Headlines
Loading...
Kekerasan dalam Keluarga, Hanya Sembuh dengan Syariah

Kekerasan dalam Keluarga, Hanya Sembuh dengan Syariah

Oleh. Istiana A (Tenaga Kesehatan)

SSCQMedia.Com—Kekerasan terhadap anak dalam keluarga ternyata masih sering terjadi, bahkan di rumah yang seharusnya jadi tempat paling aman dan nyaman. Mirisnya, banyak kasus justru dilakukan oleh orang tua sendiri. Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, sepanjang tahun 2023 terjadi lebih dari 2.300 kasus kekerasan terhadap anak, dan sekitar 60% dilakukan oleh orang terdekat, termasuk orang tua dan anggota keluarga lainnya, (KPAI.go.id, 2023).

Lebih parahnya lagi, menurut data terbaru Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), dari Januari hingga Maret 2025 saja, sudah ada 38 kasus kekerasan terhadap anak yang tercatat secara resmi. Kekerasan ini mencakup kekerasan fisik, emosional, hingga seksual, dan sebagian besar terjadi di dalam rumah, (databoks.katadata.co.id, 3 Januari 2025). Bayangkan, baru tiga bulan pertama tahun ini, sudah ada puluhan anak yang menjadi korban di lingkungan yang seharusnya melindungi mereka.

Masalah kekerasan anak ini bukan sekadar kesalahan individu. Banyak faktor saling berkaitan yang menyebabkan seseorang bisa sampai tega menyakiti darah dagingnya sendiri. Mulai dari stres karena tekanan ekonomi, masalah rumah tangga, ketidaksiapan mental menjadi orang tua, sampai minimnya pemahaman soal cara mendidik anak dengan benar. Di sisi lain, kita hidup dalam sistem yang serba bebas tapi minim kontrol. Banyak orang tua lebih kenal artis TikTok daripada memahami tanggung jawab sebagai ayah atau ibu.

Sistem sekuler hari ini juga enggak membantu banyak. Negara lepas tangan soal pembentukan keluarga. Orang tua enggak dibekali ilmu parenting berbasis akhlak Islam, pendidikan pun lebih fokus pada nilai akademik ketimbang pembentukan karakter. Alhasil, banyak keluarga tumbuh dengan pola pikir individualis. Saat emosi meledak, anak jadi pelampiasan.

Padahal Islam punya pandangan yang sangat mulia tentang anak. Anak bukan beban, bukan sekadar penerus keturunan, tapi amanah dari Allah. Dalam hadis disebutkan:

Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Orang tua adalah pemimpin bagi anak-anaknya. Pertanggungjawabannya bukan hanya secara duniawi, tapi juga di akhirat. Rasulullah pun dikenal sebagai sosok yang sangat lembut terhadap anak-anak. Beliau mencium, memeluk, dan menghargai anak-anak, bahkan saat sebagian sahabat menganggap itu “tidak biasa”.

Islam tidak hanya mengatur hubungan orang tua dan anak secara pribadi tetapi  juga hadir dengan sistem hidup yang menyeluruh. Sistem Islam (Khil4fah) punya peran penting dalam menjaga keluarga — bukan hanya dengan hukum, tapi juga dari segi ekonomi, pendidikan, hingga kontrol sosial.

Bayangkan kalau negara benar-benar menerapkan syariat Islam. Negara akan:
1. Menjamin kebutuhan pokok setiap keluarga — makanan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan — sehingga orang tua enggak lagi stres memikirkan biaya hidup.
2. Membangun sistem pendidikan yang menanamkan akidah, akhlak, dan peran keluarga dalam Islam.
3. Menyediakan pelatihan dan pembinaan untuk calon orang tua, agar siap mental dan ilmu sebelum menikah dan punya anak.
4. Menegakkan hukum secara adil dan tegas bagi pelaku kekerasan, termasuk dalam keluarga. Bukan untuk menghukum semata, tapi juga sebagai pelindung masyarakat.

Saat ini, pemerintah Indonesia memang mencoba melakukan langkah-langkah perlindungan, termasuk di ranah digital. Salah satunya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 yang mengatur perlindungan anak di platform media sosial. Regulasi ini mewajibkan adanya verifikasi usia, fitur keamanan, dan pembatasan konten. Namun, semua itu akan sulit efektif tanpa perubahan sistem yang menyeluruh. Perlindungan anak di dunia maya tetap tak cukup jika di dunia nyata mereka masih menjadi korban di rumah sendiri.

Apalagi, data KPAI dari 2021–2023 mencatat lebih dari 48.000 aduan kekerasan terhadap anak, dan sebagian besar tidak ditangani tuntas (sumber: kompas.id, 4 Juni 2025). Kekerasan seksual dalam rumah tangga juga masih mendominasi kasus kekerasan anak. Ini menunjukkan bahwa sistem hukum dan sosial saat ini belum mampu melindungi anak-anak dengan optimal.

Solusi Islam tidak hanya memberikan aturan, tapi juga membentuk ekosistem kehidupan yang islami: pribadi yang bertakwa, keluarga yang saling menyayangi, masyarakat yang saling mengingatkan, dan negara yang hadir sebagai pelindung.

Tentu kita tidak menutup mata bahwa masih ada orang tua yang kasar meski pun mengaku Muslim. Tapi kita perlu bedakan antara Muslim sebagai individu dan Islam sebagai sistem. Selama kita masih hidup dalam sistem sekuler, ajaran Islam hanya bisa dijalankan setengah-setengah. Padahal, Islam harus diterapkan secara kaffah (menyeluruh).

Jadi, kalau kita benar-benar ingin menyelamatkan anak-anak dari kekerasan, jangan cuma menyalahkan orang tua. Mari kita lihat akar masalahnya dan perjuangkan solusi hakikinya. Sistem Islam bukan hanya konsep belaka, tapi solusi nyata yang pernah diterapkan selama lebih dari 13 abad. Dalam sistem itulah, keluarga dijaga, anak-anak dilindungi, dan masyarakat dipenuhi kasih sayang.

Tangisan anak-anak nggak akan benar-benar berhenti, sampai kita semua serius kembali pada aturan Allah secara menyeluruh. [MA]

Baca juga:

0 Comments: