Headlines
Loading...

Oleh. N.S. Rahayu
(Pengamat Sosial)

SSCQMedia.Com—Miris! Satu kata kekhawatiran dari masyarakat saat menyaksikan kriminalitas dilakukan oleh anak-anak di usia sekolah. Di mana letak pendidikan keluarga, di mana peran sekolah, bagaimana hal ini bisa terjadi, kan ada hukum? Beragam pertanyaan dalam benak masyarakat tidak pernah menemukan jawaban yang bisa menyelesaikan permasalahan ini. Semua saling tuding menyalahkan satu dan lainnya. Dari dulu sampai sekarang.

Masyarakat makin resah, hampir tiap hari perundungan terjadi, baik korban dan pelakunya masih anak-anak semua.
Dilansir dari cnnindonsia.com, 26/06/2025, seorang anak berusia 13 tahun diceburkan ke dalam sebuah sumur sedalam 3 meter di kampung Sadang Sukaasih, Desa Bumiwangi, Kecamatan Ciparay, Bandung oleh 3 orang temannya yang berumur 12, 13, dan seorang dewasa berumur 20 tahun gara-gara awalnya menolak untuk minum tuak dan merokok.

Juga terjadi perundungan pada seorang anak berumur 10 di wilayah pondok Gede, Kota Bekasi yang dilakukan oleh 4 orang temannya hingga pergeseran tulang bahu. Korban biasa dipalak oleh para pelaku, karena menuruti ibunya untuk menolak dipalak, maka korban dipukuli. (Tempo.co, 12/06/2025).

Kasus Perundungan Bak Gunung Es

Banyak kasus perundungan serupa, tiap tahun bukannya berkurang, justru makin bertambah dan beragam cara dan bentuknya. Hanya beberapa kasus perundungan yang bisa terangkat ke media karena adanya pelaporan, padahal hampir di setiap tempat perundungan itu ada, tidak terekspos, bahkan ada yang sampa pada kehilangan jiwa. Kasus perundungan bak gunung es di lautan, nampak kecil di permukaan makin besar di dalamnya.

Hal ini menunjukkan rusaknya moral dan akhlak anak-anak. Penggunaan tuak yang merupakan minuman haram dan adanya kekerasan oleh anak. Anak-anak yang masih berseragam sudah melakukan tindak kriminalitas, bagaimana kemudian dengan masa depannya kelak. Padahal di pundak mereka ujung tombak peradaban diemban. Mau dibawa ke mana peradaban ke depan, jika perilaku mereka buruk.

Sementara karena pelakunya dianggap masih anak-anak dan belum bisa dikenai hukum pidana, karena usia dewasa adalah 20 tahun atau sudah menikah, maka kasus-kasus perundungan anak akan selesai dengan jalan perdamaian antar keluarga. Gagalnya regulasi dan lemahnya sistem sanksi, seakan makin memuluskan tindak perundungan. Tidak ada efek jera, sekaligus menunjukkan bukti kegagalan sistem Pendidikan saat ini.

Bukan tanpa sebab semua terjadi, kerusakan yang terjadi adalah buah buruk penerapan sistem kehidupan yang sekuler kapitalistik dalam semua aspek kehidupan. Kehidupan dijauhkan dari nilai-nilai agama, manusia mengatur kehidupannya sendiri  tanpa batas benar dan salah. Makin rusaklah tatanan kehidupan. Jika tidak ingin makin rusak, jangan teruskan sistem rusak ini. Dibutuhkan sistem dengan perubahan yang mendasar dan menyeluruh, tidak cukup dengan menyusun regulasi atau sanksi yang memberatkan, namun juga pada paradigma kehidupan yang diemban oleh negara.

Metode Islam dalam Mengatasi Perundungan

Islam adalah sistem kehidupan yang diturunkan Allah untuk umat manusia. Aturan yang diterapkan adalah aturan dari Sang Pencipta yang memahami kebutuhan manusia. Semua permasalahan yang ada bisa diselesaikan dengan aturan Islam secara adil dan manusiawi.

Perundungan dalam Islam dihukumi  sebagai perbuatan yang haram dilakukan, baik secara verbal, apalagi fisik, bahkan dengan penggunaan barang haram. Semua perbuatan itu akan dimintai pertanggungjawaban.

Islam menjadikan baligh sebagai batas mulai mempertanggungjawabkan perbuatannya sebagai seorang manusia. Hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib menunjukkan hal itu,
"Diangkat pena (pertanggungjawaban) dari tiga orang: orang tidur hingga ia bangun, anak-anak hingga ia ihtilam (mimpi basah), dan orang gila hingga ia sembuh." Hadis ini secara jelas menyebutkan ihtilam sebagai penanda baligh dan awal mula pertanggungjawaban.

Batasan terkena sanksi hukum adalah baligh, bukan seperti batasan anak dalam pandangan kapitalisme saat ini, di mana anak yang belum berusia 20 tahun atau belum menikah masih termasuk anak-anak, sehingga belum bisa dikenai sanksi hukum.

Islam menjadikan sistem pendidikan yang berasas akidah Islam memberikan bekal untuk menyiapkan anak mukallaf pada saat baligh. Pendidikan ini menjadi tanggung jawab bersama, baik dari sisi keluarga, masyarakat, dan negara sebagai pihak yang paling bertanggungjawab dalam menyusun kurikulum pendidikan dalam semua level. Bahkan Pendidikan dalam keluarga pun negara memiliki kurikulumnya. Semua untuk mewujudkan generasi yang memiliki kepribadian Islam, generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami.

Demikian juga dengan sistem sanksi yang diterapkan negara sesuai dengan jarimah/kriminalitas yang dilakukan. Ada uqubat (sanksi hukuman atas kejahatan yang dilakukan manusia) yaitu sanksi hukum yang memiliki efek jera sekaligus penebus dosa. Hukum yang tegak berdasarkan syariat Islam, bukan hanya menyelesaikan masalah perundungan saja, bahkan bentuk-bentuk kriminalitas yang lainnya, bisa diselesaikan dalam sistem Islam dan adil bagi siapa pun. []

Baca juga:

0 Comments: