Headlines
Loading...
Urgensi Negara sebagai Pelindung Umat dari Ancaman Dunia Digitalisasi

Urgensi Negara sebagai Pelindung Umat dari Ancaman Dunia Digitalisasi

Oleh. M. U. Aulia Rosyadah
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Dilansir dari tempo.co (9/7/2025), Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji, menyatakan bahwa remaja Indonesia saat ini terlalu bergantung pada gawai. Menurutnya, ketergantungan ini dapat membuat generasi muda lebih rentan terhadap ancaman keamanan siber. Wihaji menekankan pentingnya menguasai teknologi, bukan sebaliknya. Ia mengingatkan bahwa gawai dapat menjadi masalah jika tidak digunakan dengan bijak, seperti yang disampaikan saat berdialog dengan remaja di Kabupaten Tangerang pada Juni 2025.

Era digital membawa perubahan besar dalam pola hidup manusia. Gawai telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, bahkan digunakan oleh anak-anak sejak usia dini. Sayangnya, kemajuan teknologi ini tidak sepenuhnya memberi manfaat. Justru sebaliknya, dunia digital sering kali menjadi ladang bahaya yang mengancam moral, akidah, bahkan keamanan sebuah bangsa.

Kini, anak-anak tidak hanya bermain dengan teman sebaya, tetapi lebih banyak berselancar di dunia maya yang penuh dengan konten-konten tak bermoral, kekerasan, pornografi, dan budaya permisif. Konten-konten ini secara nyata membentuk kepribadian mereka sejak dini, menjauhkan mereka dari nilai-nilai agama, dan membiasakan mereka pada hal-hal yang jauh dari akhlak Islam.

Masalah ini diperparah oleh rendahnya literasi digital dan lemahnya iman masyarakat, yang merupakan buah dari sistem pendidikan sekuler. Sistem ini hanya memprioritaskan pencapaian materi dan prestasi duniawi semata, tanpa mengakar pada pondasi iman dan takwa. Akibatnya, masyarakat tidak memiliki filter ideologis maupun moral saat menggunakan teknologi. Mereka mudah terbawa arus konten yang menyesatkan, dan lebih buruk lagi, kehilangan arah hidup yang benar.

Namun, yang lebih memprihatinkan adalah minimnya peran negara dalam memberikan perlindungan yang nyata. Negara lebih sibuk membangun infrastruktur digital demi mengejar pertumbuhan ekonomi dan investasi asing, tanpa memperhatikan keamanan dan keselamatan warganya dari bahaya dunia maya. Banyak regulasi yang dibuat hanya bersifat tambal sulam, sementara pengawasan terhadap konten digital masih sangat lemah. Padahal, arus digitalisasi bisa menjadi alat penjajahan gaya baru melalui penguasaan data, algoritma, bahkan opini publik.

Fenomena ini menunjukkan kegagalan sistem sekuler kapitalisme dalam mengatur teknologi. Dalam sistem ini, teknologi adalah alat untuk meraih keuntungan ekonomi sebesar-besarnya tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan spiritualnya. Inilah wajah asli dari kemajuan tanpa arah—perkembangan teknologi dilepaskan dari nilai-nilai ilahiah, dan akhirnya menjadi alat penghancur moral generasi.

Berbeda dengan sistem Islam kafah. Islam tidak pernah menolak kemajuan teknologi, namun menempatkannya dalam kerangka aturan syariat yang menjaga kemaslahatan umat. Dalam Islam, negara berfungsi sebagai junnah (perisai) yang bertanggung jawab melindungi rakyat dari segala bentuk bahaya, termasuk di ranah siber. Negara Islam tidak akan membiarkan masyarakat bebas mengakses semua konten digital tanpa kontrol. Sebaliknya, negara akan menyediakan ruang siber yang sehat, aman, dan bebas dari pornografi, kekerasan, propaganda sekuler, dan budaya liberal.

Khilafah, sebagai institusi pemerintahan Islam, akan mengambil peran sentral dalam hal ini. Negara Islam akan membangun kemandirian teknologi digital, tidak bergantung pada infrastruktur asing, sehingga data umat dan keamanan nasional tidak mudah diretas atau dikendalikan oleh pihak luar. Negara juga akan memastikan bahwa konten digital yang beredar mengandung nilai-nilai Islam yang mendidik, membangun peradaban, dan menjaga kehormatan manusia.

Lebih dari itu, negara akan membina masyarakat agar memiliki kesadaran ideologis dan keimanan yang kuat. Masyarakat tidak hanya diberi edukasi teknis dalam literasi digital, tetapi juga ditanamkan nilai-nilai Islam agar memiliki ketahanan akidah saat berselancar di dunia maya. Dengan kombinasi perlindungan struktural dari negara dan pembinaan spiritual yang kokoh, umat Islam akan siap menghadapi era digital tanpa kehilangan jati dirinya sebagai hamba Allah yang taat.

Islam kafah telah terbukti sebagai sistem yang paripurna. Ia tidak hanya mengatur ibadah dan akhlak individu, tetapi juga urusan publik, termasuk dalam hal perlindungan siber. Karena itu, sudah seharusnya umat Islam meninggalkan sistem kapitalisme yang penuh kebobrokan dan beralih pada sistem Islam yang diridai Allah Swt. Dengan menerapkan syariat secara menyeluruh di bawah naungan Khilafah, umat akan mendapatkan perlindungan hakiki—tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: