Headlines
Loading...
Skandal Korupsi Bank Plat Merah, Indikator Adanya Wabah Korupsi?

Skandal Korupsi Bank Plat Merah, Indikator Adanya Wabah Korupsi?

Oleh. Ummu Ahtar
(Komunitas Setajam Pena)

SSCQMedia.Com—Publik dibuat marah atas kasus korupsi alat pengadaan Electronic Data Capture (EDC) di bank pelat merah. Kerugiannya mencapai  hingga Rp2,1 triliun. KPK belum mempublikasikan 13 orang terduga pelaku korupsi tersebut. Sehingga untuk memperlancar penyelidikan, melarang 13 orang terduga pelaku korupsi untuk berpergian ke luar negeri. (beritasatu.com, 30/06/2025)

Sebelumnya, KPK juga melakukan penggeledahan di lokasi berbeda di kawasan Sudirman dan Gatot Subroto, Jakarta. KPK telah mengamankan sejumlah bukti serta 1 saksi (CBH). Dia dalah wakil direktur di bank plat merah itu.

Merebaknya kasus korupsi yang menjerat Institusi publik dan perbankan milik negara, memberikan fakta negatif akan kinerja di lingkungan pemerintah. Bahkan masih banyak kasus lainnya yang melibatkan penjabat tinggi maupun elite politik justru masih menggantung di ranah hukum. Ibaratnya penuh akan sandiwara dan tarik ulur kepentingan. Sungguh apakah praktek korupsi akan terus ada?

Korupsi Masih Ada

Praktik korupsi masih ada. Skandal bank pelat merah ini membuktikan akan sanksi atau hukuman yang diterima oleh pelaku tidak membuat jera pelaku-pelaku baru. Sungguh biadab, aparat pemerintah yang selayaknya sebagai kepercayaan masyarakat justru memanipulasi kekuasaan demi keuntungan mereka. Padahal semua ini terjadi ketika pemerintah memberikan narasi akan efisiensi anggaran negara.

Demi menekan defisit, berbagai pemangkasan anggaran dilakukan. Pemerintah menonaktifkan jutaan iuran peserta PBI yakni jaminan kesehatan nasional, memotong tunjangan kinerja guru, memangkas dana Bansos, menunda pencairan dana riset, dan inovasi, serta  alokasi untuk pertahanan dan keamanan negara. Sektor-sektor yang seharusnya menjamin kesejahteraan rakyatnya justru dipersempit bahkan ditiadakan karena dianggap kurang penting bagi mereka.

Sangat jelas praktek manipulasi kekuasaan sangat merugikan rakyat. Kebocoran anggaran akibat korupsi terus dibiarkan. Bahkan sebaliknya adanya kenaikan pajak serta biaya hidup masyarakat menjadi alasan akan solusi penambahan anggaran.

Bagaimana bisa pemerintah meyakinkan publik untuk hidup hemat dan bersabar,  sementara uang rakyat dimanipulasi demi keuntungan para koruptor?

Perilaku koruptif yang terjadi di ranah pemerintahan  menjadi bukti nyata kegagalan sistem. Dalam situasi seperti ini rakyat tidak hanya dirugikan secara materi melainkan moral juga. Sikap skeptis pada lembaga pemerintah serta hukum yang diterapkan oleh negara makin meluas. Maka, persoalan korupsi bukan hanya soal kejahatan ekonomi, tapi juga penghancuran sistemik terhadap fondasi keadilan.

Sistem Salah, Apakah sebagai Pemicu?

Adanya praktik korupsi, manipulasi kekuasaan atau jabatan mudah dilakukan di lingkungan pemerintahan membuktikan bahwa sistem yang diterapkan di negeri ini salah. Berbagai kebijakan yang mudah diubah, sanksi hukum yang tidak menjerakan, serta hukum tumpul bagi para kapital (pemilik modal). Inilah watak sistem yang mendewakan para kapital atau pemilik modal. Sebagaimana yang ber-uang banyak, bisa mengatur kebijakan serta membolak-balikkan fakta.

Sistem Kapitalisme adalah sistem yang berasas materi. Sistem ini tidak menjadikan agama sebagai pengatur kehidupan. Sehingga banyak kebijakan-kebijakan yang diterapkan banyak terjadi penyelewengan kekuasaan. Sebagaimana para pelaku-pelaku memanipulasi kekuasaan atau jabatan demi keuntungan materi belaka.

Terlihat jelas bahwa negara yang menganut sistem Kapitalisme rawan terjadinya tindak-pidana kriminal baik di ranah pemerintahan hingga di berbagai sektor kehidupan. Karena pada dasarnya semua aktivitas hanya dinilai materi atau keuntungan. Jika terjadi manipulasi kekuasaan atau jabatan adalah hal lumrah. Sebagaimana praktiknya, orang yang ber-uang uang berkuasa mengatur.

Mustahil mengedepankan kepentingan rakyat, sistem Kapitalisme yang dijalankan justru menyuburkan praktek politik transaksional. Di mana kekuasaan hanya menjadi alat tukar antara para penjabat dan pemilik modal. Amanah kepemimpinan kehilangan maknanya. Karena tergadai dengan kepentingan jangka pendek yang menjadi kepentingan pribadi atau golongan.

Inilah bahayanya jika sistem Kapitalisme diterapkan. Karena jika akan terus diterapkan maka korupsi akan terus mewabah hingga di berbagai sektor. Tidak hanya itu, muncul kriminalitas serta tidak pidana lainnya. Sehingga orang yang alim pun akan ikut arus karena keterpaksaan untuk bertahan hidup. Oleh karena itu sistem ini harus diganti dengan sistem yang lebih baik sehingga akan terwujud masyarakat yang adil dan sejahtera.

Islam dalam Mengelola Negara

Dalam Islam, paradigma kepemimpinan berasas akidah Islam.  Aturan kehidupan diatur oleh hukum syariat Islam yang ada dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah. Kekuasaan adalah amanat yang besar yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan manusia dan Allah Swt. Sehingga para pengemban kekuasaan jika melanggar, akan berdosa hingga mendapatkan hukuman yang berat.

Kekuasaan ditujukan untuk menjamin pelaksanaan syariat Islam secara sempurna dalam kehidupan. Kehidupan masyarakat dibangun di atas syariat Islam dengan praktik amar ma'ruf nahi munkar sebagai pilar utama dalam menjaga ketertiban dan keadilan. Alhasil terwujudnya masyarakat yang adil, sejahtera, dan martabat. Tidak hanya secara material, tetapi juga ruhiyah dan sosial.

Sesungguhnya hukum Allah tidak hanya menjadi pedoman ruhiyah tetapi juga landasan bagi sistem pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat. Kepemimpinan dalam Islam tidak dijalankan atas dasar kepentingan pribadi ataupun golongan. Melainkan untuk menegakkan keadilan dan menjaga maslahat seluruh rakyat. Islam memiliki perangkat aturan yang komprehensif dan integral. Jika diterapkan secara kaffah atau menyeluruh sistem mampu meminimalisir terjadinya pelanggaran. Seperti korupsi, penyalahgunaan jabatan, memanipulasi kekuasaan, dan bentuk-bentuk kezaliman lainnya.

Islam tidak hanya mengatur sanksi hukum secara tegas tetapi juga menanamkan ketakwaan individu, kontrol sosial, dan sistem pemerintahan yang bebas dari kepentingan kapitalistik. Pada saat yang sama, sistem Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat secara layak. Baik kebutuhan pokok, sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, maupun keamanan. Melalui Baitulmal, negara mengelola sumber daya alam yang adil dan sistem distribusi kekayaan yang tidak tumpang tindih. Dengan jaminan kesejahteraan ini, peluang terjadinya pelanggaran hukum dapat ditekan secara signifikan.

Islam melarang segala bentuk kerusakan dan juga menutup segala celah terjadinya kerusakan itu sendiri. Fakta sejarah juga telah membuktikan hal ini. Pada masa keemasan Islam ketika Khilafah Islamiah diterapkan secara utuh, masyarakat hidup dalam suasana yang bersih dari korupsi dan penyimpangan kekuasaan. Kepemimpinan dijalankan dengan amanah dan penuh tanggung jawab. Kesejahteraan merata dirasakan rakyat dan hukum ditegakkan secara adil tanpa pandang bulu. Inilah gambaran masyarakat ideal yang pernah terwujud dalam sejarah peradaban manusia. Itu hanya terjadi di bawah naungan sistem Islam yang kaffah yakni Khilafah Islamiah.

Wallahu'alam bisshawab. []

Baca juga:

0 Comments: