Headlines
Loading...
Delapan Dekade Merdeka, Apakah Kita Benar-Benar Merdeka?

Delapan Dekade Merdeka, Apakah Kita Benar-Benar Merdeka?

Oleh: Ummu Fahhala
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Indonesia sudah merdeka selama delapan dekade, tetapi realitas di lapangan menunjukkan ketidakmerataan yang mencolok dalam sektor pendidikan dan kesehatan.

Sarana pendidikan di banyak daerah masih terbatas. Akses menuju jenjang sekolah menengah atas menurun signifikan. DPR baru-baru ini menyampaikan keprihatinannya atas turunnya angka partisipasi sekolah tingkat SMA (CNN Indonesia, 14/08/2025).

Di sisi lain, layanan kesehatan belum menjangkau semua lapisan masyarakat. Penanganan gizi buruk dan stunting masih mahal dan jauh dari harapan rakyat karena fasilitas kesehatan kurang memadai (Inilah.com, 18/08/2025).

Distribusi tenaga kesehatan pun tidak merata, sementara banyak puskesmas kekurangan tenaga medis (DetikNews, 31/07/2025).

Peringatan 80 tahun kemerdekaan menjadi waktu ideal untuk introspeksi serius. Tidak cukup hanya merayakan dengan gegap gempita. Kita harus mengakui bahwa masih banyak warga yang terpinggirkan dari akses pendidikan dan kesehatan.

Para ahli juga menyoroti kondisi ini.
“Masalah pendidikan kita kompleks, mulai dari kualitas guru, infrastruktur dan kurikulum yang buruk, hingga ketidakmerataan akses serta pendanaan yang tidak berkelanjutan,” ungkap Ubaid Matraji, Koordinator Nasional JPPI (CNN Indonesia, 20/05/2025).

Fakta ini merupakan buah pahit dari sistem pendidikan dan kesehatan yang diatur dengan sistem kapitalisme. Negara terlalu mengandalkan swasta, sementara wilayah yang dianggap tidak menguntungkan justru terabaikan. Pendidikan dan kesehatan di daerah terpencil masih minim. Pemerintah gagal hadir sebagai pelayan utama.

Kapitalisme menciptakan diskriminasi nyata. Sistem ini mendewakan efisiensi dan profit. Layanan pendidikan dan kesehatan dipandang sebagai komoditas.

Kualitas sekolah tergantung uang. Kesehatan tergantung kemampuan membayar. Rakyat miskin, yang seharusnya menjadi prioritas, justru semakin terpinggirkan.

Solusi Islami

Islam menawarkan sistem yang sempurna, termasuk dalam pengaturan kehidupan negara. Islam menjadikan negara sebagai râ‘in (pelayan) bagi seluruh rakyat.

Rasulullah saw. bersabda:
“Imam adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa negara berkewajiban melayani kebutuhan dasar rakyat, termasuk pendidikan dan kesehatan.

Islam menetapkan bahwa negara menanggung kebutuhan dasar rakyat secara adil dan merata. Rasulullah saw. tidak pernah membeda-bedakan pelayanan publik, baik untuk kaum miskin maupun kaya.

Pendidikan dan kesehatan adalah hak publik. Dalam Islam, keduanya bukan hak individu yang harus dibayar, melainkan hak publik yang wajib dipenuhi negara.

Allah Swt. berfirman:
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)

Ayat ini mengisyaratkan bahwa syariat Islam hadir untuk memberi rahmat bagi semua manusia, termasuk melalui jaminan kebutuhan dasar. Pendidikan dan kesehatan gratis, merata, dan berkualitas merupakan wujud nyata dari rahmat tersebut.

Negara Islam menjamin layanan pendidikan dan kesehatan gratis, merata, dan berkualitas tanpa diskriminasi. Infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan transportasi juga dibangun negara untuk mendukung akses ke sekolah dan fasilitas kesehatan.

Negara Islam memiliki sumber dana melimpah melalui Baitul Mal, yang dikelola berdasarkan syariat. Dana ini berasal dari zakat, kharaj, jizyah, fai’, ghanimah, dan pengelolaan kekayaan alam.

Allah Swt. berfirman:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.” (QS. At-Taubah: 103)

Pada masa Khulafaur Rasyidin, Baitul Mal menjadi pusat pembiayaan publik, termasuk pembangunan masjid, sekolah, rumah sakit, dan berbagai fasilitas umum. Khalifah Umar bin Khaththab bahkan pernah membangun baitus-sabīl (rumah singgah) dan layanan kesehatan gratis yang dapat digunakan semua rakyat, tanpa memandang status sosial.

Penutup

Kita telah bebas secara militer selama delapan puluh tahun, tetapi kemerdekaan sejati belum dirasakan bila rakyat tidak memperoleh keadilan dalam pendidikan dan kesehatan. Kapitalisme gagal memenuhi janji kesetaraan.

Islam, sebagai sistem hidup, menawarkan solusi sistemik. Negara hadir melayani, layanan menjadi hak, dan dana dikelola untuk kepentingan publik.

Jika ingin benar-benar merdeka secara utuh, kita harus bergerak dari retorika menuju penerapan sistem Islam—menuju negeri yang merdeka secara material dan spiritual.

Wallahualam. [My]

Baca juga:

0 Comments: