Headlines
Loading...
Gaza Makin Menderita, Persatuan Umat Harus Segera

Gaza Makin Menderita, Persatuan Umat Harus Segera

Oleh. Alfiyah Karomah., STr. Kes
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Hal-hal mengerikan tentang Gaza yang berjuang di tengah genosida, masih terus tampak di layar televisi, media sosial, dan kanal berita mainstream. Bahkan, Gaza juga disinyalir menjadi tempat uji coba senjata. Israel dengan kejam terus menerus melancarkan aksi terornya pada penduduk Gaza. Di antaranya adalah dengan menahan bantuan masuk ke Gaza, terutama makanan, agar penduduk Gaza kelaparan hingga meninggal. Selain itu, mereka juga menetapkan titik pengembalian bantuan, lalu menjadikan masyarakat yang sudah berkumpul sebagai sasaran serangan.

Mirisnya, sekitar 20 orang tewas ketika terjadi insiden desak-desakan di pusat distribusi bantuan kemanusiaan di area Khan Younis, Jalur Gaza bagian selatan, pada Rabu (16/7). Parahnya, Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung Amerika Serikat (AS), menuduh para "penghasut" memiliki senjata di antara kerumunan warga sipil.

Tak berhenti di situ, rudal Israel kembali menyerang dan menelan korban sipil. Ada delapan warga Palestina, di antara mereka mayoritas anak-anak. Mereka hilang nyawa saat mengambil air di kamp pengungsi Nuseirat. dr. Ahmed Abu Saifan dari RS Al-Awda, mengatakan, bahwa ada 6 anak tewas dan 17 lainnya luka-luka dalam serangan yang menghantam titik distribusi air tersebut. Itu adalah titik distribusi air di tengah krisis air bersih yang makin parah di Gaza.

Beberapa jam setelah insiden tersebut, 12 warga lainnya meninggal dalam serangan di sebuah pasar di Kota Gaza, dokter senior Ahmad Qandil termasuk korban tersebut. Sampai berita ini dibuat, militer Israel belum memberikan pernyataannya atas serangan itu.

Sementara itu, perundingan gencatan senjata 60 hari yang dimediasi Amerika Serikat (AS )yang berlangsung di Doha, dilaporkan mengalami kebuntuan. Sumber diplomatik Palestina menyebutkan usulan Israel yang mempertahankan kontrol atas 40% wilayah Gaza, termasuk seluruh Rafah.(CNBC, 14-07- 2025)

Terbaru, tembakan tank militer Israel mengenai gereja di Gaza dan menewaskan 3 orang serta sejumlah orang luka. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan penyesalannya. Dilansir dari detikNews, Israel menyerang Gereja Keluarga Kudus di Kota Gaza. Gereja tersebut adalah satu-satunya rumah ibadah Katolik di wilayah itu.

Tanpa rasa bersalah, Netanyahu malah menyalahkan peluru nyasar atas korban tersebut. Selain 3 orang meninggal, sebanyak 10 orang lainnya juga dilaporkan terluka. Salah satu korbannya adalah pastor paroki, Pastor Gabriel Romanelli. Korban tak hanya muslim, bahkan warga beragama Katolik tak luput dari serangan. Berita ini dilansir AFP, Jumat (18-7-2025).

Pengkhianat Sejati

Semua setuju, bahwa penghilangan etnis di Gaza Palestina sungguh di luar batas kemanusiaan. Tapi yang membuat hati perih, justru pemimpin negeri muslim yang alih-alih membantu mengusir zionis, mereka malah bergandengan mesra dengannya.

Sebagian besar negara Arab termasuk Mesir, Qatar, dan Uni Emirat Arab (UEA), memilih tidak bereaksi secara terbuka. Pengkhianatan mereka makin terlihat nyata, ketika terjadi peristiwa perang Iran-Israel beberapa waktu lalu. Mesir yang memiliki perjanjian damai dengan Israel sejak 1979, hanya mengeluarkan pernyataan netral yang menyerukan “pengendalian diri” dari kedua belah pihak. Bahkan, ia menutup rapat-rapat pintu Rafah, satu-satunya akses untuk memasukan bantuan ke Gaza.

Bahkan, Mesir menggagalkan Gerakan Global March to Gaza, pada Juni 2025. Yakni, gerakan yang menghimpun ratusan kaum muslimin dari 80 negara yang akan berpawai menuju perbatasan Rafah dan Mesir. Bukannya diberi jalan, para aktivis itu justru ditangkap di Bandara Internasional Kairo.

Qatar, negara tersebut dikenal sebagai mediator dalam konflik Timur Tengah. Justru menolak untuk mengutuk Israel dan hanya menawarkan mediasi yang tidak membuahkan hasil yang berarti. Uni Emirat Arab, juga menormalisasi hubungan dengan Israel melalui perjanjian Abraham 2020. Bahkan, menyambut gencatan senjata yang dimediasi AS pada 24 Juni 2025, tanpa menyebut agresi Israel terhadap Palestina atau Iran.

Ini mempertegas, bahwa hari ini Islam bukan lagi aturan yang wajib diterapkan dalam kehidupan bagi penguasa muslim. Mereka menolak menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan, sebagai ideologi yang menata semua aspek kehidupan, termasuk hubungan politik luar negeri.

Umat Harus Sadar

Pada titik ini, umat harus sadar jika agama Islam dikebiri sebatas ritual ibadah dan moral. Semenjak runtuhnya Khilafah pada 3 Maret 1924, tidak ada lagi institusi politik yang menjalankan ideologi Islam. Para penguasa muslim hanya menjadikan Islam sebagai ibadah dan moralitas, kalaupun diterapkan hanya sebatas aspek hukum seperti pidana dan keluarga dalam skala yang terbatas.

Gambaran Islam sebagai mabda/ideologi, tidak terbayang di benak umat. Lebih sulit lagi membayangkan bentuk dan aktivitas negara Islam.

Pada permasalahan Gaza saja, umat menyerukan persatuan Islam tapi kesulitan mendapatkan gambaran konkretnya. Ujungnya Islam pun hanya jadi jargon dan slogan penyemangat.

Karena itu, umat membutuhkan konstruksi yang benar tentang Islam. Sehingga, umat memahami Islam sebagai ideologi. Islam sebagai sistem kehidupan yang sempurna tanpa cacat. Inilah yang telah difirmankan oleh Allah Swt.:

 
اَÙ„ْÙŠَÙˆْÙ…َ اَÙƒْÙ…َÙ„ْتُ Ù„َÙƒُÙ…ْ دِÙŠْÙ†َÙƒُÙ…ْ ÙˆَاَتْÙ…َÙ…ْتُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ Ù†ِعْÙ…َتِÙŠْ ÙˆَرَضِÙŠْتُ Ù„َÙƒُÙ…ُ الْاِسْÙ„َامَ دِÙŠْÙ†ًا


Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.” (TQS Al-Maidah [5]:3)

Bila umat menghendaki kondisi yang lebih baik, terutama pembebasan Al-Aqsha. Menghilangkan segala bentuk penjajahan dan penindasan di wilayah Gaza dan juga belahan bumi yang lain. Maka, langkah awal yang musti dilakukan adalah memahami Islam sebagai Ideologi yang sempurna. Sebuah cara pandang yang dapat memecahkan berbagai persoalan kehidupan.

Andaikata kondisi ini terjadi, umat akan mengalami lompatan peradaban yang besar. Mereka tidak akan lagi terpuruk seperti hari ini. Yakni, era di mana umat kebingungan mencari jawaban atas berbagai kondisi buruk yang menimpa mereka. Hal itu, tidak akan lagi terjadi jika umat membumikan Islam sebagai Ideologi.

Pada saat itu, umat akan bergerak melawan imperialisme dalam segala bentuknya, ekonomi, sosial, politik, dsb.. Umat juga akan paham bahwa lembaga-lembaga internasional semacam PBB adalah perpanjangan tangan penjajah untuk melancarkan kepentingannya di dunia. Umt juga tidak akan mau tunduk pada berbagai macam aturan internasional  karena itu hanyalah alat untuk menghegemoni.

Tugas para pengemban dakwah adalah senantiasa menyadarkan umat akan tinggi dan mulianya Islam. Ia harus senantiasa istiqomah dan terus waspada akan adanya bahaya yang mengancam dakwah mereka, baik bahaya kelas maupun bahaya ideologi.

Mereka harus yakin satu-satunya yang membawa penyelesaian segala permasalahan umat, adalah thariqah dakwah Rasulullah. Inilah yang akan menghantarkan kemenangan umat Islam termasuk mengusir penjajah zionis dari bumi Palestina. Wallahualam bissawab. [US]

Baca juga:

0 Comments: