Headlines
Loading...

Oleh. Maya Rohmah
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Pagi itu, mentari belum sepenuhnya menampakkan diri di ufuk timur. Embun masih membasahi dedaunan, dan udara dingin menusuk kulit. Namun, bagi Pak Rohman, pagi adalah kesempatan terbaik untuk memulai perjalanan.

Jika akan memulai aktivitas di luar lebih cepat, dia selalu berpesan pada istrinya di malam sebelumnya, bahwa dia ingin bekerja di kebun dulu sebelum ke kantor. Itu artinya, sang istri harus menyiapkan sarapan lebih pagi. Maka, pukul lima pagi, istrinya telah menghidangkan sarapan di meja makan dengan penuh cinta.

Pukul lima lebih lima belas menit, Pak Rohman tampak mengecup dahi istri dan anak-anaknya dan pamit pergi. Sebuah ember berisi cangkul, parang, dan beberapa bibit tanaman disimpan di depan kursi motor. Sedangkan sebuah tas ransel ukuran sedang berisi laptop, buku, dan pakaian dinas, disandang di punggungnya.

Bismillah. Pak Rohman pergi diiringi untaian doa dan tatapan istrinya.

Dia bukan seorang yang kaya raya, justru sebaliknya. Pak Rohman adalah seorang ASN biasa yang gigih mencari nafkah untuk keluarganya. Namun, di balik kesederhanaan hidupnya, tersembunyi sebuah hati yang lapang, selalu siap berbagi.

Sebelum lanjut ke kebun miliknya, dia akan singgah di sebuah warung nasi di sudut jalan. Warung itu kecil saja tetapi bersih. Pak Rohman ke sana bukan untuk sarapan lagi, melainkan untuk membeli beberapa bungkus nasi rames. Pak Rohman tak pernah menawar harga, bahkan seringkali melebihkan sedikit dari harga yang seharusnya. Dia niatkan untuk sedekah.

"Alhamdulillah. Alhamdulillah, ya Allah. Terima kasih, Pak. Saya terima," kata sang empunya warung  dengan lirih. Dia selalu tampak penuh harus saat menerima sedekah itu.

Setelah membeli nasi, Pak Rohman melanjutkan perjalanan. Nasi bungkus yang telah dia beli tadi, dia bagi-bagikan ke setiap orang yang ditemui secara acak. Pada bapak becak yang sepagi itu sudah duduk mencangkung menunggu penumpang, pada   para pemulung tua, dan pada beberapa orang lainnya yang dia rasa perlu untuk diberi. Dia akan menyapa mereka dengan ramah, menawarkan sebungkus nasi hangat. Tak ada pamrih, tak ada keinginan untuk dipuji. Yang ada hanyalah kepuasan melihat senyum merekah di wajah-wajah yang dia jumpai.

Nasi bungkus di tangannya sudah habis ketika dia sampai di kebunnya. Di kebun berukuran kurang lebih dua ratus meter persegi ini, Pak Rohman menanam aneka tanaman. Hasilnya dia bawa pulang ke rumah untuk dimasak istrinya. Lumayan, bisa menghemat pengeluaran. Sejumlah tanaman  seperti cabai, tin, dan  alpukat, dia jual dalam bentuk bibit tanaman.

Apa pun, selama itu halal, dia lakukan untuk menafkahi keluarga kecilnya, ibu di kampung—orang tua satu-satunya yang masih ada—adik perempuannya yang masih kuliah, dan untuk bersedekah dengan berbagai cara. Setiap ada donasi untuk Palestina yang dibuka oleh lembaga atau komunitas yang amanah, dia tanpa ragu ikut berdonasi.

"Hidup ini adalah tentang memberi, Dik. Allah tidak akan mengurangi harta kita karena sedekah, justru akan melipatgandakannya. Lagipula, apa gunanya hidup jika tidak bisa bermanfaat bagi orang lain?" Begitu yang selalu dia ucapkan pada istrinya.

Istrinya pun melakukan hal yang sama. Kebaikan yang mereka tabur tidak hanya membawa kebahagiaan bagi orang lain, tetapi juga kembali kepada mereka dalam bentuk pertolongan yang tak terduga.

Namun, keduanya tak pernah merasa istimewa. Bagi mereka, apa yang mereka lakukan hanyalah bentuk rasa syukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan. Keduanya percaya, setiap butir beras yang diberikan, setiap senyum yang tercipta dari orang-orang yang diberi, adalah investasi terbaik untuk kehidupan mereka di akhirat kelak.

Keduanya percaya pada hadis Nabi Muhammad saw., "Sedekah itu memadamkan dosa sebagaimana air memadamkan api." (HR Tirmidzi).

Sedekah bukan hanya membersihkan harta, tetapi juga membersihkan hati dan jiwa. Kekayaan sejati bukanlah diukur dari banyaknya harta yang dimiliki, melainkan dari seberapa besar hati kita untuk mampu memberi.

Jalan menuju surga itu sederhana, dimulai dari satu senyuman yang terukir karena sedekah, berlanjut dengan kebaikan-kebaikan kecil yang dilakukan secara konsisten, dan pada akhirnya, akan membuahkan pahala yang melimpah ruah dari Sang Pencipta.

Kelak, pada hari perhitungan, setiap sedekah yang kita berikan akan menjadi saksi bisu, menerangi jalan kita menuju gerbang surga yang dijanjikan Allah. [MA]

Pamekasan, 18 Juli 2025 pukul 02.51 WIB

Baca juga:

0 Comments: