Korupsi Makin Menggurita, Islam Kafah Solusinya
Oleh. Ummu Qiyya
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Derasnya pemberitaan korupsi dalam beberapa pekan terakhir menjadi tamparan keras bagi negeri ini. Saat rakyat tengah bergelut dengan beban hidup dan pemerintah sibuk memangkas anggaran di berbagai sektor vital, justru elit pengelola negeri terjerat kasus yang menyedot dana publik dalam jumlah fantastis. Potret ini bukan sekadar aib personal, tapi buah dari sistem yang cacat sejak akar.
Kasus dugaan rekayasa e-katalog proyek jalan di Sumatera Utara dan korupsi pengadaan EDC di bank pelat merah senilai Rp2,1 triliun menambah panjang daftar kejahatan berjubah jabatan (Beritasatu.com, 30-6-2025). Bahkan, KPK mencegah 13 orang agar tidak melarikan diri ke luar negeri. Ironisnya, semua ini terjadi di tengah upaya efisiensi anggaran oleh pemerintah yang berdampak luas: penonaktifan kepesertaan PBI, pengurangan tukin guru, pemangkasan bansos, dana riset, hingga belanja pertahanan (Beritasatu.com, 30/6/2025). Fakta-fakta ini menelanjangi rapuhnya sistem sekular Kapitalistik yang diterapkan hari ini.
Sistem Demokrasi yang menjadikan kekuasaan sebagai alat transaksi antara elite politik dan pemilik modal telah menyuburkan budaya korupsi di segala level. Jabatan bukan lagi amanah, melainkan komoditas. Maka wajar jika korupsi tidak pernah benar-benar diberantas. Hal ini karena akar sistemnya memang tumbuh dari tanah yang sama, yakni kepentingan materi dan kekuasaan.
Korupsi dalam sistem Kapitalisme bukanlah sekadar penyimpangan perilaku individu. Ia adalah produk dari sistem yang membuka peluang bagi penyalahgunaan kekuasaan, lemahnya pengawasan, serta penegakan hukum yang bias kepentingan. Dalam sistem ini, uang berbicara lebih lantang dari keadilan. Celah-celah hukum diciptakan atau dipelintir sedemikian rupa agar tetap menguntungkan para pemilik kuasa.
Pandangan Islam
Dalam Islam, kekuasaan adalah amanah yang besar, dan kepemimpinan bukan ruang untuk mencari keuntungan duniawi. Sistem pemerintahan dalam Islam dibangun di atas asas akidah Islam, yang menjadikan syariat sebagai satu-satunya sumber hukum dan pedoman dalam mengelola negara serta melayani umat.
Islam memiliki perangkat hukum yang tegas untuk menutup celah korupsi: pengawasan ketat, larangan keras atas hadiah dan gratifikasi, serta sanksi yang menjerakan. Namun lebih dari itu, Islam membangun sistem yang tidak hanya menghukum pelanggar, tetapi juga mencegah munculnya niat untuk menyimpang, karenanya kesejahteraan rakyat terjamin dan pejabat berada di bawah kontrol akidah dan umat.
Rasulullah saw. bersabda:
“Siapa saja yang kami angkat untuk suatu jabatan, lalu ia menyembunyikan sesuatu dari kami (harta publik), maka itu adalah ghulul (pengkhianatan). Ia akan datang pada hari kiamat membawa barang itu di pundaknya.” (HR. Muslim)
Penerapan Sistem Khilafah
Solusi mendasar atas wabah korupsi ini tidak cukup hanya dengan reformasi birokrasi atau kampanye antikorupsi. Islam memberikan solusi struktural dan menyeluruh melalui penerapan sistem Khilafah Islamiah. Satu-satunya sistem yang menjamin kepemimpinan berbasis takwa, peradilan independen, distribusi kekayaan yang adil, dan pengawasan masyarakat yang kuat.
Khilafah tidak memberikan kekuasaan mutlak kepada penguasa. Khalifah sebagai penguasa tunduk pada hukum syariat dan diawasi oleh lembaga hisbah (pengawasan publik) dan mahkamah mazalim (pengadilan pelanggaran oleh penguasa). Umat pun memiliki hak melakukan muhasabah (kontrol terhadap penguasa) yang dijamin dalam sistem. Inilah mekanisme pengendalian kekuasaan yang tidak hanya mencegah penyalahgunaan, tapi juga menjaga integritas sistem dari dalam.
Sejarah mencatat, di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tidak ditemukan satu pun rakyat yang berhak menerima zakat karena sejahtera merata. Para pejabat negara hidup sederhana, tidak mengambil satu dirham pun dari Baitulmal tanpa hak. Bahkan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mematikan lampu istana ketika membahas urusan keluarga, sebagai bentuk kehati-hatian menggunakan fasilitas negara.
Selama negeri ini masih bercokol dalam sistem sekuler kapitalistik, maka korupsi hanyalah soal waktu dan aktor. Ganti sistemnya, bukan sekadar wajah pelakunya. Hanya dengan menerapkan Islam secara kafah dalam bingkai Khilafah, keadilan dan kesejahteraan yang hakiki bisa benar-benar terwujud. Saatnya umat mencampakkan sistem rusak dan kembali kepada syariat Allah yang sempurna. Yaitu, sistem yang layak memimpin umat manusia menuju keadilan sejati.
Wallahualam bissawab. [ry].
Baca juga:

0 Comments: