawarkan solusi sistemik melalui penerapan syariat secara menyeluruh dalam bingkai Khilafah. Sistem ini tidak hanya menjaga harta rakyat, tetapi juga membangun masyarakat yang berlandaskan amanah, keadilan, dan ketakwaan. Sudah saatnya umat menyadari bahwa hanya dengan kembali kepada sistem Islam, hak-hak mereka akan benar-benar terjamin. [An]

Baca juga:

0 Comments: