Headlines
Loading...
Islam Pemutus Rantai Peredaran Narkotika

Islam Pemutus Rantai Peredaran Narkotika

Oleh. Purwanti
(Ibu Generasi)

SSCQMedia.Com—Kabupaten Asahan adalah suatu wilayah di Pantai Pesisir Timur Sumatera yang langsung berbatasan dengan Selat Malaka. Hal ini menjadikan Asahan, sebagai salah satu pintu yang strategis bagi peredaran narkotika.

Baru-baru ini, Satres Narkoba Polres Asahan, berhasil membongkar jaringan peredaran gelap narkotika lintas provinsi, dengan empat orang tersangka. Barang bukti yang berhasil disita dari tangan pelaku adalah sabu sebanyak 21 kg, dalam bentuk kemasan teh Tiongkok. Pembongkaran jaringan narkotika ini menambah daftar panjang kasus peredaran narkotika di negeri ini.

Laris Manis bak Kacang Rebus

Peredaran narkotika di negeri ini, masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi aparat kepolisian. Peredaran barang haram ini, laris manis bak kacang rebus di tengah hawa dingin.

Menurut data yang diungkap oleh Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumatera Utara bersama Satresnarkoba Polres Asahan, Tanjung Balai dan Batubara, bahwa sepanjang  1 Januari hingga 7 Mei 2025, telah terungkap 322 kasus narkoba dengan 499 tersangka (mediahub.polri.go.id, 09/05/2025).

Dalam pengungkapan itu, disita barang bukti sebanyak 160,669 kilogram sabu, 6,079 kilogram ganja, 899 gram kokain dan 45.881 butir ekstasi, dengan total nilai barang bukti sebesar Rp189,7 miliar.

Banyaknya jumlah barang bukti yang disita, menjadi bukti peningkatan jumlah pengguna narkotika. Dan setidaknya sekitar 1,7 juta warga Sumatera Utara, telah terindikasi narkoba.

Para pengedar menggunakan berbagai modus agar barang haram ini dapat dinikmati generasi bangsa ini. Berbagai modus peredaran narkotika yang berubah-ubah adalah cara mereka menghindari celah pengawasan dan hukum. Berdasarkan catatan Polda Sumut, ada lima modus peredaran narkotika, diantaranya melalui perairan, dibawa para pekerja migran ilegal dari luar negeri, diselipkan dalam barang logistik melalui pengiriman ekspedisi, disebarluaskan lewat tempat hiburan malam, dan diproduksi oleh pabrik ilegal, termasuk bahan bakunya.

Keseriusan pemerintah dalam memberantas narkotika juga perlu dipertanyakan. Sebab, dalam pagu indikatif 2026, BNN mendapatkan anggaran sebesar Rp1,02 T. Hal ini sesuai dengan keterangan kepala BNN, Irjen Pol Marthinus Hukom, bahwa angggaran tersebut tidak cukup untuk memberantas peredaran narkotika (kumparan.com, 11/07/2025).

Pemangkasan anggaran ini akan membuat para bandar dan pengedar makin senang. Sebab, akan makin mudah menyuap aparat agar transaksi mereka makin berjalan mulus. Tidak hanya itu, harapan pemberantasan narkotika juga makin suram akibat kebijakan baru yang menyatakan, bahwa para pengguna tidak diproses hukum, melainkan dibawa ke pusat rehabilitasi.

Kapitalisme Biang Kerok

Asahan, merupakan satu di antara wilayah di negeri ini, yang menjadi objek pasar peredaran narkotika. Banyak wilayah yang tidak hanya menjadi pasar, tetapi juga menjadi tempat produksi narkotika. Ditambah lagi, pengungkapan kasus tersebut bak fenomena gunung es. Kasus yang naik ke permukaan hanya sebagian, sedangkan kasus lain yang dikelola bandar besar, tersimpan dalam.

Penyalahgunaan narkotika, merupakan bencana besar yang mengakibatkan rusak dan hancurnya masa depan generasi dan bangsa. Bahkan, akibat mengonsumsi barang haram ini, tidak sedikit nyawa manusia melayang dan akal menjadi rusak.

Pemberantasan narkotika yang tak kunjung tuntas, tak lain diakibatkan oleh sistem sekuler kapitalisme yang menjadikan materi sebagai tujuan utama. Tidak perlu heran, jika apa pun akan dilakukan selama mendatangkan keuntungan. Maka, narkotika pun dijadikan lahan bisnis karena menghasilkan keuntungan yang besar.

Ditambah lagi, celah sanksi yang tidak tegas dan lemah, membuat para pelaku kejahatan ini makin berani bertindak. Ditambah lagi, tekanan hidup akibat pemiskinan hingga krisis ruhiyah, membuat tidak sedikit individu untuk menjadikan narkotika sebagai pelarian, akibat kegelisahan ataupun dijadikan sebagai jalan pintas menyambung hidup.

Ketika memperhatikan fakta pelik terkait narkotika, jelaslah sistem kapitalisme tidak memiliki solusi. Bahkan, sistem ini hanya menambah dan memperburuk masalah. Sebab, solusi apapun yang ditawarkan pemerintah, seperti rehabilitasi bagi pengguna, hanya solusi di permukaan saja. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk memutus rantai peredaran narkotika, hanya dengan penerapan syariat Islam secara menyeluruh (kafah).

Solusi Paripurna

Jelaslah, solusi satu-satunya untuk memberantas peredaran narkotika adalah dengan penerapan Islam secara kafah, lewat sistem pemerintahan Islam, yaitu Khilafah. Sebab, di dalam Islam, narkotika merupakan sesuatu yang haram, yang mengakibatkan rusaknya akal, tubuh dan kehidupan manusia secara menyeluruh. Dengan demikian, Khilafah akan berupaya secara maksimal menutup seluruh akses peredaran barang haram ini.

Hal tersebut dilakukan Khilafah, melalui berbagai langkah. Pertama, Khilafah akan membina ketakwaan masyarakat sejak dini, lewat pendidikan. Sistem pendidikan Islam akan membentuk individu yang memiliki kesadaran untuk taat kepada Allah Swt. Sejak awal, peserta didik akan dipahamkan, bahwa narkotika adalah perusak akal. Seperti sabda Baginda Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Muslim.
"Setiap yang memabukkan itu khamar dan setiap khamar itu haram".

Hal ini juga didukung dengan pengarahan sistem informasi atau media untuk memberikan informasi yang benar terkait bahaya narkotika, baik dari sisi kesehatan, sosial, atau bahkan konsekuensi di akhirat. Sehingga, terbentuk di dalam masyarakat kesadaran untuk menghindari dan menjauhi barang haram itu.

Tak hanya itu, Khilafah akan menjamin kesejahteraan rakyatnya. Sehingga tidak ada yang mencari nafkah dengan menjadi bandar, pengedar ataupun kurir narkotika. Hal ini dilakukan dengan mempermudah akses mencari pekerjaan bagi kaum laki-laki.

Selanjutnya, Khilafah menerapkan sistem sanksi yang tegas dan memberikan efek jera, untuk mencegah terjadinya kasus yang sama. Namun, sanksi terkait narkotika berbeda dengan khamr. Oleh karena itu, sanksi narkoba adalah takzir, yang kadar sanksi bagi pelakunya ditetapkan oleh qadi (hakim).

Sanksi-sanksi tersebut, bisa berupa pengumuman, diarak di tengah masyarakat, penjara, cambuk ataupun hukuman mati, tergantung tingkat kejahatan dan besarnya bahaya bagi masyarakat. Sanksi-sanksi di atas, berlaku bagi semua individu masyarakat tanpa terkecuali. Baik artis, pejabat, atau masyarakat pada umumnya.

Khatimah

Dengan demikian, tidak mungkin untuk terus berharap dengan sistem hari ini, demi memutus mata rantai peredaran narkotika. Sebab, hal itu hanya dapat dilakukan dengan penerapan syariat Islam secara kafah melalui institusi Khilafah. Wallahu'alam.[US]

Baca juga:

0 Comments: