Headlines
Loading...
Korupsi Makin Menjadi, Indonesia Butuh Solusi Hakiki

Korupsi Makin Menjadi, Indonesia Butuh Solusi Hakiki

Oleh. Resti Ummu Faeyza
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Indonesia masih diwarnai dengan pemberitaan kasus-kasus korupsi, mulai dari yang bernilai kecil hingga triliunan rupiah. Korupsi seakan sudah menjadi hal yang lumrah, sesuatu yang merupakan rahasia umum dalam setiap proses birokrasi di negeri ini. Bahkan, sepanjang semester I tahun 2025, terdapat beberapa kasus korupsi yang menjadi sorotan, di antaranya kasus di Pertamina, LPEI, dan Bank Jatim.

Belum lagi jika kita mendata kasus-kasus korupsi di setiap wilayah maupun instansi-instansi yang lebih kecil, jelas akan terlihat jumlahnya yang sangat banyak. Sebagai contoh, sejak Januari hingga Juni 2025, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh menangani sebanyak 37 kasus korupsi. Jumlah tersebut baru muncul di satu wilayah provinsi, belum termasuk wilayah lainnya. Sungguh menyesakkan dada, perilaku korup dan siap menyuap—yang sejatinya adalah perilaku zalim dan mengkhianati rakyat—justru terjadi secara sistemik dan tampak biasa-biasa saja.

Yang terbaru, adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK di daerah Mandailing Natal, Sumatera Utara, terkait dua kasus yang berbeda. Yaitu, kasus terkait proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, dan kedua, proyek di Satker PJN Wilayah I Sumatera Utara. Kedua proyek tersebut memiliki nilai sebesar Rp231,8 miliar (kumparan.com, 4/7/2025).

Memang sangat ironis. Kasus-kasus korupsi bernilai luar biasa muncul di saat negeri ini sedang mengalami ketidakstabilan ekonomi dan adanya upaya efisiensi anggaran yang menyebabkan menurunnya kualitas dan kuantitas pelayanan kepada masyarakat, termasuk di bidang-bidang kebijakan strategis seperti penonaktifan PBI, pengurangan tukin guru, dana bansos, dana riset, militer, dan lain-lain.

Indonesia, sekalipun sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam, nyatanya tingkat kemiskinan rakyatnya justru terbilang tinggi. Dengan paradigma negara yang bersandar pada sistem kapitalistik, sekuler, dan neoliberalisme, kekayaan yang ada hanyalah menjadi bancakan bagi para petinggi negara. Belum lagi politik demokrasi yang diemban, faktanya hanya melahirkan politik transaksional yang mengakibatkan tumbuh suburnya perilaku korup.

Tidak ada rasa takut dari para pemangku jabatan, disebabkan oleh tertanamnya paham sekularisme yang memisahkan urusan pahala dan dosa dari kehidupan. Tidak ada rasa bersalah atas kelalaian dalam memelihara urusan rakyat. Sehingga, tidak dapat dimungkiri, semakin hari semakin jauh harapan rakyat dari kehidupan yang adil dan sejahtera.

Lain halnya dengan Islam. Sistem politik Islam dikawal sepenuhnya oleh asas kesadaran manusia akan adanya hubungan antara setiap perilaku mereka dengan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Setiap kebijakan maupun perilaku para pemimpin akan selalu berkaitan dengan pahala dan dosa dari Sang Pencipta. Hukum-hukum yang diterapkan bukanlah hukum yang bersandar pada keinginan dan kepentingan manusia, melainkan hukum yang langsung diturunkan oleh Allah: syari'ah Islamiah.

Saat ini, Indonesia membutuhkan solusi hakiki yang mampu menghempaskan seluruh kezaliman. Oleh sebab itu, bukanlah sebuah khayalan saat kaum Muslimin berbicara tentang sejarah kejayaan Islam. Sesungguhnya kesejahteraan dan keadilan yang hadir pada masa itu bukanlah sesuatu yang mustahil untuk kembali kita rasakan. Maraknya kasus korupsi yang menggurita tentu akan dapat dihentikan dengan menanamkan akidah Islam, menghapuskan paham-paham sekuler kapitalis, dan yang paling utama adalah hadirnya tanggung jawab yang kokoh dari negara—yang tentu saja bukan negara dengan sistem politik demokrasi, melainkan negara yang berlandaskan hukum-hukum Islam di dalamnya.

Wallahu a‘lam. []

Baca juga:

0 Comments: