Oleh. Wirani Salsabila
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Siapa tak geram, sosok manusia mulia yang kita cinta dihina? Siapa tak marah, jika kekasih-Nya dijadikan bahan candaan? Sungguh kami tak rela, jika Baginda Nabi Muhammad saw. diperlakukan demikian!
Beberapa waktu lalu, empat orang ditahan polisi pada hari Selasa (1/7/2025) di Istanbul, Turki, terkait dengan penerbitan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad. Penahanan tersebut adalah bagian upaya penyelidikan dan diluncurkan jaksa Istanbul atas kejahatan "menghina nilai-nilai agama di depan umum."
Sebuah karikatur telah dimuat dalam edisi 26 Juni 2025 majalah satir Leman's. Karikatur ini menyinggung konflik yang terjadi antara Isr4el dengan Iran, dan mengilustrasikan Nabi Muhammad dan Nabi Musa berjabat tangan di atas kota yang sudah menjadi puing-puing. Penerbitan kartun itu menimbulkan kemarahan publik. Di video media sosial terlihat sekelompok besar pengunjuk rasa berkumpul di luar kantor Leman's Istanbul, dan beberapa terlihat memaksa untuk masuk (international.sindo.news.com, 1/7/2025).
Kejadian yang hampir sama pun dulu pernah terjadi. Penerbitan ulang karikatur Nabi Muhammad yang kontroversial oleh majalah satir Prancis, Charlie Hebdo juga berbuntut panjang, dan mendapat penentangan dari masyarakat (detiknews.com, 14/9/2020).
Akankah berita serupa terulang lagi? Kita pun akan berharap tak akan ada lagi penghinaan terhadap agama, terkhusus terhadap Nabi Muhammad saw. sebagai sosok teladan utama dalam agama Islam. Namun, penghinaan yang terjadi saat ini ada payung pelindungnya, yaitu kebebasan.
Ya, kebebasan memang adalah hal yang dihargai dalam kehidupan kita era kini. Kehidupan yang bersistem kapitalisme sekuler. Sistem kapitalisme sekuler adalah sistem hidup yang menjadikan keuntungan atau manfaat selalu jadi hal yang utama, dan melepaskan agama sebagai aturan hidupnya. Jadi, hidup penuh suka-suka tanpa aturan yang mengikat. Maka muncullah banyak kebebasan. Kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, kebebasan beraktualisasi, kebebasan kepemilikan, dll.
Semua hal boleh-boleh saja dilakukan atas nama kebebasan ini. Selama tidak mengganggu kebebasan orang lain. Akhirnya lahirlah orang-orang yang ringan melakukan penghinaan. Ditambah tak ada hukuman yang tegas dan menjerakan. Bahkan jika sudah viral dan banyak hujatan, cukup minta maaf saja atas kekhilafan. Akibatnya besar kemungkinan penghinaan itu akan dapat kembali bermunculan. Selain itu, adanya pembiaran terhadap penghinaan itu bisa membahayakan bagi umat Islam. Kenapa? Karena akan mengaburkan pemahaman Islam yang benar di tengah-tengah mereka.
Dan tak heran, sekalipun di negeri yang mayoritas penduduknya Islam, ada penghinaan terhadap agama Islam. Sungguh miris. Memang suatu hal yang akhirnya bisa dimaklumi. Karena agama Islam yang ada tak menjadi aturan kehidupan. Agama hanya dipakai di ranah ibadah kepada tuhannya saja. Di luar itu, agama disingkirkan.
Lalu bagaimana seharusnya? Apakah kita akan berdiam diri terhadap penghinaan nabi? Adakah solusi?
Sejatinya Islam sudah punya solusi atas hal ini. Islam agama sekaligus ideologi sudah punya seperangkat aturan yang jelas dan berlaku dari masa ke masa.
Dulu ketika masa Rasulullah saw., ada seorang lelaki buta punya istri yang sangat disayangi. Namun, istrinya ini setiap hari selalu menghina dan mencaci Nabi. Sang suami sudah melarang dan menasihati, tetapi tak ditaati. Sampai suatu malam suami tersebut sudah tak tahan mendengar cacian sang istri, maka sang suami mengambil kapak. Ia tebas perut istrinya dan ia hunjamkan dalam-dalam hingga istrinya itu mati. Terhadap tindakan sang suami ini, saat itu Rasulullah saw. membenarkannya.
Pun, ketika pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Hamid II, Prancis pernah akan mengadakan pementasan drama karya Voltaire dengan judul "Muhammad atau Kefanatikan". Namun, Khalifah mengetahuinya dan segera memberikan peringatan dan ancaman keras kepada Prancis. Prancis pun ketakutan dan segera membatalkan rencana pementasan drama tersebut.
Penghinaan yang dilakukan adalah termasuk suatu keharaman. Di dalam QS At-Taubah ayat 61 dijelaskan bahwa, "Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah akan mendapat azab yang pedih."
Al-Qadhi 'Iyadh menjelaskan telah menjadi kesepakatan ulama serta para imam ahli fatwa, dari generasi sahabat dan seterusnya bahwa bagi para penghina nabi hukumannya adalah hukuman mati karena tindakannya termasuk kekufuran.
Akhirnya kita dibuat tersadar bahwa kita perlu keberadaan negara yang menjaga akidah rakyatnya. Menjaga segala pemahaman yang ada selalu berada pada jalurnya. Tak melampaui batas!
Sudah saatnya kita campakkan sistem kapitalisme sekuler yang melahirkan kebebasan dan menghalalkan penghinaan. Kita beralih pada sistem Islam yang akan memberikan ketenangan dan kemuliaan dalam kehidupan.
Wallahualam bissawab. [Ni]
Baca juga:
0 Comments: