Headlines
Loading...
Oxycodone di Balik Tepung Bantuan, Genosida Terselubung di Gaza

Oxycodone di Balik Tepung Bantuan, Genosida Terselubung di Gaza

Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Aktivis Muslimah Semarang)

SSCQMedia.Com—Blokade Israel selama lebih dari dua bulan telah memperparah kehidupan penduduk Gaza.  Salah satu upaya bantuan yang sampai saat ini dilakukan adalah oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza (Gaza Humanitarian Foundation atau GHF) yang didukung AS dan Israel, mendistribusikan bantuan makanan, termasuk tepung, sejak 26 Mei.

Namun, tepung bantuan tersebut ternyata tercemar oleh zat adiktif yang sangat berbahaya, yakni oxycodone, sebuah opioid yang memiliki potensi adiktif yang tinggi. Menurut penjelasan Omar Hamad, seorang apoteker lokal di Gaza, terdapat dugaan kuat bahwa kontaminasi opioid dalam tepung bantuan tersebut bukanlah suatu insiden alami atau kebetulan semata. Sebaliknya, ia meyakini bahwa pihak Israel dengan sengaja mencampurkan zat tersebut ke dalam pasokan pangan yang didistribusikan kepada warga sipil Gaza. (detik.com/internasional, 29/06/2025).

Apabila dugaan ini terbukti benar, maka tindakan tersebut merupakan manifestasi kejahatan yang terencana dan sistematis. Hal ini bukan semata ancaman terhadap hak asasi dasar akan ketersediaan pangan yang layak, melainkan juga serangan terselubung yang dapat mengancam kesehatan fisik dan mental penduduk Gaza,  yang sudah berada dalam kondisi rentan dan tertekan akibat blokade serta agresi militer yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

Kejahatan kemanusiaan berupa pencemaran bantuan makanan ini jelas melanggar hukum internasional, khususnya hukum humaniter internasional dan berbagai konvensi hak asasi manusia (HAM) yang mengatur perlindungan warga sipil dalam situasi konflik bersenjata. Konvensi Jenewa, misalnya, melarang segala bentuk perlakuan yang membahayakan kesehatan dan keselamatan penduduk sipil, termasuk penggunaan bantuan kemanusiaan sebagai alat penindasan.

Namun ironisnya, dunia internasional termasuk organisasi-organisasi internasional terkemuka seperti PBB dan badan kemanusiaan lain belum menunjukkan sikap yang tegas dan konkret dalam menanggapi isu ini. Mereka lebih banyak mengeluarkan kecaman dan kutukan formal tanpa diikuti oleh tindakan nyata berupa tekanan politik atau sanksi ekonomi yang kuat terhadap Israel agar menghentikan blokade dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi.

Ketidakefektifan dunia internasional dalam menegakkan keadilan terhadap pelanggaran di Palestina tidak terlepas dari peran dan pengaruh dominan Amerika Serikat, yang memiliki hubungan bilateral yang sangat dekat dengan Israel. Sebagai negara adikuasa dengan pengaruh politik dan ekonomi yang sangat besar, AS memiliki kapasitas yang luas untuk mempengaruhi keputusan dan kebijakan PBB. Terlebih adanya ketergantungan keuangan PBB pada kontribusi dana dari Amerika Serikat membuat PBB kesulitan untuk bertindak secara netral dan tegas.

AS seringkali menggunakan hak veto yang dimilikinya sebagai anggota tetap Dewan Keamanan untuk memblokir resolusi-resolusi yang dirancang untuk mengutuk atau memberikan sanksi terhadap Israel ketika negara itu dianggap melakukan pelanggaran hak asasi manusia maupun hukum internasional. Dengan kondisi ini, Israel seolah memperoleh kebebasan untuk melanjutkan tindakan kejahatan dan agresifnya tanpa perlu khawatir akan adanya sanksi atau hukuman internasional. 

Berbagai faktor ini berkontribusi besar pada keterbatasan kemampuan dan keberanian lembaga-lembaga internasional dalam melakukan tindakan nyata mengakibatkan situasi di lapangan terus memburuk, hingga menimbulkan penderitaan berkepanjangan bagi warga sipil yang tidak bersalah di Gaza.

Memahami dinamika kompleks konflik Israel-Palestina menjadi suatu hal yang sangat penting bagi setiap Muslim yang memiliki kepedulian mendalam terhadap nasib saudara-saudara mereka di Palestina. Meski demikian, mengandalkan solusi diplomatik atau peran organisasi internasional seperti PBB sia-sia belaka. Upaya tersebut tidak akan pernah cukup untuk mewujudkan keadilan dan pembebasan bagi bangsa Palestina yang telah lama menderita.

Oleh karena itu, sebagai respons yang lebih konkret dan berakar kuat pada keyakinan serta tanggung jawab moral umat Islam, dibutuhkan sebuah perjuangan pembebasan Palestina melalui jalan jihad fisabilillah sesuai perintah Allah dalam (QS. Al Hajj :78) yang terorganisir dan terpimpin dengan baik, berlandaskan prinsip-prinsip syariat Islam, yang  didukung oleh institusi yang menjunjung tinggi keadilan, persatuan, dan kemaslahatan umat, yakni Khilafah Islamiah. Sistem kepemimpinan politik dan spiritual ini memikul amanah untuk menerapkan syariah secara menyeluruh sekaligus mempersatukan umat Islam di seluruh dunia.

Sejarah mencatat bahwa keberhasilan pembebasan wilayah-wilayah yang pernah diduduki dan penderitaan rakyat Palestina hanya dapat dicapai manakala terdapat kekuatan politik dan militer yang kokoh. Misalnya, pada masa Khilafah Utsmaniyah, wilayah Palestina termasuk bagian dari kekhalifahan yang memberikan jaminan perlindungan dan kestabilan bagi penduduknya. Ketika kekhalifahan runtuh dan terpecah belah, solidaritas dan kekuatan politik umat Islam pun melemah, sehingga memberi ruang bagi pendudukan dan penjajahan asing. Oleh karenanya perjuangan mengembalikan Khilafah adalah kunci untuk meraih kemenangan dan pembebasan Palestina

Wallahu a'lam bisshawab. [My]

Baca juga:

0 Comments: