Headlines
Loading...
Krisis Perlindungan Anak, Perundungan Anak Makin Marak

Krisis Perlindungan Anak, Perundungan Anak Makin Marak


Oleh. Umi Hafizha 
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com


‎Belakangan ini kasus perundungan terus terjadi terhadap anak, bahkan tindakan ini mengarah pada tindakan kriminal. Dilansir dari cnnindonesia.com pada tanggal 26 Juni 2025, seorang anak berlumuran darah di kepalanya setelah ditendang hingga terbentur batu, kemudian diceburkan ke dalam sumur karena menolak minum tuak dan merokok. Mirisnya, para pelakunya adalah anak-anak sekolah menengah pertama (SMP) teman korban.

‎Menyoroti kasus perundungan yang terjadi terhadap siswa SMP di wilayah kabupaten Bandung, wakil ketua komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfan meminta pelaku kasus perundungan ditindak secara administrasi dan dihukum karena menyangkut tindak pidana (detiknews.com, 27 Juni 2025).

‎Fakta terus bertambahnya kasus perundungan setiap tahunnya semakin menunjukkan bahwa kasus perundungan anak adalah fenomena gunung es. Banyaknya kasus yang terjadi menunjukkan gagalnya regulasi dan lemahnya sistem sanksi yang berlaku. Hukuman yang diterapkan tidak tegas dan tidak membuat jera sehingga makin marak terjadi kasus perundungan.

‎Selain itu, hukum yang berlaku saat ini orang yang belum  berumur 18 tahun dan belum pernah menikah dikategorikan sebagai anak-anak. Maka, jika ada orang yang berbuat kriminal dan masih dibawah umur 18 tahun akan terhindar dari hukum. Akhirnya, kasus perundungan makin marak.

‎Di sisi lain, fenomena perundungan juga menunjukkan kegagalan sistem pendidikan. Sistem pendidikan seharusnya mencetak generasi yang beriman, berharap akan berilmu, namun sayangnya generasi yang terlihat hari ini menjadi pelaku kriminal. Anak-anak dengan mudah tanpa merasa berdosa melakukan kekerasan terhadap temannya, bahkan memaksa meminum tuak sebagai minuman haram. Perbuatan perundungan yang seperti ini semakin menambah bentuk perundungan yang sudah ada.

‎Semua ini merupakan bukti buruknya penerapan sistem kehidupan yang sekuler kapitalistik dalam seluruh aspek kehidupan. Kehidupan manusia saat ini  dipisahkan dari agama sehingga manusia tidak memiliki rasa takut dan berdosa karena tidak memahami bahwa kehidupan mereka di dunia akan diminta pertanggungjawaban kelak di akhirat. Sehingga alasan ini yang dijadikan manusia termasuk anak-anak tidak merasa takut berbuat kekerasan bahkan menenggak minuman haram.

‎Maka dari itu, sangat dibutuhkan perubahan yang mendasar dan menyeluruh. Tentu saja tidak cukup dengan menyusun regulasi atau memberikan sanksi yang memberatkan, tetapi juga pada paradigma kehidupan yang diterapkan oleh negara. Islam sebagai sistem kehidupan yang sahih terbukti mampu menyelesaikan secara tuntas berbagai kasus perundungan. Islam menjadikan perbuatan perundungan sebagai perbuatan yang haram dilakukan, baik verbal maupun fisik, bahkan menyerukan barang haram.
‎Abu Hurairah ra. menyatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Sesama muslim adalah saudara, tidak boleh saling menzalimi, mencibir, atau merendahkan. Ketakwaan itu sesungguhnya di sini, sambil menunjuk dada dan diucapkannya tiga kali."

‎Islam telah mengajarkan bahwa manusia harus bertanggung jawab atas semua perbuatan yang dilakukannya. Islam menjadikan balig sebagai titik awal pertanggungjawaban seorang muslim. Islam juga telah mempunyai mekanisme agar cita-cita ini tertanam dengan benar di dalam benak dan pikiran generasi sehingga berbuah menjadi perbuatan.

‎Dalam sistem pendidikan, asas kurikulum dalam pendidikan adalah akidah Islam. Pendidikan yang berasas akidah inilah yang akan memberikan bekal kepada anak-anak agar mereka siap menjadi mukalaf pada saat balig. Islam pun telah menetapkan keluarga, masyarakat , dan negara memiliki tanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan syar'i.

‎Di dalam keluarga, orang tua diberikan kewajiban untuk mendidik anak-anaknya dengan akidah Islam dan syariatnya. Masyarakat juga wajib menjadikan  pemahaman dan interaksi di masyarakat sesuai aturan Islam. Dengan begitu, anak-anak akan mendapatkan contoh langsung penerapan Islam. Sementara negara akan menyusun kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam yang wajib diterapkan dalam seluruh level jenjang pendidikan.

‎Dengan begitu, di mana pun anak-anak kita hidup mereka akan berpegang teguh pada akidah Islam dan syariatnya. Dari sini pintu perundungan akan tertutup karena semua pihak sepakat bahwa perundungan itu perbuatan yang haram dilakukan. Mereka pun menyadari dan akan menghindari perundungan karena perbuatan itu akan diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak.

‎Selain sistem pendidikan Islam, negara juga akan mengawasi sistem informasi dan sistem sanksi. Sistem informasi ini diberikan sebagai sarana agar anak-anak mendapatkan edukasi Islam, ilmu pengetahuan, kondisi politik, dan lainnya. Tayangan-tayangan yang memicu timbulnya kekerasan dan semua hal yang bertentangan dengan Islam akan dilarang oleh negara. Jika masih ada yang melakukan perundungan, negara akan memberikan sanksi tegas yang akan diberikan kepada mereka yang sudah balig.

‎Dengan sanksi yang tegas yang diberikan oleh negara, para pelaku perundungan akan jera sehingga masyarakat akan terhindar dari perundungan dan anak-anak bisa tumbuh menjadi generasi yang berkepribadian Islam. Inilah solusi perundungan dalam Islam. Semua ini akan terwujud jika Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan oleh negara.

Wallahualam bishawab. [An]
‎ 

Baca juga:

0 Comments: