surat pembaca
Fenomena Film Horor dan Potensi Kerusakan Akidah
Oleh. D’Safira
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Belakangan ini, dunia perfilman Indonesia sempat diguncang oleh kehadiran sebuah film horor yang memicu kontroversi karena dianggap menyentuh ranah keagamaan secara tidak pantas. Banyak pihak menilai bahwa film tersebut mengeksploitasi simbol-simbol Islam demi kepentingan komersial. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar, mengapa semakin banyak film horor yang justru menyesatkan dan menjauhkan masyarakat dari nilai-nilai agama?
Realitanya, banyak individu saat ini menjalani kehidupan yang terlepas dari tuntunan syariat. Orientasi hidup mereka lebih condong pada keuntungan materi, tanpa mempertimbangkan apakah suatu tindakan sesuai dengan prinsip halal atau haram. Akibatnya, produksi film pun sering kali mengabaikan dampak ideologis terhadap umat Islam, termasuk potensi kerusakan akidah yang ditimbulkan.
Film horor yang diproduksi tanpa landasan nilai-nilai Islam berisiko besar merusak fondasi keimanan. Tak jarang, proses pembuatannya melibatkan pelanggaran terhadap syariat, seperti percampuran antara laki-laki dan perempuan tanpa batasan, pakaian yang tidak menutup aurat, serta adegan yang tidak senonoh. Semua ini bukan hanya mencederai nilai moral, tetapi juga berpotensi menjadi dosa jariah bagi para pelaku industri film—sutradara, penulis skenario, hingga kru produksi.
Dalam sistem kehidupan Islam yang ideal, tontonan seperti ini tidak akan mendapat tempat. Masyarakat yang menjadikan syariat sebagai pedoman hidup akan memastikan bahwa setiap karya seni, termasuk film, memiliki nilai edukatif dan mampu meningkatkan ketakwaan. Tujuan utama bukan sekadar meraih keuntungan finansial, melainkan menyebarkan kebaikan dan menjaga kemurnian akidah umat.
Berbeda dengan sistem kapitalisme, di mana keberhasilan sebuah film diukur dari jumlah penonton dan keuntungan yang diperoleh. Logika pasar menjadi penentu utama, selama film tersebut diminati, maka akan terus diproduksi meskipun isinya bertentangan dengan nilai-nilai agama. Dalam sistem ini, pertimbangan spiritual dan moral sering kali terpinggirkan.
Sebaliknya, dalam masyarakat Islam yang memahami pentingnya waktu dan tanggung jawab di hadapan Allah, tontonan yang tidak bermanfaat akan ditinggalkan. Mereka sadar bahwa setiap detik kehidupan akan dimintai pertanggungjawaban. Oleh karena itu, film horor yang tidak memberikan nilai positif akan ditolak, bahkan jika perlu diboikot secara kolektif.
Lebih dari itu, masyarakat Islam yang ideal tidak akan tinggal diam ketika akidah mereka diserang melalui media. Aktivitas amar makruf nahi mungkar akan segera digalakkan. Mereka akan bersuara, menyampaikan kritik, dan mengambil langkah nyata untuk menghentikan penyebaran konten yang merusak.
Sayangnya, masyarakat dengan karakter seperti ini makin sulit ditemukan di era sekarang. Banyak yang terjebak dalam arus budaya populer tanpa filter nilai. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus semangat dalam menuntut ilmu dan memperdalam pemahaman Islam bersama sahabat-sahabat yang memiliki visi yang sama. Dengan istikamah dalam thalabul ilmi, akan lahir generasi yang sadar, kritis, dan siap memperjuangkan kebangkitan umat. [Hz]
Baca juga:

0 Comments: