Penghinaan terhadap Nabi Terulang, Buah Kebebasan ala Demokrasi
Oleh. Aqila Fahru
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Sebuah ilustrasi dari majalah satir Turki LeMan telah memicu kemarahan di tingkat nasional. Gambar yang menggambarkan dua sosok berjabat tangan di langit—yang oleh sebagian pihak dianggap menyerupai Nabi Muhammad dan Nabi Musa—menjadi sorotan tajam setelah muncul di tengah konflik panas antara Iran dan Israel. Banyak yang menilai karya tersebut sebagai sindiran terhadap penderitaan Muslim, namun pemerintah Turki melihatnya sebagai bentuk penistaan agama.
Presiden Recep Tayyip Erdogan menanggapi keras konten tersebut, menyebutnya sebagai "provokasi keji" dan simbol dari Islamofobia yang terus menguat. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak akan membiarkan simbol suci agama dipermainkan atas nama kebebasan berekspresi.
Sebagai bentuk penegakan hukum, aparat kepolisian menangkap empat kartunis dan staf editorial majalah LeMan, termasuk Dogan Pehlevan. Mereka dikenakan pasal terkait hasutan terhadap kebencian dan permusuhan antar kelompok, di tengah perdebatan publik mengenai batasan satire dan kebebasan pers.
Pihak redaksi LeMan membantah tuduhan bahwa ilustrasi tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan Nabi Muhammad. Menurut mereka, kartun itu merupakan kritik terhadap perang dan penderitaan umat Islam sebagai korban serangan Israel. Mereka juga menyerukan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi, terutama dalam ruang seni dan jurnalistik.
Di Istanbul, lebih dari 200 orang turun ke jalan memprotes majalah tersebut, meskipun ada larangan demonstrasi. Di sisi lain, organisasi masyarakat sipil menyatakan keprihatinan atas penangkapan para kartunis, menyebutnya sebagai bentuk represi terhadap media dan jurnalis. Turki saat ini berada di peringkat ke-158 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers versi Reporters Without Borders, menandakan iklim kebebasan media yang masih penuh tantangan (cnbcindonesia.com, 5/7/2025).
Penerbitan ilustrasi oleh majalah satire LeMan yang dinilai menghina sosok Nabi telah memicu kemarahan luas di kalangan masyarakat Turki. Meskipun pihak redaksi membantah tudingan tersebut dan proses penangkapan telah berlangsung, sebagian besar publik tetap menunjukkan penolakan keras terhadap konten tersebut.
Fenomena semacam ini kembali memperlihatkan bagaimana konsep kebebasan berekspresi kerap digunakan sebagai alat untuk menyerang ajaran Islam. Kebencian terhadap umat Islam tampaknya mendorong pihak-pihak tertentu untuk menormalisasi penghinaan melalui berbagai media, termasuk karikatur, dengan dalih kebebasan demokratis.
Peradaban Islam sendiri dibangun di atas asas akidah yang murni—akidah Islam—dan bukan bertumpu pada kepentingan materi maupun tuntutan kebebasan yang tak terbatas. Wujud nyata dari peradaban tersebut tercermin dalam institusi Khilafah Islamiyyah yang menyelenggarakan kehidupan masyarakat berdasarkan nilai-nilai syariah.
Islam memiliki perangkat sistem yang komprehensif untuk menjaga kemuliaan ajarannya, salah satunya melalui penerapan aturan oleh negara yang berlandaskan syariat Islam. Sepanjang sejarah, sistem ini telah terbukti mampu menjaga kehormatan umat, dan pengakuan terhadap hal tersebut pun datang dari sejumlah sejarawan Barat yang objektif.
Di samping itu, Islam juga menetapkan sanksi yang jelas dan tegas terhadap tindakan penghinaan kepada Nabi Muhammad saw. Syariat memberikan ketentuan rinci terkait bentuk penghinaan, baik secara eksplisit maupun melalui pernyataan yang bersifat ambigu, dan berlaku bagi siapa pun pelakunya—baik dari kalangan non-muslim maupun muslim. [Hz]
Baca juga:

0 Comments: