Headlines
Loading...
Remaja Zaman Now: Maksiat Dulu, HIV Belakangan

Remaja Zaman Now: Maksiat Dulu, HIV Belakangan

Oleh. Rini Sulistiawati
(Pemerhati Generasi)

SSCQMedia.Com—Lonjakan kasus HIV di kalangan remaja bagaikan ledakan senyap, tak terdengar, tetapi menghancurkan. Di balik statistik yang beku, tersembunyi jeritan generasi yang kehilangan arah dan luka sosial yang menganga.  Di balik kemajuan zaman, mereka yang seharusnya tumbuh dalam semangat belajar dan menggapai masa depan, justru terperosok dalam jerat gaya hidup bebas yang menyesatkan.

Menurut unggahan resmi Kementerian Kesehatan di Instagram pada 19 Juni 2025, tercatat lebih dari 2.700 remaja Indonesia berusia 15–19 tahun hidup dengan HIV per Maret 2025. Tren peningkatan kasus HIV remaja bersumber dari perilaku seksual pranikah yang kian marak (Liputan6.com, 21-6-2025).

Survei Global School-Based Student Health Survey (GSHS) tahun 2023 yang dianalisis oleh Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN juga mengindikasikan bahwa siswa laki-laki lebih banyak melakukan hubungan seksual dibanding siswa perempuan. Sementara itu, paparan terhadap konten pornografi dan arus informasi vulgar di media sosial turut mempercepat kerusakan moral generasi muda. Peneliti BRIN, Andhika Ajie Baskoro, menyoroti bahwa pendidikan seksualitas yang ada saat ini masih kurang dalam mengangkat nilai-nilai, tanggung jawab, serta kesadaran moral secara menyeluruh.

Zina sebagai Akar Bencana

Lonjakan kasus HIV di kalangan remaja tidak semata-mata merupakan masalah kesehatan atau kurangnya edukasi seksual. Ia adalah puncak gunung es dari pola hidup bebas yang makin dilegalkan, bahkan dinormalisasi oleh sistem sekular hari ini. Dalam kacamata Islam, HIV bukan penyakit yang muncul secara tiba-tiba. Ia adalah buah pahit dari sebuah akar maksiat bernama zina, yang kini tumbuh subur dan bahkan dianggap bagian dari ekspresi kebebasan.

Allah Swt. telah mengingatkan secara tegas dalam firman-Nya yang artinya, "Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (TQS Al-Isra: 32). Peringatan ini bukan sekadar larangan atas satu perbuatan, melainkan penutupan seluruh jalan yang mengarah kepadanya: pergaulan bebas, pacaran, khalwat, tontonan porno, hingga budaya permisif yang menggoda syahwat remaja tanpa batas.

Sayangnya, sistem hidup sekuler-liberal yang menyingkirkan agama dari kehidupan publik justru membuka lebar pintu-pintu zina. Remaja dibiarkan larut dalam dunia hiburan, dibanjiri konten erotis dari media sosial, dan diberi ruang bergaul tanpa batas atas nama kebebasan dan ‘pendewasaan dini’. Tak heran jika akhirnya tubuh mereka menjadi korban, terkena penyakit menular seksual seperti HIV, yang sejatinya merupakan teguran Allah atas kebebasan yang kebablasan.

Rasulullah saw. bersabda: "Pandangan adalah panah beracun dari panah-panah iblis. Barang siapa yang menundukkan pandangannya karena Allah, niscaya Allah akan tanamkan kelezatan iman dalam hatinya." (HR. Al-Hakim). Hadis ini memperlihatkan bahwa pelindung utama dari godaan syahwat bukanlah edukasi seksual berbasis sains semata, melainkan iman yang menuntun pandangan, menjaga hati, dan mengarahkan perilaku.

Lebih dalam lagi, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menegaskan: “Zina adalah induk segala keburukan. Jika zina tersebar, maka kehormatan akan lenyap, penyakit akan menjalar, dan azab Allah akan turun.” Ini bukan kalimat puitis penuh ancaman, tapi analisis sosial yang faktual. Saat perzinaan merajalela, muncul generasi yang kehilangan tujuan hidup, martabat perempuan runtuh, anak-anak lahir tanpa sosok ayah yang bertanggung jawab, dan penyakit menular seperti HIV terus menyebar tanpa henti.

Maka, sangat keliru jika HIV hanya didekati dengan kampanye penggunaan kondom atau edukasi tentang alat kontrasepsi. Pendekatan ini justru menyuburkan akar masalahnya: zina yang dilegalkan. Sebaliknya, Islam menempuh pendekatan preventif dengan membangun sistem sosial berbasis akidah, menjaga interaksi laki-laki dan perempuan dalam koridor syariat, serta menjadikan keluarga dan negara sebagai penjaga moral masyarakat.

HIV pada remaja adalah alarm keras. Ia menandakan kegagalan sistem sekular dalam melindungi generasi muda. Hanya penerapan Islam secara menyeluruh yang mampu mengatasi masalah ini hingga ke akarnya, dari tingkat individu hingga tatanan masyarakat. Dengan Islam, remaja tak hanya diberi kesadaran medis, tapi juga dibangun kekuatan iman, ketundukan pada hukum Allah, dan suasana lingkungan yang menutup celah maksiat. Jika zina dicegah, maka HIV pun tak akan punya ruang untuk berkembang.

Islam Kaffah Solusi yang Menyeluruh dan Mendasar

Islam sebagai panduan hidup yang lengkap tidak sekadar melarang, tetapi juga memberikan jalan keluar, baik untuk mencegah maupun mengatasi masalah secara tuntas.


Solusi dimulai dari pendidikan akidah sejak dini, agar anak-anak memahami bahwa Allah Maha Melihat setiap gerak dan diam mereka. Kesadaran spiritual seperti ini jauh lebih kuat daripada sekadar takut pada penyakit.

Islam juga mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan dengan batasan-batasan tertentu guna menjaga kehormatan dan mencegah terjadinya fitnah. Aturan ini bersifat protektif, bukan represif. Dalam skala yang lebih luas, negara dalam sistem Islam bertugas menjaga moralitas publik, mengawasi media dari konten merusak, memberikan sanksi kepada pelaku zina, serta memastikan bahwa pendidikan bersandar pada nilai-nilai ilahiah.

Pendidikan seksual dalam perspektif Islam bukan merupakan hal yang tabu, melainkan bagian integral dari proses pembentukan karakter yang wajib diajarkan dengan pendekatan moral dan etika berdasarkan nilai-nilai syariat.
Islam tidak hanya mengajarkan fakta biologis, tetapi juga membimbing kesadaran sebagai hamba Allah yang bertanggung jawab atas tubuh dan kehormatannya.

Terakhir, keluarga, sekolah, dan masyarakat tidak bisa lepas tangan. Orang tua menjadi sahabat dan pendidik. Sekolah menanamkan nilai dan keimanan. Masyarakat sekitar ikut membantu menciptakan suasana yang mendorong orang-orang saling mengingatkan dalam kebaikan. Inilah bangunan sosial Islami yang kokoh, yang menjaga generasi dari kebinasaan.

Kembali kepada Islam Kafah

Gelombang HIV di kalangan remaja adalah alarm besar yang tidak boleh diabaikan. Ia adalah titik nazir, peringatan keras dari Allah bahwa sistem hidup sekuler telah gagal total menjaga generasi. Islam kafah hadir bukan sekadar untuk ibadah personal, tetapi sebagai sistem pendidikan, sosial, dan negara yang mencegah kehancuran moral sejak akarnya.

Dalam naungan Islam secara menyeluruh, generasi muda akan tumbuh dengan kekuatan iman, terlindungi dari berbagai godaan zaman, dan siap menjadi cahaya penerang bagi umat.

Wahai para pendidik, orang tua, ulama, dan pemangku kebijakan, jangan biarkan generasi ini terus menjadi korban dari sistem yang abai terhadap nilai dan akhlak. Mari kembali pada Islam sebagai jalan hidup yang benar. Bangun sistem kehidupan yang melindungi dan membimbing. Saatnya hijrah sistemik. Saatnya Islam memimpin kembali. Wallahualam bissawab. [ry].

Baca juga:

0 Comments: