Headlines
Loading...
Kebebasan Berekspresi, Biang Penghinaan terhadap Nabi

Kebebasan Berekspresi, Biang Penghinaan terhadap Nabi


Oleh. Naila Dhofarina Noor
(Pegiat Literasi)

SSCQMedia.Com"Siapa yang tidak marah saat agamanya dihina, maka pakaikan kain kafan untuknya." Begitu kira-kira perkataan Buya Hamka.

Awal bulan Juli 2025, di Turki, berita tentang kartunis majalah satire LeMan mencuat di media karena dikecam presiden Turki yang menyebutnya sebagai provokasi keji terhadap agama. Lebih dari 200 orang memprotes dan turun ke jalan di pusat Istanbul. Pasalnya, gambar yang ada dua laki-laki berjabat tangan dengan latar belakang peperangan yang dibuat kartunis dinilai menyerupai Nabi Muhammad dan Nabi Musa. Informasi tersebut sebagaimana dipaparkan dalam laman cnbc pada 5 Juli 2025.

"Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut mereka, tetapi Allah menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya." (QS. Al-Jumu'ah: 8).

Provokasi keji seperti penggambaran simbol-simbol agama tersebut bukanlah hal baru. Sudah beberapa kali kita temui hal serupa bahkan dijadikan film atau dalam game. Produk sepatu, baju, mainan juga tak lepas dari provokasi keji ini.

Dalam nuansa sistem kapitalisme, tidak mudah untuk menghentikannya walaupun tataran pemimpin negeri muslim adalah muslim. Sistem kapitalisme dibangun atas dasar sekularisme. Darinya ada 4 kebebasan yang diagungkan dan diperjuangkan. Di antaranya adalah kebebasan berekspresi, kebebasan berkeyakinan, kebebasan kepemilikan, dan kebebasan berkepribadian.

Dengan kebebasan berekspresi yang bahkan dilindungi oleh undang-undang dengan hak asasi manusia, akan membuka ruang bagi semua orang untuk menunjukkan pemikirannya walau menembus batas agama. Kemudian tidak dimungkiri, umat Islam terusik terus menerus.

Para musuh Islam yang terbutakan hati mereka menjadikan tameng dalih kebebasan ekspresi itu untuk memakai segala cara menghancurkan dan merendahkan Islam. 

Rasulullah saw. bersabda:

الإِسْلاَÙ…ُ ÙŠَعْÙ„ُÙˆ Ùˆَلاَ ÙŠُعْÙ„َÙ‰ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ

Artinya: “Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya." (Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Shahih Al-Bukhari, nomor 2825).

Makna mendalam dari hadis ini adalah motivasi bagi generasi muslim untuk terus menjaga kemuliaan Islam. Tidak boleh diam saat ada yang mengusik kemuliaan Islam, seperti pembuatan karikatur menghina Nabi. Selain dengan penolakan dalam hati butuh upaya sungguh-sungguh untuk menyuarakan di tengah umat dan pemimpin muslim kita.

Memang, tidaklah mudah hari ini menuntaskan permasalahan provokasi keji yang demikian itu. Secara tuntas butuh dicabut akar masalahnya yakni paham kebebasan itu sendiri yang berpangkal dari sistem kapitalisme.

Adapun dalam Islam, peradaban harusnya dibangun bukan berdasarkan kebebasan tapi asas akidah Islam. Asas ini akan memupuk jiwa yang tidak gila materi dengan mengejar kepuasan hawa nafsu kebebasan. Semua berpulang kepada apa yang pencipta hidup ini aturkan. Asas akidah Islam ini hanya bisa ditanamkan jika sistem kehidupan berlandaskan Islam dalam institusi Khilafah sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin.

Dengan institusi ini, mekanisme untuk menjaga kemuliaan Islam bisa ditegakkan. Sanksi tegas dan membuat jera para pelaku provokasi keji terhadap agama akan diberlakukan. Siapa pun pelakunya, baik kafir harbi, kafir zimi ataupun muslim akan ditindak sesuai dengan bentuk kekejian yang dilakukan.

Dahulu saat Khilafah ada, hampir saja ada pementasan penghinaan Nabi dalam bentuk drama yang dibuat oleh Voltaire. Segera saja Khalifah Abdul Hamid II yang saat itu memimpin Khilafah, mengorbankan jihad terhadap Prancis dan Inggris. Ketegasan itu kemudian mampu mematikan langkah pementasan provokasi keji terhadap Nabi Muhammad saw. tersebut sehingga nama Nabi terjaga dan agama Islam terjaga kemuliaannya.

Soal sanksi, ada pendapat dari Ibnu Mundzir yang menyatakan bahwa sebagian besar dari ulama bersepakat akan sanksi bagi pelaku penghina Nabi yaitu hukuman mati. Tentunya dilakukan jika tidak bertobat. Ini merupakan pendapat Imam Malik, Imam Ahmad bin Hambal, Imam Ishaq bin Rawahih, dan Imam Asy Syafi'i.

Saat ini ketiadaan Khilafah harusnya membuat kita semangat untuk menegakkan kembali demi menjaga kemuliaan Islam. [An]

Baca juga:

0 Comments: