Headlines
Loading...
Tambang Nikel Raja Ampat Diusut, Izin Tambang Dicabut

Tambang Nikel Raja Ampat Diusut, Izin Tambang Dicabut


Oleh. Agustia
(Pemerhati Umat)


SSCQMedia.Com—Kepulauan Raja Ampat yang terletak di Papua Barat Daya, terkenal dengan gugusan pulau-pulau kecil yang membentuk satu-kesatuan. Keindahan alamnya telah diakui, bahkan menjadi warisan dunia sebagai salah satu Global Geopark UNESCO.


Pemandangan alam Raja Ampat yang indah dan menyimpan berjuta spesies laut dunia, berbagai jenis ikan, karang, spesies mamalia, spesies burung yang semua itu menambah keindahan alamnya. Sayangnya, keindahan alam itu terusik dengan adanya penambangan nikel yang dilakukan oleh lima perusahaan yang telah menerima izin usaha penambangan dari pemerintah. 


Hal ini bertentangan dengan UU Nomor 1 tahun 2014, tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Pada pasal 35(k) UU itu, mengamanatkan pelarangan penambangan mineral pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara langsung dan tidak langsung, apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat. Berdasarkan hal itu, patut dipertanyakan, bagaimana sesuatu yang dilarang kemudian izinnya dikeluarkan? (BBCNewsIndonesia, 6/6/2025).


Kemudian dilansir dari SindoNews.Com, pada tanggal 12 Juni 2025, bahwa Bareskrim Polri harus mengusut tuntas dugaan pelanggaran tambang nikel tersebut, karena penambangan nikel di wilayah Raja Ampat Papua, jelas menimbulkan kerusakan lingkungan. 


 Dampak Buruk Eksploitasi


Tanah di Papua memang kaya dengan hasil tambang, tapi bukan tanah kosong. Inilah yang membuat para pengusaha tergiur untuk melakukan eksploitasi, karena cuan. Tapi setelah dilakukan pengerukan, diambil kekayaannya, dirusak, kemudian masyarakatnya ditinggalkan begitu saja. Padahal,  masyarakatlah yang paling berdampak terhadap kerusakan yang dilakukan. Sudah seharusnya masyarakat dibantu untuk menjaga kekayaan alam di Raja Ampat.


Jelas, aktivitas tambang nikel  mengganggu  pariwisata di kepulauan Raja Ampat, yang kita kenal sebagai ikon wisata daerah Papua. Jangan sampai kita lupa dan abai akan keindahan alam yang sudah seharusnya kita jaga.


Jika ditelusuri lebih lanjut, tampaknya ada yang salah dalam pemberian izin tambang. Seperti yang kita ketahui, Undang-undang melarang penambangan mineral di pulau-pulau kecil yang menimbulkan kerusakan ekologis, mencemari lingkungan atau merugikan masyarakat sekitar. Tetapi izin dikeluarkan, sehingga dapat diduga adanya  kerjasama dan tawar-menawar antara pemberi dan penerima izin. Padahal jelas-jelas dapat mengakibatkan kerusakan terhadap ekosistem.


Bersyukur, LSM lingkungan Greenpeace dan masyarakat  sekitar, melakukan protes keras terhadap peristiwa ini, hingga mendapat tanggapan dari berbagai pihak. 


Nyata, semua ini sebagai akibat dari cara berpikir yang berbau kapitalis-sekuler, merasa tak puas dengan yang ada sehingga harus mengorbankan alam dan merusaknya. Memang kita butuh pemasukan negara, tetapi jika melihat Indonesia yang kaya dengan SDA-nya,  tentu masih banyak yang dapat kita andalkan selain merusak alam. Karena kerusakan alam sangat berdampak bagi kehidupan masa depan anak cucu kita nanti.  


Patut disadari, bahwa seharusnya bumi, air, api digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jangan sampai pengerukan atas nama investasi, pembangunan tapi kekayaan alam yang dieksploitasi.


Kehadiran pemerintah harusnya memenuhi konstitusi untuk menjaga wilayah negara, bukan untuk tunduk pada kepentingan korporasi. Hal ini harus secara tegas ditindak. Jangan hanya menghentikan operasional sementara saja, karena dalih untuk mengevaluasi aktivitas tambang.


 Mencabut Izin Tambang


Meski pemerintah akhirnya mencabut izin empat perusahaan pada bulan Juni 2025 dan menyisakan satu perusahaan tambang nikel yang beroperasi di kawasan Raja Ampat, tugas untuk selalu mengawasi pelaksanaan tambang nikel harus tetap dilaksanakan. Hal ini untuk melindungi keanekaragaman hayati dan lingkungan sesuai dengan amanat Undang-Undang  Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.


 Solusi Islam


Islam membagi status kepemilikan kepada kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara. Artinya, sesuatu yang pemanfaatan dan pengelolaannya dimiliki secara bersama. Tidak boleh dikuasai oleh individu maupun negara, apalagi diserahkan kepada swasta  dan asing, haram hukumnya!


Hadis Nabi saw.: "Kaum muslim berserikat dalam  3 hal: air, padang rumput gembalaan dan api. Harga (menjualbelikannya) adalah haram.” (HR. Ibnu Majah dan Abu Daud)


Pengelolaan sumber daya alam yang kita alami saat ini berdasarkan kepada aturan sekuler-kapitalis, yang mengutamakan keuntungan semata, tanpa ada rasa tanggung jawab kepemilikan bersama. Sikap seperti ini sangat bertentangan dengan syariat Islam, sehingga tidak bermanfaat bagi masyarakat banyak dan tidak berkah. Buktinya, di tengah berlimpahnya kekayaan alam kita, masyarakatnya mayoritas dalam keadaan miskin.   
    

Di dalam Islam, manusia  dipandang sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi dan ia bertanggung jawab  untuk memelihara keseimbangan alam dan memastikan keberlanjutan kehidupan. Islam mewajibkan agar kita menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan. 


Sebagai seorang muslim, kita harus menjaga alam sebagai bentuk tanggung jawab, sekaligus sebagai ibadah kepada Allah Swt. Nilai ibadah inilah yang akan mampu mendekatkan kita  kepada Allah, karena sekecil apa pun yang kita lakukan dinilai sebagai ibadah.


Dengan menjaga bumi, kita tidak saja menjalankan amanah sebagai khalifah, tetapi juga mewariskannya bagi generasi masa depan. Wallahu a’lam bishowab. [US]

Baca juga:

0 Comments: