Headlines
Loading...
Korupsi Tak Berkesudahan, Islam Kafah Jalan Keluar

Korupsi Tak Berkesudahan, Islam Kafah Jalan Keluar

Oleh. Ummu Fahhala, S.Pd
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)

SSCQMedia.Com—Media kembali gaduh. Kali ini, publik dikejutkan oleh skandal korupsi Electronic Data Capture (EDC) di Bank BRI. Nilainya fantastis: Rp 2,1 triliun. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menyelidiki kasus ini, menyusul dugaan korupsi pada rentang waktu 2020 hingga 2024. Tak tanggung-tanggung, KPK telah mencegah 13 orang bepergian ke luar negeri karena dugaan keterlibatan mereka (beritasatu.com, 4-7- 2025).

Kasus ini hanyalah satu dari sekian banyak kasus. Sebelumnya, masyarakat juga digemparkan oleh kasus rekayasa e-katalog pengadaan jalan di Sumatra Utara. KPK menyebut bahwa praktik “kongkalikong” telah menyusup jauh ke dalam sistem pengadaan barang dan jasa di negeri ini (kumparan.com, 1-7 2025).

Korupsi Terus Terjadi, Sistem Saat Ini Gagal?

Fenomena ini menegaskan satu hal: korupsi bukan lagi penyakit, melainkan budaya. Sistem hukum yang berlaku tampak tak mampu mencegahnya. Setiap skandal hanyalah puncak dari gunung es, masif, sistemik, dan menyebar hingga ke akar.

“Politik transaksional berpeluang besar muncul dalam sistem Demokrasi yang ada saat ini, ungkap Pakar hukum tata negara, Refly Harun. Ia menyatakan, “Demokrasi tanpa kontrol publik yang kuat hanya akan melahirkan elite predator yang menghisap rakyat.”(Refly Harun Channel, 10-6- 2023).

Begitu juga menurut Guru Besar FISIP UI, Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, yang menyoroti lemahnya integritas dalam birokrasi akibat model perekrutan yang lebih mementingkan kedekatan politik daripada kompetensi (Kompas.com, 15-5 2023).

Efisiensi Anggaran, Tapi Rakyat yang Dikorbankan

Ironisnya, di saat pemerintah mengetatkan anggaran justru praktik korupsi terjadi. Dana bantuan sosial dipangkas. Tunjangan guru dikurangi. Program beasiswa dan penelitian terbatas. Bahkan layanan kesehatan yang dibiayai PBI (Penerima Bantuan Iuran) pun banyak dinonaktifkan.

Efisiensi anggaran semestinya untuk kepentingan rakyat. Namun kenyataan berbicara lain. Saat rakyat dipaksa hidup hemat, para elite justru berpesta dalam aroma suap dan gratifikasi.

Kita melihat bahwa negara dengan paradigma sekuler Kapitalistik telah gagal memenuhi tanggung jawab dasarnya: menjamin kesejahteraan rakyat. Sistem ini justru memberi ruang besar bagi transaksi kekuasaan dan jual beli kebijakan antara politisi dan pemilik modal.

Demokrasi Kapitalistik Memupuk Korupsi

Sistem politik Demokrasi yang dijalankan hari ini justru memperkuat budaya korupsi. Jabatan bukan lagi amanah, tapi barang dagangan. Pemilu berbiaya mahal memaksa para calon pemimpin “berutang budi” pada cukong-cukong pemilik modal.

Praktek ini mengakibatkan kebijakan yang lebih berpihak kepada kepentingan oligarki dibanding rakyat. Tak heran, korupsi menyebar bukan hanya di eksekutif, tapi juga legislatif dan yudikatif.

Sistem ini cacat sejak akar. Ia tidak memiliki pondasi moral dan spiritual yang kokoh. Nilai-nilai kebaikan dan keadilan dikalahkan oleh syahwat kekuasaan dan kepentingan kelompok.

Islam Kafah, Jalan Lurus Menuju Keadilan

Berbeda dengan sistem Kapitalisme yang sekuler, Islam menjadikan akidah sebagai dasar dalam kepemimpinan. Pemimpin dalam Islam adalah pelayan rakyat, bukan tuan atas mereka. Mereka diikat oleh hukum syariat yang jelas dan tegas.

Rasulullah Saw. bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Abu Bakar ash-Shiddiq, Khalifah pertama, dalam pidato pelantikannya menyatakan, “Orang kuat di antara kalian, bagiku lemah hingga aku ambil hak darinya. Orang lemah di antara kalian, bagiku kuat hingga aku kembalikan haknya.”

Sistem Islam menutup celah korupsi dengan mekanisme pencegahan, pengawasan, dan sanksi yang tegas. Islam mewajibkan transparansi keuangan, melarang praktik suap dan gratifikasi, serta menjamin kesejahteraan rakyat agar mereka tidak terdorong melakukan pelanggaran hukum.

Sejarah Menjadi Saksi

Khilafah Islamiah dalam sejarah pernah membuktikan hal ini. Para petugas zakat kesulitan menemukan orang miskin untuk menerima zakat saking sejahteranya, fakta ini terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz,. Karena kesejahteraan telah merata, dan sistem berjalan dengan adil.

Penerapan Islam secara menyeluruh (kafah) bukan hanya menyelesaikan masalah korupsi, tapi juga mewujudkan masyarakat yang bermoral, adil, dan makmur. Sistem ini terbukti mampu membangun peradaban gemilang selama berabad-abad.

Penutup

Korupsi tak akan hilang dengan reformasi tambal sulam. Butuh perubahan sistem yang menyeluruh. Sistem yang bersandar pada nilai ilahiah. Islam kafah bukan sekadar utopia. Ia adalah sistem hidup yang telah terbukti mampu menciptakan masyarakat bebas korupsi.

Penerapan Islam secara total akan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan secara nyata. Firman Allah Swt. yang artinya,  “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.” (TQS. Thaha: 124). Wallahualam bissawab [ry].

Baca juga:

0 Comments: