Oleh. Radiyah Ummu Ar-Rafa
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Dunia hanyalah sementara, tidak ada yang abadi di dunia ini. Dunia hanya tempat persinggahan dan bukan akhir dari tujuan perjalanan. Sungguh merugi, jika kita diperbudak dengan kesenangan dunia.
Ada pertemuan pasti ada perpisahan, ada kelahiran pasti ada kematian, ada yang berawal pasti ada yang berakhir. Begitulah kehidupan di dunia yang kelak semua akan kembali pada sang Ilahi.
Ibarat seorang musafir yang akan melakukan perjalanan, akan banyak hal yang harus dipersiapkan. Mulai dari persiapan bekal makanan atau minuman, pakaian, dan tentunya biaya. Persiapan fisik dan mental juga merupakan hal yang diprioritaskan. Yang namanya perjalanan, akan ada tempat tujuan yang akan dituju.
Tempat tujuan tersebut, bukanlah tujuan akhir dari perjalanannya, karena ia akan kembali ke tempat asalnya berada. Bahagia akan terasa, jika kita sudah tiba di tempat tujuan dengan selamat tanpa kekurangan sedikit pun.
Namun, aku mulai bertanya pada diriku sendiri, "Ya Allah, apa sebenarnya tujuan hidupku?" Mengapa hidupku seperti hampa tanpa makna?
Pertanyaan itu sering muncul dalam benakku, sampai akhirnya kutemukan jawaban pada saat aku memutuskan untuk hijrah, belajar Islam secara kafah. Saat itu, aku duduk di bangku kelas 3 SMA di tahun 2004.
Ada 3 pertanyaan mendasar yang seharusnya muncul dalam diri kita. Dari mana manusia berasal? Untuk apa manusia diciptakan? Mau ke mana manusia setelah kehidupan ini?
Alhamdulillah, satu per satu pertanyaan tersebut terurai dan akhirnya aku memahami jawaban yang benar. Jawaban yang sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal dan menentramkan jiwa.
Alam semesta, manusia dan hidup berasal dari Allah Swt., Zat yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur. Allah tidak hanya sekadar menciptakan tapi juga memberikan seperangkat aturan kehidupan yang wajib dilaksanakan.
Jika untuk bepergian saja kita sibuk mempersiapkannya, bagaimana dengan persiapan yang kita lakukan untuk kehidupan yang abadi, yaitu akhirat? Sudahkah kita bersungguh-sungguh dalam menyiapkan bekal untuk menghadap Allah? Apakah masih ada detik waktu yang terlewat tanpa amal saleh?
Maka, bersyukurlah jika sampai detik ini kita masih berada di jalan yang benar, jalan yang Allah rida, jalan yang Allah janjikan akan memberikan surga yang luasnya seluas langit dan bumi bagi hamba yang bertakwa.
Allah mengingatkan kita dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56:
ÙˆَÙ…َا Ø®َÙ„َÙ‚ْتُ الْجِÙ†َّ ÙˆَالْاِÙ†ْسَ اِÙ„َّا Ù„ِÙŠَعْبُدُÙˆْÙ†ِ
Artinya: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku".
Untuk apa kita diciptakan? Tentu hanya untuk beribadah kepada Allah Swt. sang pemilik langit dan bumi. Namun, ibadah itu luas maknanya bukan hanya salat, puasa, zakat, haji, nikah, talak, waris. Ibadah bisa mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari bangun tidur sampai bangun negara, bisa bernilai ibadah.
Islam adalah agama yang sempurna, mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah, seperti akidah, ibadah dan akhlak. Islam mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, seperti makanan, minuman, pakaian. Islam juga mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, pemerintah, sanksi dan uqubat.
Tidak ada tujuan lain bagi seorang hamba, selain hanya untuk beribadah kepada Allah. Dengan melaksanakan ibadah secara benar sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan dibarengi dengan niat yang ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena yang lainnya. Maka, rida Allah pun akan bisa kita raih.
Akan tetapi, bukanlah hal yang mudah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah Swt. Ada saja godaan, halangan dan rintangan. Seperti itulah yang kurasakan saat berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Ada saja onak dan cabaran yang menghiasi perjuangan dalam melakukan amal saleh dan berlomba-lomba dalam kebaikan.
Saat memutuskan untuk hijrah pada tahun 2004 yang silam, kurasakan nikmat hidup yang luar biasa. Ketenangan hidup pun kian terasa. Aku juga semakin percaya diri, tanpa harus merasa insecure dengan balutan jilbab dan kerudung yang menutupi tubuhku.
Bertahan dalam kebenaran memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Istikamah itu berat, tetapi sesungguhnya bisa kita lakukan dengan usaha, doa dan tawakal yang sungguh-sungguh kepada Zat yang Maha Mengabulkan.
Langit tidak selamanya mendung. Di balik kesedihan, ada tawa bahagia. Setiap kesulitan, pasti ada kemudahan. Itulah yang Allah janjikan pada hamba yang beriman. Keyakinan yang kuat akan pertolongan Allah harus selalu terpatri di sanubari.
Jangan lagi menjadikan dunia tujuan dari segalanya. Rida Allah tujuan di atas tujuan. Kelak, Allah akan memberikan ganjaran bagi orang-orang yang berserah diri kepada-Nya, dengan ganjaran surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, surga yang penuh kenikmatan, yang penuh dengan keindahan.
Bahkan, tidak pernah terbayangkan oleh manusia selama di dunia, betapa indah dan nikmatnya lautan surga. Kebahagiaan yang luar biasa, ketika kita bisa menatap wajah Allah Rabbul Izzati, yang telah menciptakan alam semesta, manusia dan hidup yang selalu kita rindukan.
Menatap wajah baginda Rasulullah Muhammad saw., manusia yang paling mulia, yang selalu kita harapkan syafaatnya. Menatap wajah para istri dan keluarga Rasulullah, sahabat, sahabiyah, para mujahid dan mujahidah yang hanya menjual dirinya pada Allah.
Sungguh merupakan kenikmatan dan kebahagiaan yang hakiki bagi seorang hamba Allah sebab yang menjadi tujuan tertinggi hanya mengharapkan rida dari Allah Swt.
Tanjung Morawa, 16 Juli 2025
Baca juga:

0 Comments: