Headlines
Loading...
Bagai Ayam Mati di Lumbung Padi?

Bagai Ayam Mati di Lumbung Padi?

Oleh. Endang Mulyaningsih
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—"Bagai ayam mati di lumbung padi". Itulah peribahasa yang pantas untuk rakyat negeri ini. Betapa tidak, negeri ini adalah negeri agraris dengan sumber pangan melimpah, bahkan bisa menjadi lumbung pangan. Namun, rakyat justru kesulitan membeli beras di negerinya sendiri. 

Cadangan beras pemerintah (CBP) saat ini meraih capaian tertinggi dalam statistik nasional, yakni 4 juta ton. Namun, anehnya harga beras justru melonjak. Menurut Center of Economic Law and Studies (Celios), kondisi ini diduga karena adanya kebijakan distribusi yang tidak merata. Rantai pasok yang tidak efisien menyebabkan harga beras melampaui harga eceran tertinggi (HET) pada sejumlah zona wilayah. (tempo.co, 7-7-2025)

Kondisi fluktuatif harga beras ini sangat meresahkan masyarakat karena beras adalah bahan pokok utama. Harga beras yang tak menentu, apalagi terus naik tentu menyusahkan. Rakyat harus menganggarkan dana lebih untuk memenuhi kebutuhan akan beras sebagai bahan pangan sehari-hari.

Pemerintah mengambil solusi dengan mewajibkan Bulog menyerap hasil panen rakyat dalam jumlah besar. Namun, langkah ini tidak disertai dengan segera menggelontorkan kembali ke pasaran sehingga gabah yang beredar di masyarakat tidak mencukupi. Kondisi ini dimanfaatkan tengkulak nakal dan para pemilik modal untuk mengambil keuntungan dengan mempermainkan harga beras sesuka hatinya.

Akar Permasalahan

Pengaturan dan pengelolaan pemerintah yang seperti ini adalah model pengelolaan ala kapitalisme. Penguasa mengambil keputusan tidak berdasarkan kepentingan rakyatnya dan tidak dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Akan tetapi, penguasa justru mengeluarkan kebijakan dengan mengikuti instruksi para pemilik modal yang bermain di dalam negeri

Karena dalam sistem kapitalisme, beras dan semua bahan kebutuhan pokok masyarakat bukan menjadi barang yang merupakan hak rakyat yang harus dijamin oleh negara.

Barang yang merupakan kebutuhan pokok ini dianggap sebagai barang komoditas yang boleh diperjualbelikan dalam rangka memperoleh keuntungan yang besar.

Jadi hakikatnya, di sini posisi pemerintah hanya sebagian regulator semata, bukan sebagai pihak yang bertugas dalam rangka menyelesaikan urusan di rakyat nya. Padahal mereka dipilih oleh rakyat agar mereka menjalankan peran mengurus rakyat.

Solusi Islam

Sebagai agama yang sempurna, Islam memiliki aturan yang menyeluruh termasuk dalam hal pengelolaan bahan kebutuhan pokok yang menjadi kebutuhan masyarakatnya. Hal ini sejalan dengan ketentuan syariat yang mewajibkan negara untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya, termasuk dari sisi kebutuhan pangan.

Dalam rangka menjalankan fungsi riayahnya tersebut, negara mengelola secara langsung produksi, distribusi, dan penyediaan cadangan pangan dengan tidak menjadikannya sebagai barang komoditas. Pengaturan yang tepat ini akan memastikan kebutuhan pangan rakyat tercukupi dengan baik.

Untuk memenuhi kebutuhan pangan ini pemerintah juga menyediakan barang-barang yang akan mendukung dan mempermudah produksi pangan. Negara akan memberikan subsidi bibit, pupuk, peralatan semprot, dll agar produksi meningkat secara kualitas dan kuantitas.

Dalam distribusi di pasaran, pemerintah akan melakukan pengawasan sehingga barang bisa beredar merata di pasaran. Negara juga melarang adanya penimbunan barang yang dapat menyebabkan kelangkaan. Dalam Islam, menimbun barang adalah perbuatan yang haram sebagaimana sabda Rasulullah: “Siapa saja yang melakukan penimbunan, dia telah berbuat salah." (HR. Muslim)
Dengan pengaturan seperti ini, maka tidak akan terjadi lonjakan harga yang dipermainkan oleh pihak pemilik modal.

Terkait harga, maka negara harus menjaganya agar berjalan normal dan stabil tanpa melakukan intervensi seperti halnya mematok harga. Harga tetap diusahakan mengikuti mekanisme pasar yang sesuai dengan syariat Islam.

Demikianlah, Islam menjamin kebutuhan pangan rakyat sekaligus menghindari terjadinya lonjakan harga bahan pokok akibat permainan pemilik kapital. Pengelolaan ala kapitalisme jelas saja akan selalu menguntungkan para pemilik modal ketimbang menyokong kepentingan rakyat. Karena itu, sudah saatnya kita menerapkan sistem yang benar-benar memperhatikan dan mengatur urusan rakyat dengan baik, yakni Islam.

Dengan Islam yang diterapkan secara kaffah, rakyat akan terjamin kebutuhan pokok dan mendasarnya. Tidak akan ada rakyat negeri ini yang kelaparan, bahkan meregang nyawa karena tak mampu memenuhi pangannya. Seluruh rakyat akan tercukupi dengan bahan makanan yang tersedia melimpah. Bahkan, bahan melimpah tersebut mampu untuk menolong orang lain yang mengalami kekurangan.
Wallahu a'lamu bi showab. [My]

Baca juga:

0 Comments: