Headlines
Loading...

Oleh: Iha Bunda Khansa

(Kontributor SSCQMedia.com)

SSCQMedia.com — Dalam sebuah rumah tangga, pasti akan dihadapkan pada berbagai macam persoalan, baik suka maupun duka. Namun, semua itu dilalui dengan usaha untuk mempertahankan pernikahan.

Pernikahan dalam Islam harus dilandasi dengan niat beribadah kepada Allah dan mengharap rida-Nya. Harus dipahami bahwa pernikahan adalah penyatuan dua insan, laki-laki dan perempuan, yang bertujuan untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah (ketenangan, kasih, dan sayang), mengharapkan keturunan, serta menjaga kelangsungan hidup manusia.

Kehidupan pernikahan adalah kehidupan persahabatan antara suami dan istri. Suami menjadi sahabat bagi istrinya, begitu pun sebaliknya. Suami dan istri saling menyempurnakan dalam seluruh aspek kehidupan. Dalam pernikahan, Allah menumbuhkan perasaan tenang antara pasangan suami dan istri.

Allah Subḥānahu Wa Ta‘ālā berfirman:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖۤ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْۤا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir."
(QS. Ar-Rum: 21)

Dari ayat di atas, tampak bahwa melalui pernikahan akan tumbuh rasa kasih sayang dan ketenangan. Untuk meraihnya, tentu harus dilandasi akidah Islam serta memiliki visi dan misi yang sama. Sebagai muslim, harus bersama-sama dalam mengarungi rumah tangga, menjalankan syariat Islam, serta menunaikan hak dan kewajiban masing-masing. Insyaallah, segala rintangan dan ujian dapat diatasi.

Alhamdulillah, atas izin Allah, kebersamaan kami mengarungi bahtera rumah tangga telah memasuki usia 25 tahun. Muhasabah bersama, sudahkah kami menjalaninya sesuai tuntunan syariat?

Allah Swt. memberikan gambaran bahwa siapa yang menjalani kehidupan rumah tangga berarti telah mengikuti sunah Rasulullah saw.

Dalam sebuah hadis dari Aisyah r.a., Rasulullah saw. bersabda:

"Menikah adalah sunahku. Siapa yang tidak mengamalkan sunahku, maka dia bukan termasuk umatku. Menikahlah, karena aku sangat senang dengan jumlah umatku yang banyak di hadapan umat-umat lain. Siapa yang telah memiliki kesanggupan, maka menikahlah. Jika tidak, maka berpuasalah, karena puasa itu menjadi kendali (pengendali nafsu)."
(HR. Ibnu Majah)

Ucapan syukur atas segala nikmat dan karunia-Nya. Kebersamaan kami sejak awal pernikahan dimulai dari pertemuan di usia yang matang—mungkin bagi sebagian orang dianggap telat untuk menikah.

Pertemuan yang singkat, wasilah dari dua sahabat dalam perjuangan dakwah. Proses ta'aruf dan khitbah berjalan lancar. Tanpa menunggu lama, hanya dua bulan kemudian kami memutuskan untuk melangkah menuju ikatan suci (mitsaqan ghaliza).

Māsyāallah, lā quwwata illā billāh, semua berjalan dengan lancar. Penantian panjang kami akhirnya dijawab oleh Allah dengan dipertemukannya kami untuk menjalankan salah satu sunah Rasulullah saw.

Jodoh adalah ketetapan Allah sejak manusia diciptakan. Sejak dalam rahim, ajal, rezeki, amal, kebahagiaan, dan kesedihan telah ditetapkan.

Kebahagiaan terasa sempurna ketika kehadiran anak-anak.

Selama perjalanan rumah tangga, tentu ada ujian, baik karena perbedaan pendapat, ekonomi, maupun persoalan anak. Kadang keinginan suami dan istri berbeda. Namun, alhamdulillah, kami berusaha melewati semua ujian itu bersama-sama.

Tahun pertama pernikahan, Allah memberi kabar gembira: kami dikaruniai buah hati. Māsyāallah, kelahiran anak pertama di usia yang dianggap risiko tinggi (37 tahun), penuh perjuangan, namun berlangsung secara normal.

Karunia Ilahi, Allah titipkan amanah. Kami berdua merawat dan mendidik anak-anak dengan cinta dan kasih sayang. Setelah anak pertama, hadir anak kedua, laki-laki. Betapa Allah menyayangi kami. Kami dikelilingi orang-orang tercinta, termasuk ibu mertua yang sangat menyayangi.

Hingga akhirnya si bungsu lahir: seorang putri yang sangat kami nantikan. Namanya sudah kusiapkan sejak aku masih gadis—Khansa—mengingatkan pada sosok wanita tangguh, mujahidah yang bangga karena keempat anaknya gugur sebagai syuhada.

Masa-masa indah pun berlalu. Aku sangat bersyukur atas kelahiran putri bungsuku. Usia kelahirannya bersamaan dengan usiaku yang hampir menginjak 43 tahun.

Māsyāallah, Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Doa-doa kami dikabulkan.

Hari-hari indah kami lalui berlimpah kebahagiaan. Kami berlima, lengkap dan bahagia. Suka duka tetap ada, tetapi alhamdulillah, lebih banyak sukanya.

22 Tahun Pernikahan

Tak terasa anak-anak tumbuh dewasa dan satu per satu pergi dari rumah. Di tahun 2022, saat usia pernikahan kami menginjak 22 tahun, pandemi Covid-19 pun telah berlalu. Anak sulung melanjutkan kuliah di Jakarta, anak kedua langsung bekerja di Bandung setelah lulus SMK. Tinggallah kami bertiga: ayah, bunda, dan si bungsu yang saat itu kelas 3 SMP.

Suatu hari, aku berkata pada putriku, “Wah, nanti tinggal kita bertiga di rumah ya: ayah, bunda, dan Khansa.” Putriku hanya tersenyum.

Tak ada yang menyangka, ternyata di tahun yang sama, putri bungsuku pergi untuk selamanya, bukan untuk menuntut ilmu atau kegiatan sekolah. Ia pergi menemui Pemiliknya.

Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn.
Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.

Semua yang ada di dunia ini hanyalah titipan Ilahi. Pada akhirnya kita semua akan kembali. Kesedihan mendalam menyelimuti kami. Suamiku sangat terpukul. Anak-anak pun kehilangan adik perempuan satu-satunya.

Ya Allah…
Semua milik-Mu. Kumpulkan kami kembali di tempat abadi, kehidupan akhirat yang kekal. Temukan kami di surga Firdaus-Mu yang penuh kenikmatan.

Bersama di dunia, bersama di surga.

Āmīn, yā Allah, yā Mujībassā’ilīn.

Wallāhu a‘lam bish-shawāb. [MA]

Baca juga:

0 Comments: