Oleh. Ummu Fahhala
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com — November 2022. Angin sepoi-sepoi berembus pelan, terasa sejuk menyusup ke dalam kerudung. Di sebuah ruangan sederhana, aku membuka gawai dan menatap layar Facebook. Jari-jariku berhenti ketika menemukan sebuah unggahan dari sahabat dalam taat, Teti.
Ia seperti adik sendiri, jadi kupanggil namanya langsung karena kami sudah dekat. Ia membagikan sebuah tulisan dengan penuh semangat.
Komentar demi komentar mengalir di bawah unggahannya. Anehnya, meski hanya berinteraksi melalui kolom komentar, aku bisa merasakan sebuah ikatan yang hangat di antara mereka. Seolah-olah para penulis komentar itu bukan sekadar nama dan foto profil, melainkan sahabat sejati yang duduk di samping, berbincang penuh keakraban.
“Apa rahasia mereka, ya? Mengapa terkesan begitu dekat, padahal hanya melalui dunia maya?” bisikku dalam hati.
Hari-hari berikutnya, aku kembali menemukan unggahan serupa. Nama komunitas itu kerap disebut SSCQ. Hati kecilku bergetar. Ada sesuatu yang berbeda dari mereka.
Waktu terus berjalan hingga suatu hari aku bersilaturahmi ke rumah Teti. Di ruang tamu yang penuh dengan nuansa kehangatan, kami duduk berhadapan sambil berbincang.
“Ti,” panggilan akrabku, “aku sering lihat unggahanmu di Facebook. Ketika mengunggah sesuatu, selalu ada sahabat SSCQ yang ikut merespons.”
Teti tersenyum. Senyum yang tidak hanya keluar dari bibir, tapi juga dari matanya yang berbinar.
“Itu karena SSCQ memang berbeda, Teh. Di sana bukan hanya mengkhatamkan Al-Qur’an atau menulis saja, tapi juga belajar menata hati. Kurikulum dan berbagai challenge yang dibuat Bunda Lilik menjadikan kami lebih dekat dengan Al-Qur’an sekaligus mengasah literasi.”
Aku terdiam. Kata-katanya seperti mengetuk pintu hatiku.
“Aku boleh ikut?” tanyaku ragu.
“Kenapa tidak? Justru harus, Teh! Nanti nomor Teteh aku kasihkan ke penanggung jawabnya atau admin, supaya bisa ikut dan dimasukkan ke grup WhatsApp SSCQ,” ujarnya.
Dari sana, perjalananku dimulai.
Senyumku merekah dan ada rasa bahagia yang tak bisa kusembunyikan. Seakan sebuah jalan baru terbuka di hadapanku.
Tak lama kemudian, aku dimasukkan ke dalam grup WhatsApp SSCQ. Sungguh, rasanya seperti bertemu keluarga baru. Meski belum saling mengenal wajah satu per satu, setiap sapaan penuh doa dan kehangatan.
“Ahlan wa sahlan, selamat datang di SSCQ!” tulis salah seorang anggota.
“Semoga betah bersama kami, mari saling menguatkan,” tambah yang lain.
Hari demi hari, aku mulai mengenal berbagai challenge yang ada: ODOJ plus plus, menulis laporan harian, hingga berbagai aktivitas literasi.
Awalnya terasa berat, tapi perlahan aku merasakan bahwa setiap tantangan adalah penempaan diri.
Di malam-malam hening, aku sering berbicara pada diriku sendiri.
“Ya Allah, betapa Engkau membuka jalan bagiku melalui perantara sahabat. Aku yang dulu sering lalai, kini Kau beri kesempatan untuk memperbaiki diri.”
Menjadi bagian dari SSCQ bukan hanya soal menulis dan membaca, melainkan tentang menempa jiwa. Setiap tulisan yang kubuat seakan menjadi cermin; cermin untuk melihat sejauh mana aku telah berusaha memperbaiki hati, pikiran, dan tindakanku.
Ada kalanya rasa letih datang, ada waktunya semangat hampir padam. Namun, komunitas ini bagaikan obor yang tak pernah padam. Sahabat-sahabat di SSCQ selalu saling menyemangati.
Suatu hari, aku pernah menuliskan alasanku tidak kholas ODOJ plus plus. Mengapa begitu sulit konsisten. Dengan cepat, sahabat lain merespons dan menyemangati.
“Jalani dengan bahagia, perhatikan skala prioritas,” ungkapan dari Bunda Lilik sebagai muassis SSCQ yang selalu menguatkan.
Pesan singkat itu membuat mataku berkaca-kaca. Aku menyadari, inilah indahnya ukhuwah dalam ketaatan.
Kini, setelah sekian waktu berjalan, aku hanya bisa menundukkan kepala penuh rasa syukur. SSCQ telah menjadi wadah yang bukan hanya mengajarkan ilmu, tapi juga melatih konsistensi, memperkuat iman, dan membuka jalan literasi yang sebelumnya tak pernah kubayangkan.
Aku sering bertanya dalam doa,
“Ya Allah, mampukan aku untuk terus istikamah. Jangan biarkan aku mundur dari jalan kebaikan ini.”
Komunitas SSCQ telah mengajarkanku bahwa setiap langkah kecil bisa membawa perubahan besar, terutama jika diniatkan untuk dakwah dan dilakukan dengan ikhlas.
Suatu sore, aku kembali berbincang dengan Teti.
“Ti, aku benar-benar berterima kasih. Kalau bukan karena unggahanmu di Facebook waktu itu, mungkin aku tak akan pernah tahu tentang SSCQ.”
Teti tersenyum lembut.
“Semua karena izin Allah. Aku hanya perantara. Yang penting sekarang, jaga terus semangat Teteh. Jadikan SSCQ bukan sekadar komunitas, tapi jalan menuju ridha Allah.”
Aku mengangguk, menahan haru.
“Insyaallah. Semoga Allah kuatkan langkah ini hingga akhir hayat.”
Dan di sanalah aku paham, perjalanan bersama SSCQ bukan sekadar cerita, melainkan jejak langkah menuju perbaikan diri. Jejak yang semoga tetap terukir indah hingga Allah Swt. mempertemukan kembali kami semua di surga-Nya. [My]
Baca juga:

0 Comments: