Headlines
Loading...
Anomali Tung Tung Sahur, Lucu atau Berbahaya?

Anomali Tung Tung Sahur, Lucu atau Berbahaya?

Oleh. Rini Sulistiawati
(Pemerhati Anak dan Media)

SSCQMedia.Com—Putra bungsu saya, usianya lima tahun. Wajahnya polos dan cerah, penuh rasa ingin tahu yang meluap. Setiap Minggu, hanya satu jam ia diberi kemewahan, menyentuh dunia lewat ponsel di genggamannya.

Biasanya ia menonton video lucu di YouTube atau memainkan game yang sedang tren. Salah satunya adalah video dengan suara nyeleneh berbunyi "Tung tung tung sahur!". Ia tertawa terbahak-bahak setiap kali menontonnya, bahkan sering menirukannya.

Awalnya saya tidak curiga. Saya anggap itu hanya hiburan biasa. Namun, setelah beberapa kali mendengarnya, saya merasa ada yang janggal. Saya pun mulai mencari tahu lebih dalam.

Racun Bernama Italian Brainrot

Ternyata, konten tersebut merupakan bagian dari tren global bernama Italian Brainrot yang sedang marak di TikTok dan YouTube Shorts. Banyak anak Indonesia mengenalnya sebagai "konten anomali", karakter aneh dengan suara absurd dalam bahasa asing yang tidak dipahami anak-anak.

Yang membuat dada saya sesak dan hati teriris adalah saat saya temukan bahwa di balik suara-suara dalam konten itu tersembunyi cercaan keji, kata-kata kasar dan hinaan terhadap Tuhan dalam bahasa Italia. Frasa seperti "porco Dio" (celakalah Tuhan) dan "porco Allah" (penghinaan terhadap Allah) terdengar jelas jika dicermati. Anak saya, yang masih suci dan belum memahami arti kata-kata tersebut, telah menirukannya dengan polos. Saya menyesal. Saya telah lengah.

Kekhawatiran yang Dibenarkan

Kompas.com menyebut bahwa tren ganjil ini bersumber dari budaya meme absurd yang disebut Italian Brainrot. (Kompas.com, 21 April 2025).

Dalam artikelnya, Mommies Daily juga menyoroti kekhawatiran para orang tua terhadap konten ini karena efeknya terhadap perkembangan kognitif dan spiritual anak-anak. (Mommies Daily, 15 Mei 2025).

Tampilannya memang lucu, tapi konten ini menebar bahaya melalui audio, kata-kata tanpa makna, penuh kekasaran, bahkan mengguncang dasar keimanan. Ironisnya, justru anak-anak Muslim menjadi penikmat paling aktifnya.

Ancaman Serius Bagi Akidah

Anak-anak Gen Alpha adalah generasi yang tumbuh dalam gempuran visual dan suara. Mereka cepat menyerap, tetapi belum mampu menyaring. Apa yang mereka tiru hari ini bisa membentuk akhlaknya esok hari.

Kita, sebagai orang tua, tak bisa menutup mata saat lisan anak-anak kita mulai terbiasa melontarkan kata-kata asing yang tak berarti, bahkan mengandung unsur penistaan terhadap Tuhan. Karena dari lisanlah, iman bisa tumbuh, atau iman justru tergelincir ke dalam kekufuran. Rasulullah saw. bersabda:

Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan suatu kalimat yang tidak dipikirkannya berbahaya atau tidak, padahal karena kalimat itu ia akan tergelincir ke dalam neraka lebih jauh dari jarak timur dan barat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mereka belum tahu bahwa ucapan yang tampak lucu bisa menjadi hal yang membinasakan. Imam Al-Ghazali menasihati: Lidah adalah penerjemah hati. Jika lisanmu kotor, maka hatimu pasti rusak.

Sistem Sekuler dan Tontonan tanpa Tuntunan

Sayangnya, semua ini adalah buah dari sistem sekuler, sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama ditempatkan seolah hanya layak di masjid dan sekolah, tidak diberi ruang untuk membimbing arah media, teknologi, dan budaya dalam kehidupan sehari-hari.

Akibatnya, tontonan tidak lagi menjadi tuntunan. Hiburan berjalan tanpa kendali akidah. Negara pun diam. Tidak ada pemblokiran terhadap konten yang menghina Allah dan mengikis fitrah anak. Semua berlindung pada dalih "kebebasan berekspresi."

Padahal ini bukan sekadar tren. Ini adalah perang pemikiran (ghazwul fikri). Ancaman terhadap umat Islam kini bukan hanya di medan perang, tapi juga lewat konten di layar yang merusak cara berpikir dan cara hidup.

Lewat lima ‘F’ : fun, food, fashion, film, dan freedom. Generasi perlahan dilemahkan, dijauhkan dari makna hidup yang hakiki. Semua ini dirancang agar umat lupa jati dirinya, larut dalam kesenangan, dan menjauh dari aturan Allah.

Di sinilah pentingnya kesadaran bahwa setiap anggota tubuh akan dimintai pertanggungjawaban. Termasuk pendengaran yang menangkap suara, dan lisan yang menuturkan kata. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra: 36)

Solusi Islam Kafah

Inilah mengapa kita membutuhkan sistem Islam kafah. Bukan sekadar sistem yang menyediakan pendidikan bernuansa akidah, melainkan juga yang mampu mengatur arus konten publik berdasarkan prinsip-prinsip syariat Islam. Dalam Daulah Islam, negara bertanggung jawab menjaga akhlak masyarakat, termasuk dengan menyaring hiburan yang berpotensi merusak. Negara tidak netral terhadap nilai. Ia tegak di atas kebenaran dan memeluk kemuliaan akidah dengan sepenuh jiwa.

Sistem Islam juga menjadikan orang tua sebagai mitra pendidikan, bukan pesaing industri hiburan. Negara hadir dengan kebijakan yang menopang peran keluarga dalam menjaga fitrah anak. Setiap tayangan disaring dengan cermat, sementara pendidikan media yang diajarkan sejak dini harus berpijak pada nilai-nilai wahyu.

Seruan Kesadaran

Kini saya sadar. Satu jam di hari Minggu mungkin terdengar singkat, tapi bagi sebagian orang, itu adalah ruang berharga yang tak tergantikan. Satu jam itu adalah celah di mana anak saya bisa dibentuk atau dihancurkan. Maka saya tutup celah itu, dan saya ajak semua orang tua melakukan hal yang sama.

Ayo, bangun. Tak hanya berperan sebagai orang tua, tapi sebagai bagian dari umat yang memiliki kepedulian terhadap nasib generasi mendatang. Jangan biarkan tawa anak-anak kita berasal dari konten yang menghina Rabb-nya. Mari kita jaga lisan, jaga layar, dan jaga akidah mereka.

Saatnya berkata, cukup sudah! Tumbangkan sistem sekuler yang mencabik masa depan generasi, dan tegakkan sistem Islam kafah sebagai cahaya peradaban. Saatnya umat bersuara. Saatnya kita kembali diatur oleh aturan Allah. Demi anak-anak kita. Demi Islam. Demi akhirat.

Teruslah berdakwah. Bangkitkan kepedulian keluarga, tetangga, dan masyarakat agar tak abai terhadap apa yang ditonton anak-anak setiap harinya. Suara kebenaran jangan dibungkam, kesadaran harus ditebarkan, sampai Islam kafah kembali tegak menjadi perisai dan pemimpin umat. Jangan diam. Karena diam kita hari ini, bisa jadi kehancuran generasi esok hari. [MA]

Baca juga:

0 Comments: