Headlines
Loading...

Oleh. Rosana Firdausi
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—"Mas Afif" demikian aku memanggil anak pertamaku. Anak pertama yang lahir dari rahimku, anak yang membuatku terus belajar menjadi seorang ibu, seseorang yang pertama kali memanggilku dengan sebutan "Mama".

Aku sangat bersyukur Allah Swt. memberikanku amanah seorang anak. Bagiku, dia adalah anak yang sangat penyayang, ini terlihat dari bagaimana dia memperlakukanku dengan lembut ketika aku sedang hamil. Dan saat berpergian, tanganku selalu digandengnya. Kasih sayangnya tidak hanya kepadaku tetapi juga kepada adik-adiknya. Dia juga anak yang patuh juga penurut kepada orang tua. Dari kecil sudah mau belajar salat. Alhamdulillah sampai sekarang jika waktunya salat, sudah paham apa yang harus dilakukan.

Tahun ajaran baru 2025-2026 merupakan tahun yang sedikit berat bagiku karena di tahun ini  anakku masuk ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu SMP. Di tahun ini untuk pertama kalinya aku ditinggalkan anak pertamaku untuk mencari ilmu. Dia harus tinggal di sebuah pondok pesantren di Malang. 

Memang, sebelum memutuskan untuk masuk ke pesantren aku sudah memberikan pemahaman tentang baik dan buruknya belajar di sana. Jika tidak mondok, maka akan ebih banyak mudharatnya. Apalagi hidup di zaman Kapitalisme seperti saat ini. 

Aku selalu menekankan kepada anakku bahwa tujuan hidup yang sesungguhnya adalah akhirat. Hidup ini hanya untuk Allah dan untuk menuju ke akhirat itu butuh yang namanya ilmu, apalagi ilmu agama. Kami sebagai orang tua memberikan pemahaman bahwa orang tuanya ini masih miskin ilmu, jadi pesantren adalah tempat yang tepat untuk mencari ilmu terutama ilmu agama.

Di pesantren juga diajari bagaimana seorang anak harus bisa mandiri saat jauh dari orang tua. Bukan karena kami lari dari tanggungjawab sebagai orang tua, tetapi inilah bentuk dari ikhtiar kami untuk menjadikan anak-anak kami menjadi generasi Rabbani,  generasi yang berakhlak mulia, yang selalu berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan as-Sunah,  yang selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Bukan karena kami tidak sayang kepadanya tetapi inilah bentuk dari rasa kasih sayang kami sebagai orang tua agar di kemudian hari tidak ada rasa penyesalan karena tidak paham tentang ilmu agama. 

Aku berkata pada anakku bahwa hidup itu adalah pilihan. Kita mau memilih ke kehidupan yang baik atau sebaliknya, kita mau berbuat baik atau sebaliknya. Kami sebagai orang tua sudah memfasilitasi dengan ikhtiar yang terbaik,  tinggal bagaimana seorang anak mempergunakan fasilitas itu dengan baik atau tidak. Ternyata setelah penjelasan panjang kali lebar dariku, dia memutuskan untuk tinggal di pondok pesantren.

Bagaimana rasanya ditinggal anak di pesantren? Jangan ditanya bagaimana rasanya ditinggal anak mondok. Subhanallah, rasanya separuh jiwaku hilang. Anak yang dari kecil aku timang-timang, tidak pernah berpisah sekalipun dengan orang tua, makan selalu bersama, tetapi saat ini harus tinggal di pondok pesantren. Rasa batin bergejolak.  Ada rasa sedih, khawatir, bimbang tetapi ada pula rasa bangga ketika dia sudah berani memutuskan untuk tinggal di pondok pesantren, demi mencari ilmu yang bermanfaat untuknya dan (insyaallah) untuk umat kelak.

Setiap malam datang, aku selalu menunggu kabar dari murabbinya di grup. Melihat fotonya saja, hati ini sudah berbunga-bunga. Terlihat dari fotonya,  bagaimana dia bisa menyiapkan segala sesuatunya sendiri tanpa bantuan ibunya, masyaallah berlinang air mata ini.  

Baru ditinggal lima hari, hati ini sudah memendam rindu untuknya. Ketika rasa rindu datang  yang membuatku jadi mellow, aku selalu kirimkan do'a untuknya. Aku ingat tujuan awal kami memondokkan anak, tujuan kami baik, tujuannya bukan hanya untuk kehidupan di dunia tetapi juga di akhirat.

Teruntuk separuh jiwaku, belajarlah di sana dengan sungguh-sungguh,  jadilah generasi Rabbani yang selalu taat kepada Allahmu, Nak. Gapailah mimpi indahmu dengan mencari ilmu agama. Libatkan Allah di dalam setiap lini kehidupanmu, Nak. Manfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya karena tidak semua anak bisa sepertimu. Apalagi saudara-saudara kita yang ada di Palestina, Nak. 

Mama titipkan kamu kepada Sang Penciptamu, Nak. Insyaallah Mama ikhlas kamu tinggal di pesantren.  Terus berjuang untuk masa depan dunia dan akhiratmu. Do'a kami akan terus bersamamu.

Ya Rabbku, iringilah setiap langkah anakku dengan keberkahan. Mudahkanlah Mas Rafif dalam belajar, cerahkan pikirannya, berikanlah pemahaman yang baik untuknya, lindungilah dari segala marabahaya, musibah dan dari orang-orang yang mau berbuat jahat kepadanya.

Hamba titipkan anak hamba kepada-Mu, ya Rabb. Hamba ikhlas dia belajar jauh dari hamba. Kabulkanlah, ya Rabb, do'a hambamu ini. Aamiin aamiin ya rabbal'alamiin. [ry]

Baca juga:

0 Comments: