Gaza Membara, Umat Terlelap. Sampai Kapan Kita Diam?
Oleh. Ummu Fahhala
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)
SSCQMedia.Com—Gaza kembali menjadi neraka di dunia. Serangan demi serangan datang tanpa henti. Korban terus berjatuhan. Tidak hanya orang dewasa, tapi juga anak-anak. Bahkan, 10 anak tewas hanya karena sedang mengantre di klinik untuk berobat, akibat serangan brutal Israel (Tirto.id, 11 Juli 2025).
Yang lebih mengerikan, Gaza kini disinyalir menjadi tempat uji coba senjata mematikan. Zi*nis Yahudi mengepung wilayah Gaza dan menahan bantuan makanan serta obat-obatan. Mereka menetapkan titik distribusi bantuan, lalu menyerang warga yang sedang menunggu (Gaza Media, 2025). Ini bukan perang biasa, tapi genosida yang terus berlangsung di hadapan dunia yang bisu.
Lebih tragis, AS justru memberikan sanksi kepada pelapor khusus PBB yang mengungkap keterlibatan korporasi raksasa, seperti Google, Amazon, dan Microsoft dalam mendukung genosida ini (Tirto.id, 10 Juli 2025). Dunia tampaknya lebih sibuk melindungi kepentingan ekonomi ketimbang nyawa manusia.
Fakta-fakta ini menyayat hati. Namun, lebih menyakitkan lagi adalah kenyataan bahwa umat Islam belum juga bangkit. Sebagian masih sibuk dengan rutinitas, seolah-olah Gaza berada di planet lain. Padahal, Gaza adalah luka kita bersama.
Sebagian besar pemimpin negeri-negeri muslim justru memilih bersikap netral atau bahkan bersahabat dengan penjajah Yahudi. Mereka duduk berdampingan dalam forum internasional, tersenyum dalam diplomasi, dan menutup telinga dari jeritan anak-anak Gaza.
Pengamat politik internasional, Prof. Richard Falk, mantan pelapor khusus PBB pernah menyatakan bahwa serangan terhadap warga sipil Palestina bukan lagi konflik, melainkan bentuk genosida yang disengaja dan sistematis (UN Report, 2024). Namun, dunia hanya mengutuk tanpa bertindak.
Serangan brutal terhadap Gaza telah melampaui batas kemanusiaan. Zi*nis Israel tidak hanya membunuh dengan senjata, tetapi juga menyiksa melalui kelaparan, isolasi, dan kehancuran psikologis. Mereka menjadikan rakyat Gaza sebagai target eksperimen dan alat teror global.
Namun ironisnya, penguasa muslim justru menjadi bagian dari masalah, bukan solusi. Mereka membuka hubungan diplomatik, melayani ekonomi penjajah, dan menekan rakyatnya sendiri yang ingin membela Palestina.
Kritik dari para aktivis dan pengamat memang keras. Tapi tanpa solusi yang jelas dan menyeluruh, semua kritik hanya berakhir di seminar atau media sosial. Umat membutuhkan arah, bukan sekadar kemarahan.
Islam Menawarkan Solusi Hakiki
Islam bukan hanya agama spiritual. Islam adalah sistem hidup yang memiliki solusi tuntas atas setiap persoalan. Untuk masalah Palestina, Islam memerintahkan jihad dan tegaknya khilafah sebagai satu-satunya jalan pembebasan.
Allah Swt. berfirman:
"Dan apa saja yang menimpa kamu, maka itu disebabkan oleh ulah tanganmu sendiri." (QS Asy-Syura: 30)
Rasulullah saw. dan para sahabat membuktikan bahwa kemenangan hanya diraih melalui metode dakwah yang benar, yaitu thariqah Rasulullah saw.. Metode ini tidak bergantung pada kekuatan massa yang liar, atau jalur demokrasi yang sarat kompromi, tetapi melalui kesadaran ideologis dan perjuangan yang istikamah.
Solusi politik tidak akan bermakna jika umat masih tertidur. Penyadaran umat menjadi langkah paling mendesak. Setiap muslim yang sadar, wajib menyebarkan pemahaman ini kepada saudaranya. Umat harus tahu bahwa hanya Khil4f4h yang bisa memobilisasi kekuatan dunia Islam untuk mengusir Zi*nis.
Ketika kesadaran umum terbentuk, umat akan berhenti berharap pada sistem sekuler dan mulai bergerak dalam jalur dakwah ideologis. Kesadaran ini akan melahirkan kekuatan yang tidak bisa dibendung, karena bersumber dari keimanan.
Para pengemban dakwah pun harus waspada terhadap dua bahaya besar: bahaya kelas dan bahaya ideologi. Keduanya bisa menyesatkan langkah perjuangan dan menjauhkan umat dari jalan yang benar. Mereka harus tetap istikamah, terus mengingatkan, dan tidak tergoda oleh jalan pintas demokrasi yang tak pernah membawa kemenangan.
Penutup
Gaza berdarah. Anak-anak menangis dalam kelaparan. Ibu-ibu menggendong jenazah bayinya. Semua ini terjadi hari ini, bukan di masa lalu. Dunia melihat, tapi diam. Umat Islam tahu, tapi banyak yang masih acuh.
Saatnya berhenti menonton. Saatnya bergerak. Bukan dengan kemarahan emosional, tetapi dengan dakwah yang terarah, kesadaran yang menyeluruh, dan perjuangan sistematis menuju tegaknya Khil4f4h dan jihad fi sabilillah.
Gaza tak butuh simpati. Gaza butuh pembebasan. Dan itu hanya bisa datang dari umat yang sadar dan penguasa yang berpihak. Kita bisa memilih untuk diam atau bangkit. [Hz]
Baca juga:

0 Comments: