Kesejahteraan Guru: Pilar yang Terlupakan dalam Sistem Pendidikan Sekuler
Oleh. Lia Marliawati
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Kesejahteraan guru masih menjadi sorotan di Indonesia. Rendahnya penghargaan terhadap profesi pendidik membuat minat menjadi guru kian menurun dari tahun ke tahun. Lantas, berapa sebenarnya gaji ideal bagi seorang guru?
Kabar mengejutkan datang dari dunia pendidikan Provinsi Banten. Alokasi anggaran tunjangan tugas tambahan (TUTA) bagi para guru di daerah tersebut ternyata tidak masuk alias dicoret dalam APBD murni 2025. Akibatnya, selama enam bulan terakhir, Pemerintah Provinsi Banten belum membayarkan tunjangan penting ini kepada ribuan guru yang menjadi tulang punggung pendidikan di wilayahnya.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Arsip Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rina Dewiyanti, membenarkan bahwa tunjangan tugas tambahan guru memang tidak dianggarkan dalam APBD murni tahun ini. Hal ini menjadi alasan utama mengapa sejak awal 2025 tunjangan tersebut tidak kunjung cair, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. (TangerangNews.com, 24 Juni 2025).
Anggota Komisi X DPR RI, Juliyatmono, bahkan menegaskan bahwa gaji ideal guru seharusnya berada di angka Rp25 juta per bulan. Menurutnya, hal ini akan menjadi daya tarik tersendiri bagi generasi muda untuk memilih profesi guru dan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. (DPR.go.id, 11 Mei 2025).
Guru adalah tokoh sentral dalam dunia pendidikan. Dari tangan merekalah terbentuk pribadi-pribadi cerdas, berakhlak, dan siap menghadapi tantangan masa depan. Namun ironisnya, di balik peran besarnya itu, kesejahteraan guru di Indonesia masih jauh dari kata layak. Banyak dari mereka yang harus mengajar dengan keterbatasan, mengabdi dengan penuh dedikasi, namun hidup dalam tekanan ekonomi yang sangat terbatas, bahkan buruk.
Di berbagai pelosok negeri, kisah guru honorer yang digaji hanya ratusan ribu rupiah per bulan bukanlah hal baru. Mereka tetap datang ke sekolah, menyiapkan materi, mendampingi murid dengan sabar, bahkan ketika uang transportasi harus dirogoh dari kantong sendiri. Belum lagi beban administratif dan tuntutan kompetensi yang semakin tinggi seiring berkembangnya kurikulum dan teknologi. Namun, semua itu tidak sebanding dengan apa yang mereka terima.
Masalah kesejahteraan guru bukan sekadar persoalan gaji. Ini adalah cermin bagaimana negara menghargai profesi pendidik. Guru yang sejahtera akan mengajar dengan semangat, serius, dan menciptakan pembelajaran yang bermakna serta berkualitas. Mereka membentuk murid yang utuh secara intelektual dan emosional. Sebaliknya, guru yang dipaksa bertahan di tengah kekurangan rentan kehilangan motivasi dan fokus, dan pada akhirnya anak-anak bangsa yang paling dirugikan.
Dalam sistem kapitalis sekuler, guru dipandang tak lebih dari pekerja biasa. Negara tak sepenuhnya mengurusi pendidikan, bahkan menyerahkannya kepada swasta dan mekanisme pasar. Dalam sistem yang menggantungkan anggaran pada utang, gaji guru dianggap membebani. Akhirnya, nasib para guru menjadi taruhan di antara efisiensi birokrasi dan prioritas anggaran.
Saatnya kita memperjuangkan kesejahteraan guru sebagai hal yang fundamental, bukan sekadar wacana saat Hari Guru tiba. Pemerintah harus memastikan sistem rekrutmen yang adil, gaji yang layak sesuai standar hidup, akses terhadap pelatihan berkualitas, serta perlindungan hukum dan jaminan hari tua bagi seluruh guru, baik ASN maupun honorer.
Menyejahterakan guru berarti menanamkan investasi terbaik untuk masa depan generasi dan bangsa. Karena tak ada pendidikan yang bermutu tanpa guru.
Sistem pendidikan Islam mampu menjamin kesejahteraan guru. Dalam Islam, guru sangat dihargai dan dihormati karena perannya yang strategis dalam membina generasi dan memajukan peradaban. Negara Islam memiliki sumber pemasukan yang beragam dan melimpah yang dikelola berdasarkan syariat. Dengan pengelolaan ini, negara mampu memberikan gaji tinggi dan perlindungan menyeluruh kepada para guru.
Maka jelaslah, Islam adalah solusi hakiki atas seluruh permasalahan kehidupan, termasuk dalam hal pendidikan. [Hz]
Baca juga:

0 Comments: