Oleh. Ummu Fahhala, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)
SSCQMedia.Com—Perundungan anak masih terus terjadi. Bahkan, kasus-kasus yang muncul belakangan ini makin mengarah pada tindakan kriminal. Mirisnya, pelaku justru berasal dari kalangan sebaya, bahkan teman satu sekolah. Seorang siswa SMP di Bandung, mengalami pemukulan brutal, ditendang, hingga trauma berat. Orangtua korban melaporkan 11 pelaku ke pihak berwenang (Kompas.com, 10-6- 2023).
Tak berhenti di situ, kasus berikutnya , seorang anak dianiaya oleh teman-temannya hanya karena menolak minum tuak. Korban bahkan diceburkan ke dalam sumur. Fakta-fakta ini menyadarkan kita bahwa perundungan bukan sekadar masalah anak-anak. Ini sudah menjadi gejala sosial yang kronis dan sistemik (cnnindonesia.com, 26-6-2025). Para legislator meminta secara tegas untuk menindak tegas kasus-kasus serupa (RRI.co.id, 26-6- 2025).
Tulisan ini mencoba menyoroti betapa daruratnya perundungan anak di negeri ini. Perundungan mengakibatkan luka mental mendalam, tidak hanya soal luka fisik. Kasus yang terus bertambah tiap tahun membuktikan bahwa data yang terlapor hanyalah puncak gunung es. Banyak kasus lain yang tidak pernah terungkap. Ini menunjukkan bahwa sistem perlindungan anak masih rapuh. Butuh perubahan mendasar untuk menghentikan siklus ini.
Kegagalan Sistemik dalam Melindungi Anak
Banyak pihak menyalahkan kurangnya edukasi atau lemahnya sanksi. Namun, akar persoalannya lebih dalam. Kasus perundungan yang melibatkan kekerasan dan konsumsi tuak oleh anak SMP menunjukkan kerusakan sistemik. Perundungan ini bukan hanya soal pelanggaran moral, tapi juga hasil dari sistem kehidupan yang jauh dari nilai-nilai kebenaran. Sistem sekuler Kapitalistik menjauhkan manusia dari tanggung jawab kepada Sang Pencipta dan Pengatur dunia dan seisinya, Allah swt. Hasilnya, generasi tumbuh tanpa arah moral yang kuat.
Sistem pendidikan pun terbukti gagal menciptakan anak-anak yang berakhlak. Pendidikan hari ini fokus pada nilai akademis, bukan karakter. Kurikulum yang bebas dari nilai-nilai agama menjadikan anak-anak mudah terdorong melakukan kekerasan dan perundungan. Bahkan barang haram seperti tuak bisa dengan mudah mereka akses. Pendidikan pun sangat rusak terpengaruh sistem hidup yang sekular.
Islam Menyediakan Solusi Menyeluruh
Islam melarang segala bentuk perundungan, baik verbal maupun fisik. Allah berfirman yang artinya, “Janganlah satu kaum merendahkan kaum yang lain, boleh jadi mereka lebih baik dari mereka...” (TQS. Al-Hujurat: 11).
Rasulullah saw. bersabda, “Seorang Muslim adalah yang tidak menyakiti Muslim lainnya dengan lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Islam juga menetapkan usia baligh sebagai awal pertanggungjawaban amal. Sejak itu, setiap manusia memikul dosa dan pahala atas tindakannya sendiri. Untuk membentuk karakter anak sebelum mereka mukallaf, maka sangat peting untuk memberikan pendidikan Islam sejak dini. Islam menjadikan pondasi pendidikan berbasis akidah Islam. Pendidikan ini bukan hanya tanggung jawab keluarga, tetapi juga masyarakat dan negara.
Negara Bertanggung Jawab Membentuk Generasi Bertakwa
Negara dalam Islam memiliki peran sentral dalam membentuk generasi. Negara menyusun kurikulum berbasis akidah Islam yang menyentuh seluruh aspek, yakni adab, kepribadian Islam dan ilmu. Bahkan pendidikan dalam keluarga pun dibimbing oleh sistem yang terstruktur. Negara juga mengontrol informasi publik dan menetapkan sanksi tegas yang mendidik, bukan semata-mata menghukum.
Dengan sistem ini, anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang bersih dari kekerasan, perundungan, dan budaya permisif. Mereka akan tumbuh menjadi pribadi Islam yang kuat, sadar akan tanggung jawab hidupnya, dan peka terhadap sesama.
Penutup
Perundungan anak bukan sekadar kenakalan biasa. Ini adalah cermin kerusakan sistemik yang hanya bisa diperbaiki dengan perubahan menyeluruh. Islam hadir dengan sistem pendidikan, sanksi, dan nilai yang mampu mencegah dan menyelesaikan masalah ini dari akarnya. Saatnya negara dan masyarakat kembali melihat Islam sebagai solusi total, bukan sekadar wacana. Wallahualam bissawab. [ry].
Baca juga:

0 Comments: