Headlines
Loading...
Sistem Islam: Solusi Kekerasan Anak dalam Keluarga

Sistem Islam: Solusi Kekerasan Anak dalam Keluarga

Oleh. Aqila Fahru
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Kekerasan seksual terhadap anak kembali terjadi di tanah air. Seorang anak gadis berusia 16 tahun menjadi korban pemerkosaan bergilir selama empat hari berturut-turut. Peristiwa tragis ini terjadi di kota Cianjur, Jawa Barat. Tindakan ini menyebabkan trauma yang mendalam bagi korban, korban kemudian melaporkan kejadian ini kepada pihak kepolisian setempat dan polisi pun segera menangkap 10 pelaku yang terlibat dalam tindakan kriminal ini. Dua pelaku lainnya masih berstatus buronan dan telah masuk kedalam daftar pencarian orang.

Habiburokhman, selaku Ketua Komisi III DPR RI menyampaikan kecaman keras kepada para pelaku kekerasan tersebut dan menegaskan bahwa kekerasan seksual terhadap anak merupakan sebuah kejahatan yang luar biasa dan tidak dapat ditolerir. Habiburokhman menambahkan bahwa seharusnya para pelaku dijatuhi hukuman yang sesuai dengan pasal 81 ayat 1 UU No.35 2014 tentang perlindungan anak, yaitu dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. Hingga saat ini Polres Cianjur masih melakukan pencarian terhadap dua pelaku yang masih menjadi buronan. Pihak kepolisian mengimbau mereka untuk segera menyerahkan diri dan mempertanggungjawabkan perbuatannya secara sah (news.detik.com, 14/07/2025).

Indonesia kembali diguncang oleh peristiwa memilukan: seorang remaja perempuan di Cianjur menjadi 6 kekerasan seksual oleh 12 pria selama empat hari. Peristiwa ini menyisakan pertanyaan besar: mengapa tragedi seperti ini terus berulang, meski regulasi telah tersedia?

Kasus ini bukanlah anomali. Berbagai bentuk kekerasan terhadap anak, baik fisik, emosional, seksual, bahkan inses oleh anggota keluarga sendiri, kian mengemuka di tanah air. Kondisi ini mengindikasikan kegagalan sistemik dalam memastikan rumah tangga sebagai tempat yang aman dan mendidik. 

Jika kita telusuri akar masalahnya, terlihat bahwa banyak keluarga hidup di bawah tekanan berat—baik ekonomi, sosial, maupun spiritual. Ketika orang tua tak mampu mengelola emosi dan tidak memahami tanggung jawab pengasuhan, anak-lah yang akhirnya menjadi korban.

Sistem kehidupan sekuler yang dianut saat ini telah membatasi peran spiritual dalam mengatur kehidupan berkeluarga. Kapitalisme, yang menjadikan materi sebagai poros utama, menciptakan masyarakat yang kompetitif namun miskin empati. Orang tua yang frustrasi karena beban ekonomi, tekanan kerja, dan minimnya dukungan moral kerap melepaskan stresnya kepada anak—baik secara verbal, fisik, maupun seksual.

Media dan lingkungan sosial turut memperparah keadaan. Tayangan yang tidak mendidik, pola interaksi yang individualistis, serta lemahnya kontrol sosial dari masyarakat sekitar menjadikan kekerasan terhadap anak tak hanya terjadi, tapi juga tak tertangani. Walaupun Indonesia telah memiliki sejumlah Undang-Undang perlindungan anak, kenyataannya regulasi ini belum mampu mencegah maupun menuntaskan akar permasalahan. Mengapa? Karena pendekatan legal formal yang diambil lahir dari ruh sekuler, yang memisahkan antara nilai spiritual dan perilaku sosial.

Dalam kondisi seperti ini, Islam menghadirkan alternatif solusi yang menyeluruh. Islam bukan sekadar agama, melainkan sistem hidup yang terintegrasi—mengatur individu, keluarga, masyarakat, hingga negara. 

Dalam Islam, keluarga memiliki peran strategis sebagai benteng moral dan pendidikan pertama. Tanggung jawab orang tua terhadap anak bukan hanya biologis, tetapi juga spiritual dan sosial. Negara yang menerapkan hukum Islam secara kaffah tidak hanya menjadi penegak hukum, tetapi juga pembimbing masyarakat. Melalui sistem pendidikan dan informasi yang dikendalikan oleh negara, setiap individu akan dibekali dengan pemahaman yang komprehensif tentang peran mereka sebagai orang tua, anak, maupun anggota masyarakat. Edukasi tentang fungsi keluarga, nilai keimanan, dan tanggung jawab sosial dijalankan melalui kurikulum pendidikan, media massa yang bermoral, serta institusi sosial berbasis nilai Islam.

Lebih jauh, sistem Islam menjamin ketahanan keluarga melalui ketentuan hukum yang adil, tegas, dan preventif. Hukum hudud dan takzir tidak hanya memberikan efek jera, tetapi juga berfungsi sebagai pengingat agar masyarakat tidak melakukan pelanggaran moral. Dengan sistem yang menjunjung tinggi nilai spiritual dan kemaslahatan umat, hubungan antaranggota keluarga dan masyarakat akan lebih terikat oleh empati dan tanggung jawab bersama.

Anak-anak berhak hidup dalam lingkungan yang aman, penuh kasih, dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Dalam pandangan Islam, kebahagiaan bukan sekadar terpenuhinya kebutuhan fisik, tetapi juga terjaganya akal dan ruh melalui nilai iman dan taqwa. Karena itu, hanya sistem Islam yang diterapkan secara menyeluruh—yang menempatkan keluarga sebagai prioritas utama dalam membangun peradaban—yang mampu menutup celah terjadinya kekerasan terhadap anak, mulai dari akarnya. [Rn]

Baca juga:

0 Comments: