OPINI
Barang Oplosan Menjamur, di Mana Peran Penguasa?
Oleh. Nora Afrilia, S.Pd.
(Pengamat muslimah)
SSCQMedia.Com—"Tak beras, antah dikisik". Begitulah bunyi peribahasa terkait sikap seseorang yang melakukan segala sesuatu asalkan tujuan yang diinginkannya tercapai. Realisasinya bisa kita lihat gambaran pada kasus terbaru.
Beberapa perusahaan diketahui mengoplos beras biasa menjadi beras premium. Tindakan curang dengan cara mengemas beras yang diproduksi tidak memiliki izin edar, beras tidak sesuai takaran pada kemasan, beras dijual dengan harga di atas HET yang ditentukan pemerintah, kualitas beras tidak sama dengan yang tertera di label.
Kementerian Pertanian (Kementan) pada kamis 17/7/2025, baru saja melaksanakan investigasi demi mengevaluasi mutu dan harga beras yang beredar di pasaran. Bahkan temuan Kementan ini menunjukkan adanya potensi kerugian besar bagi konsumen, dengan total kerugian yang bisa mencapai hingga Rp99,35 triliun per tahun. Beberapa perusahaaan yang diduga mengoplos beras biasa menjadi beras premium, antara lain, Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).
Kecurangan Tak Berkesudahan
Sistem kapitalisme sekularisme memanjakan para pengusaha. Mereka berusaha mencari keuntungan dengan menghalalkan berbagai cara. Tentu akan berhasil dengan persetujuan penguasa negeri ini.
Terbukti, oplosan terjadi berulang. Sebelumnya bensin pertalite dioplos. Yang diketahui merugikan rakyat. Dan belakangan ini beras oplosan terjadi. Padahal sebenarnya rakyat ingin kualitas terbaik. Namun yang ada di dunia produksi adalah tipu-tipu.
Sistem demokrasi kapitalis sekuler ini berseberangan dengan nilai kebenaran yanga ada pada Islam. Seolah mereka terlihat baik, namun sesungguhnya sistem ini membuat terlena kaum muslim untuk menjauh dari islamnya. Bisa kita perhatikan betapa leluasanya para pengusaha mengembangkan produksinya yang menghasilkan barang oplosan. Bagaimana mungkin pemerintah tidak sampai mengetahui begitu banyaknya beras yang beredar tanpa izin edar, dengan mudahnya menginjak pasaran? Bagaimana mungkin negera tidak mengetahui banyak di antara beras yang diperjualbelikan mempunyai harga tinggi di atas HET?
Padahal beras yang diletakkan bukanlah sedikit. Tentunya sudah ada permainan beberapa dari bagian pemerintah dengan pengusaha-pengusaha besar tersebut. Yang akhirnya memuluskan beras tersebut sampai di pasaran.
Hal lain sebab beredarnya beras oplosan adalah karena lemahnya pengawasan dalam distribusi beras.
Diungkapkan oleh pengamat pertanian IPB Edi Santosa, mengungkapkan terlalu bebasnya perdagangan beras di Indonesia. Beliau menjelaskan siapa pun bisa langsung membeli ke penggilingan.
Berbeda dengan luar negeri, distribusi beras diatur secara ketat. Pembeli biasa hanya bisa mendapatkan beras di distributor. Tidak sembarang orang bisa membeli beras langsung dari penggilingan (cnnindonesia,15/7/2025).
Islam Jelas Adil
Pada masa Umar bin Khattab, ada masa di mana beliau mendengarkan percakapan antara anak pedagang susu dengan ibunya. Ibunya berusaha membujuk sang anak untuk menambahkan air pada susu yang akan dijual. Agar mendapatkan prosuksi susu kambing yang banyak. Sang anak bersikeras bahwa hal itu adalah kecurangan. Tidak akan berkah rezeki yang mengalir untuk keluarga itu. Mereka berselisih dan terdengar oleh sang penguasa negeri. Akhirnya Umar bin Khattab menegur sang ibu. Dan sang ibu menyesali upaya kecurangan tersebut. Berbuat curang itu batil. Beliau berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tersebut pada dagangan anaknya.
Begitulah seharusnya pribadi penguasa dan wirausahawan di negeri ini. Amanah menjadi akhlak yang langka pada saat ini. Amanah harus berangkat dari sistem yang baik. Sistem pemerintahan yang adil, sistem pendidikan yang mengedepankan keimanan pada Allah, sistem sanksi yang adil.
Apakah barang oplosan mereka akan ditarik seluruhnya dan dikenakan denda? Itu tergantung kebijakan khalifah selaku penguasa negeri. Efeknya tentu pada pengusaha, mereka tidak akan semena-mena memproduksi barang oplosan. Menguntungkan baginya, namun rugi bagi pihak tertentu. [Ni]
Baca juga:

0 Comments: