Headlines
Loading...
Islam Melindungi Perempuan dan Anak dari Ancaman Siber

Islam Melindungi Perempuan dan Anak dari Ancaman Siber

Oleh. Anggi
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Di era digital seperti sekarang, kemajuan teknologi memang membawa banyak manfaat, tapi juga menghadirkan ancaman yang tidak kecil, khususnya bagi perempuan dan anak-anak. Penggunaan media sosial, internet, dan perangkat digital kini telah menjadi bagian penting dalam aktivitas harian masyarakat modern. Namun, di balik layar yang menyala itu, ada bahaya besar yang mengintai: kekerasan digital, paparan konten negatif, hingga kerusakan mental dan akhlak sejak usia dini.

Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), media sosial telah menjadi salah satu sumber utama pengaruh kekerasan terhadap perempuan dan anak. Ini bukan sekadar opini, tapi kenyataan yang terus berulang, (tempo.co, 2/6/2024). Paparan media sosial sejak usia dini tanpa pendampingan orang tua dapat meningkatkan risiko anak mengalami ancaman serius seperti pelecehan online, cyberbullying, serta terpapar konten tidak pantas seperti pornografi.

Ancaman ini diperparah oleh penggunaan gawai yang berlebihan pada usia remaja. Menteri PPN/Kepala Bappenas menyebut bahwa fenomena ini menjadi tantangan serius bagi keberhasilan bonus demografi Indonesia dan bahkan mengancam kesiapan menuju generasi emas 2045, (tempo.co, 4/2/2024). Sebuah ironi besar ketika bangsa ini mengklaim siap bersaing secara global, tetapi anak-anaknya justru rentan rusak secara mental sejak dini akibat minimnya kontrol dan arahan dari negara.

Lebih jauh, ini menunjukkan rendahnya literasi digital masyarakat dan lemahnya iman anak-anak sebagai akibat dari sistem pendidikan sekuler yang hanya menekankan aspek kognitif dan materi. Dalam sistem kapitalisme yang berlaku hari ini, kemajuan teknologi lebih dilihat dari sisi keuntungan ekonomi semata. Selama bisa mendatangkan profit, aspek keselamatan dan moralitas masyarakat nyaris tak mendapat perhatian.

Inilah buah pahit dari peradaban sekuler kapitalistik yang memisahkan agama dari kehidupan. Ketika teknologi dikembangkan tanpa panduan iman dan ilmu yang benar, maka kehancuran moral dan kerusakan sosial adalah harga yang harus dibayar. Bahkan, jika ditelusuri lebih dalam, penguasaan atas teknologi siber bisa menjadi alat untuk menguasai sebuah negara, baik secara ekonomi, politik, maupun ideologis.

Oleh karena itu, negara tidak bisa terus bersikap pasif. Negara wajib hadir sebagai pelindung (junnah) rakyatnya, sebagaimana fungsi asli dari sebuah pemerintahan dalam Islam. Perlindungan siber bagi perempuan dan anak bukan sekadar aturan simbolik, tapi harus diwujudkan dalam bentuk sistem digital yang aman, mandiri, dan sesuai syariat.

Indonesia sebenarnya telah memperkenalkan inisiatif seperti PP TUNAS (Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Ruang Siber) ke forum internasional sebagai langkah awal, (menpan.go.id, 24/5/2025). Namun, langkah ini masih jauh dari cukup jika tidak dibarengi dengan keberanian politik untuk membebaskan diri dari ketergantungan pada infrastruktur digital asing dan sistem kapitalisme global.

Negara Islam (Khil4fah) memiliki panduan yang jelas dalam hal ini. Teknologi akan diarahkan untuk kemaslahatan, bukan sekadar alat kapitalisasi. Ruang siber akan dibangun berdasarkan nilai-nilai Islam: bebas dari pornografi, perundungan, dan konten merusak lainnya. Negara akan menetapkan standar pemanfaatan teknologi berdasarkan hukum syariat, agar setiap warga—khususnya perempuan dan anak—dapat tumbuh dalam lingkungan yang sehat secara moral dan spiritual.

Khil4fah akan memastikan bahwa setiap kebijakan digital dilandasi oleh tujuan menjaga kemuliaan manusia, melindungi keluarga, dan mengantarkan umat pada keselamatan dunia dan akhirat. Negara tidak akan membiarkan tangan-tangan asing ikut campur dalam pengelolaan data dan informasi, karena itulah pintu bagi penjajahan gaya baru di era digital.

Maka, sudah saatnya kita menyadari bahwa perempuan dan anak-anak kita tidak hanya butuh kuota internet atau gawai canggih, tapi mereka butuh perlindungan hakiki dari negara yang menjadikan Islam sebagai dasar dalam mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk ruang siber. Perlindungan nyata tidak lahir dari sistem kapitalistik yang hanya mengejar materi, tapi hanya bisa terwujud dengan penerapan sistem Islam secara kafah. [MA]

Baca juga:

0 Comments: