Headlines
Loading...
Pemberantasan Korupsi ala Islam

Pemberantasan Korupsi ala Islam


Oleh. Ummu Fahhala, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)

SSCQMedia.ComKorupsi di Jawa Barat kembali mencuat dan membuat publik geram. Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Kabupaten Cirebon, Adil Prayitno, ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek peningkatan jalan dan drainase. Kasus ini menyebabkan kerugian negara hingga Rp2,6 miliar. (detik.com/jabar, 29/05/2025).

Sementara itu, dana operasional zakat pun tidak luput dari tindakan korupsi seperti dilansir bandung.kompas.com, 28/05/2025. Fakta ini menunjukkan betapa korupsi tak mengenal batas, bahkan menyasar lembaga keagamaan.

Dua kasus di atas hanyalah sebagian kecil dari potret kelam korupsi di negeri ini. Meski berbagai upaya pemberantasan korupsi telah dilakukan, tapi belum menyelesaikan sampai ke akar. Kita akan melihat dari sudut pandang sistem hidup yang melahirkan para koruptor, kemudian menawarkan solusi Islam yang menyeluruh dan nyata. Pada akhirnya, hanya dengan perubahan sistemik, korupsi bisa diberantas dari akarnya.

Kapitalisme Sekuler Suburkan Korupsi

Tolok ukur materi dijadikan sebagai tujuan utama hidup dalam sistem kapitalisme sekuler. Dalam pandangan ini, jabatan bukan lagi amanah, melainkan peluang untuk meraih keuntungan pribadi. Moral dan akhlak terpinggirkan karena agama dipisahkan dari kehidupan publik. Akibatnya, korupsi dianggap wajar selama tidak ketahuan.

Dr. Yusuf Al-Qaradawi dalam bukunya Musykilat al-Faqr menegaskan, “Kapitalisme sekuler telah melahirkan ketimpangan dan kerakusan yang menindas.” Sistem ini membuka celah luas bagi penyelewengan dana dan penyalahgunaan wewenang. Upaya pemberantasan korupsi hanya menyentuh permukaan, karena akarnya tetap dibiarkan hidup.

Berbagai program antikorupsi, seperti reformasi birokrasi, laporan kekayaan, hingga kampanye integritas—terbukti tidak efektif. Korupsi tetap tumbuh subur. Karena kapitalisme membolehkan segala cara demi keuntungan pribadi. Tanpa panduan moral yang kuat, pejabat akan terus mencari celah untuk memperkaya diri.

Ahli tata negara dari Universitas Islam Madinah, Syaikh Abdullah bin Bayyah, menyebutkan, “Korupsi bukan hanya soal individu yang lemah iman, tapi juga sistem yang rusak dan merusak.” 

Islam Menawarkan Solusi Tuntas

Islam memiliki sistem pencegahan dan penindakan korupsi yang menyeluruh. Melalui beberapa mekanisme kebijakan, di antaranya; pertama, Islam mewajibkan laporan kekayaan secara terbalik, yakni pejabat harus membuktikan bahwa seluruh hartanya halal dan tidak berasal dari penyalahgunaan jabatan. Islam mewajibkan pejabat publik membuktikan asal usul harta kekayaannya. Ini berbeda dari sistem saat ini yang hanya mengandalkan laporan sepihak.

Kedua, negara wajib menjamin kesejahteraan pejabat dengan gaji dan fasilitas yang mencukupi dan layak, agar tidak tergoda mengambil hak rakyat. 

Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. berfirman:
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil." (QS. Al-Baqarah: 188)

Ketiga, pencegahan paling mendasar dalam Islam adalah pembentukan pribadi bertakwa, yang sadar bahwa Allah Swt. selalu mengawasi.

Allah Swt. berfirman:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya." (QS. An-Nisa: 58)

Keempat, Islam mengharamkan suap-menyuap dalam segala bentuk.

Rasulullah SAW bersabda:
"Allah melaknat pemberi dan penerima suap."
(HR. Abu Dawud)

Untuk penindakan yang tegas, qadhi (hakim) dalam sistem Islam memiliki wewenang menjatuhkan sanksi ta'zir yang menjerakan, sesuai tingkat kejahatannya. Pelaku korupsi tidak hanya dihukum secara fisik, tapi bisa juga dijatuhi sanksi sosial dan ekonomi dengan menyita harta ghulul hasil korupsi untuk dikembalikan kepada negara atau rakyat yang berhak.

Islam tidak hanya memberi aturan, tapi juga membentuk sistem kehidupan yang terpadu. Dalam sistem Islam, pemimpin dan rakyat terikat pada hukum Allah Swt. Suap dan harta ghulul (hasil korupsi) haram hukumnya. Negara mengawasi harta pejabat, dan rakyat diberi hak mengoreksi langsung tanpa rasa takut.

Sejarah Islam Bebas dari Korupsi

Penerapan syariat secara kaaffah menjamin bersihnya pemerintahan dari korupsi. Ini bukan sekadar teori, tapi telah terbukti dalam sejarah Islam.

Pada masa Rasulullah Saw., para amil zakat digaji dan dilarang mengambil apa pun selain upah yang ditentukan. 

Umar bin Khattab r.a. memberlakukan perhitungan kekayaan terbalik terhadap para pejabatnya, dengan cara melaporkan kekayaan mereka sebelum dan sesudah menjabat. Bila terjadi lonjakan mencurigakan, maka negara akan menyita dan menyelidiki asalnya.

Umar bin Abdul Aziz, pemimpin dari Bani Umayyah, memerintahkan seluruh pejabat untuk hidup sederhana dan menolak kemewahan dengan memberikan contoh penerapan langsung. Dalam kepemimpinannya, korupsi nyaris tidak ditemukan.

Itulah bukti bahwa sistem Islam mampu menciptakan pemerintahan yang bersih, adil, dan amanah. Bukan karena manusianya sempurna, tapi karena sistemnya menutup setiap celah penyimpangan. [Rn]

Baca juga:

0 Comments: