Headlines
Loading...
Tunjangan Guru Dicoret, Cermin Buram Prioritas Negeri

Tunjangan Guru Dicoret, Cermin Buram Prioritas Negeri


Oleh. Lilis Hy
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Pemerintah Provinsi Banten baru saja membuat keputusan yang bikin banyak orang geleng kepala: Tunjangan Tugas Tambahan (Tuta) bagi para guru dicoret dari APBD 2025. Di tengah harga kebutuhan yang semakin melonjak, justru tunjangan yang selama ini jadi penopang ekonomi guru malah dihapus. Wajar saja kalau banyak guru merasa kecewa, bahkan ada yang bersiap turun ke jalan untuk menyuarakan protes.

Sayangnya, ini bukan kejadian satu-satunya. Di berbagai daerah lain, nasib guru juga tak jauh berbeda. Yang jadi soal bukan hanya soal anggaran, tapi bagaimana negara memandang peran guru itu sendiri. Seandainya guru benar-benar dianggap sebagai tokoh kunci pembentuk masa depan bangsa, tentu kebijakan semacam ini tak akan pernah muncul.

Namun faktanya, guru masih diperlakukan sebatas tenaga kerja, bukan pembentuk peradaban. Maka, begitu anggaran diketatkan, tunjangan guru jadi salah satu yang pertama dikorbankan. Padahal, tanpa guru, tak ada dokter, insinyur, bahkan politisi yang duduk di parlemen hari ini.

Ironisnya, menurut laporan Kementerian Keuangan, alokasi belanja pegawai pada APBD 2025 masih cukup besar untuk pejabat dan birokrat, termasuk tunjangan kinerja dan fasilitas lainnya. Sementara itu, guru yang mendidik anak bangsa ini justru harus jungkir balik mencari tambahan penghasilan untuk sekadar bertahan hidup. Lalu, bagaimana guru bisa fokus mengajar kalau kebutuhan dasarnya saja tak terpenuhi?

Masalah Sistemik dalam Kapitalisme

Kita hidup dalam sistem ekonomi kapitalis, di mana negara lebih berperan sebagai regulator, bukan penanggung jawab kesejahteraan rakyat. Termasuk di dunia pendidikan. Negara mendorong peran swasta masuk, sehingga pendidikan dipandang sebagai komoditas, bukan kebutuhan pokok. Akibatnya, gaji dan tunjangan guru pun dianggap sebagai beban anggaran, bukan sebagai investasi jangka panjang.

Padahal, menurut laporan UNESCO tahun 2023, negara yang meningkatkan kesejahteraan guru mengalami peningkatan kualitas pendidikan secara signifikan dalam lima tahun. Namun logika kapitalisme tidak menilai hasil jangka panjang, yang dilihat hanyalah efisiensi dan laba.

Berbeda dengan kapitalisme, Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh negara. Guru pun diposisikan sebagai pilar utama pembangunan generasi. Artinya, menjamin kesejahteraan guru bukan sekadar pilihan, tapi kewajiban syar’i.

Islam Menjamin Kesejahteraan Guru

Dalam sistem Islam, negara memiliki sumber pemasukan yang kokoh dan tidak bergantung pada utang luar negeri atau pajak konsumtif, seperti dari pengelolaan harta milik umum, kharaj, fai, jizyah, dan lainnya. Dengan struktur pemasukan yang stabil dan adil, negara Islam mampu membiayai pendidikan secara penuh—termasuk menggaji guru dengan layak.

Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Al-Fatawa menyatakan bahwa, “Imam (penguasa) wajib menggaji para pengajar dan pendidik anak-anak kaum muslimin dari harta baitulmal, sebagaimana ia wajib menggaji para mujahid di medan perang.

Artinya, guru dalam sistem Islam bukan hanya dihormati secara simbolik, tetapi diberi jaminan kehidupan yang layak dari negara.

Dalam sejarah Islam, Khalifah Harun Al-Rasyid misalnya, mengalokasikan anggaran besar untuk pendidikan, bahkan guru dan ilmuwan mendapatkan gaji langsung dari baitulmal tanpa harus memungut biaya dari siswa. Sistem ini membuat pendidikan berkembang pesat dan menghasilkan generasi unggul dalam berbagai bidang—dari sains, filsafat, hingga ilmu syariah.

Saatnya Berubah

Kalau sistem yang sekarang berkali-kali gagal menjamin kesejahteraan guru, kita perlu mulai berpikir ulang: apakah sistem ini masih layak dipertahankan?

Tak cukup hanya menuntut perubahan kebijakan. Yang dibutuhkan adalah perubahan sistemik, agar pendidikan dan para pendidik tidak terus dikorbankan demi efisiensi anggaran yang tidak adil.

Hormatilah guru bukan hanya dengan kata-kata manis, tapi dengan kebijakan yang berpihak dan sistem yang mendukung. Karena dari merekalah masa depan bangsa ini dibentuk.

Sebagaimana sabda Rasulullah saw., ”Bukanlah termasuk umatku orang yang tidak menghormati orang yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak mengetahui hak para ulama." (HR Ahmad)

Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: