Pertambangan Nikel Raja Ampat: Eksploitasi Berkedok Hilirisasi
Oleh. Hana Salsabila A.R
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Raja Ampat, salah satu wilayah yang terletak di provinsi Papua Barat Daya dan dijuluki "The Paradise of Papua" karena kaya akan keanekaragaman terumbu karang dan lautnya. Dengan kekayaan alam tersebut, harusnya menjadikan ini terkategori sebagai wilayah yang dilindungi. Namun ternyata, diam-diam Raja Ampat menghadapi eksploitasi alam yang disebabkan oleh aktivitas tambang nikel dan tambang. Dan ini telah berlaku sejak tahun 1972 (Tempo.co, 9/6/2025). Lantas, mengapa kasus ini baru ramai sekarang?
Aktivitas tambang nikel ini baru ramai setelah diungkap oleh tim Greenpeace Indonesia dan Aliansi Jaga Alam Raja Ampat. Mengutip dari Tempo (9/6/2025), lebih dari 500 hektare hutan yang termasuk dari lima pulau kecil, yaitu Gag, Kawe, Manuran, Manyaifun, dan Batang Pele, semuanya telah rusak akibat penambangan dan sedimentasi dari kegiatan yang berjalan di lima pulau kecil ini. Sehingga menyebabkan terancamnya kehidupan terumbu karang dan laut dan dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Jagad sosmed ramai oleh tagar #SaveRajaAmpat sebagai bentuk protes warganet terhadap eksploitasi tambang nikel di Raja Ampat. Pada akhirnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia memutuskan untuk menghentikan sementara kegiatan operasional tambang nikel di Raja Ampat. Meski demikian, Bahlil tetap mencoba beralasan pemerintah akan tetap berkomitmen terhadap perlindungan lingkungan. Selain itu, ia juga mengklaim program ini sebagai pendorong hilirisasi guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, lagi-lagi itu statement itu hanya dianggap sebagai omon-omon belaka guna meredam suara protes masyarakat. (BBCIndonesia, 6/6/2025).
Berkaca dari Gunung Emas Papua, Raja Ampat bukanlah yang pertama. Hampir setiap sumber daya yang melimpah di Indonesia akan menjadi objek perusahaan dan ladang bisnis bagi para individu elit. Meski dalam Undang-undang telah jelas dilarang, nyatanya hukum tetap mereka terjang. Bukan mengejutkan, sebab negeri ini menganut sistem ekonomi kapitalisme, di mana sumber daya alam boleh dinikmati dan dimiliki oleh segelintir individu elit saja. Negara hanya menjadi vendor dan menjadikan itu sebagai ladang meraup keuntungan pribadi tanpa berpikir risiko berkepanjangan, bahkan jika berimbas pada rakyat.
Negeri ini kaya, namun miskin. Sebuah fakta pahit yang dirasakan oleh masyarakat di negeri kapitalis ini. Dalam Islam, sumber daya alam adalah kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat, bukan hanya kepentingan individu.
Dalam kitab Al-Mughni, Ibnu Qudamah mengatakan, “Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya seperti garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), minyak bumi, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individualnya) selain oleh seluruh kaum Muslim sebab hal itu akan merugikan mereka".
Dalam riwayat lainnya, juga dikatakan: Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api. (HR Ibnu Majah). Dan tambang isi bumi adalah salah satu darinya. Pemanfaatan dari kekayaan alam ini lah kelak menjadi salah satu sumber utama pendapatan negara, bukan pajak. Dan pendapatan tersebut digunakan tidak lain untuk menyejahterakan dan memenuhi kebutuhan hidup rakyat.
Maka sudah seharusnya negara kita intropeksi, sudahkah rakyat Indonesia sejahtera dengan sistem kapitalis yang sekarang?
Wallahualam bissawab. [Hz]
Baca juga:

0 Comments: