Headlines
Loading...

Oleh. Q. Rosa
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—PPATK dalam Program Monitoring Berbasis Resiko (Promensisko) mengungkap temuan yang mengejutkan, yaitu adanya transaksi judi online yang menyasar generasi bangsa ini. Usianya pun fantastis, bayangkan, anak usia 10 tahun sudah terpapar judi online!

Dari data kuartal I-2025, yang dikumpulkan oleh PPATK menunjukkan jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain berusia 10-16 tahun lebih dari Rp2,2 miliar. Usia 17-19 tahun mencapai Rp47,9 miliar dan deposit yang tertinggi usia antara 31-40 Tahun mencapai Rp2,5 triliun. (CNBC Indonesia, 8/5/2025).

Tak bisa dimungkiri dibanding tahun 2024 per Maret dapat ditekan hingga sekitar 160 juta atau turun 80%, dengan jumlah transaksi di Maret 2025  sebesar 39.818.000 transaksi.(CNBCIndonesia.com, 8/5/2025).

Tetapi jangan cukup hanya membaca angka, karena di balik angka-angka tersebut ada tersimpan berbagai problem besar yang mengancam generasi dan kehidupan masyarakat di negeri ini, mulai kasus kecanduan judi online, kriminalitas yang meninggi, konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman online, hingga kasus bunuh diri yang terus meningkat. Sungguh kondisi yang membutuhkan perhatian untuk segera diselesaikan.


Visual Judi Online, Menarik Generasi

Di tengah ekonomi yang sedang krisis, sering kali judi online menjadi alternatif bagi yang merasa yang merasa buntu dalam mencari jalan keluar. Awalnya mereka mencoba untuk bermain judi demi mencari keberuntungan. Titik berikutnya,  keberuntungan tak kunjung datang, sementara secara finansial dan mental mereka telah mengalami kerugian.

Di sisi lain, dalam sistem kapitalis-sekulerbyang diutamakan adalah orientasi terhadap materi dan mengejar cuan. Para pelaku  industri yang berbasis teknologi mampu membaca peluang ini untuk mendapatkan keuntungan besar. Dengan berbagai platform dan fitur-fitur yang menarik secara visual, lalu diendorse sedemikian rupa dengan menampilkan para artis di media sosial, mereka mampu memanfaatkan celah psikologis dan visual untuk menarik anak-anak bermain judi online tanpa mempedulikan dampak kerusakan mental generasi. Inilah wajah asli kapitalisme yang rakus dan tak peduli dengan generasi.

Menteri Koodinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan mengungkap "Kalau dari data judi online dari intelijen ekonomi itu di tahun 2024 sebanyak 8,8 juta pemain, di mana 80 persen adalah masyarakat bawah dan menyasar ke anak-anak muda," katanya di Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Jakarta Timur,
(CNNIndonesia.com, 14/11/2024)

Sementara Kepala Satuan Tugas Pemberantasan Judi Online sekaligus Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Hadi Tjahjanto menyebut, sekitar 2 persen dari pemain judi online adalah di bawah umur atau kurang dari 10 tahun, jumlahnya 47.400 orang. Sedangkan antara 10-20 tahun sekitar 440.000 orang. (Comdigi.go.id)

Ini artinya judi online secara nyata, telah merambah pada generasi muda bahkan anak-anak. Jika tidak segera ditangani secara serius maka ancaman kerusakan generasi takkan bisa dihindari, gangguan perjudian (gambling disorder) dapat menyebabkan mereka melakukan kecurangan, kriminalitas, kerugian finansial bagi keluarga. Saat orang tua disibukkan dengan urusan ekonomi yang makin mengimpit, anak-anak disibukkan dengan gawai di media sosial yang memang tampak menyenangkan, hingga terjebak pada judi online. Tanpa disadari, institusi keluarga pun retak dan hancur.

Sementara hingga saat ini, pemerintah tampak  kurang serius dan sistematis dalam mencegah maupun mengatasi judi online. Pemutusan akses dilakukan setengah hati dan tebang pilih, sementara banyak situs judi yang tetap aktif. Ini membuktikan bahwa demokrasi kapitalisme tidak memiliki solusi hakiki dalam menyelamatkan generasi muda dari kriminalitas.


Hukum Islam, Tegas Mengatasi Perjudian

Islam sebagai agama yang sempurna, memiliki aturan yang lengkap untuk mengatasi berbagai problem kehidupan, termasuk problem generasi yang terpapar judi online.

Jika dalam masyarakat kapitalis suasana materialistik tampak pada budaya dan nuansa kehidupan mereka, maka sungguh  berbanding terbalik dengan kehidupan masyarakat Islam, di mana suasana keimanan adalah poin utama menjadi tumpuan dalam kehidupan mereka.

Penjagaan itu ada pada ranah keluarga, orang tua bertanggung jawab penuh membentuk dan menumbuhkan keimanan pada anak-anak. Keimanan ini nantinya yang akan menjadikan generasi kuat, mampu membedakan hak dan batil, serta mencegah mereka dari pembuatan curang dan kriminalitas termasuk judi online.

Lapis berikutnya penjagaan keimanan ada di lingkungan dunia pendidikan, yang akan membentuk generasi menjadi pribadi yang bersyakhsiyah Islam, yaitu sosok yang secara akal dan perbuatannya senantiasa senantiasa dikendalikan oleh keimanan. Kemampuan apa pun yang mereka miliki dengan segala aktivitasnya selalu diupayakan untuk meraih rida Allah.

Stabilitas perekonomian dalam Islam, serta jaminan kebutuhan masyarakat yang terselenggara baik oleh negara akan memudahkan orang tua dapat berkonsentrasi penuh mencari nafkah, memenuhi kebutuhan mereka secara layak. Selain itu orang tua dapat memantau serta mendampingi perkembangan mental anak-anaknya hingga mereka dewasa hingga menjadi para pemimpin yang tangguh dan amanah.

Masyarakat dalam Islam berfungsi menjadi penyeimbang antar individu dan pemerintah, amar makruf nahi mungkar tegak, hingga masyarakat mampu mengontrol perbuatan maksiat.

Sistem sanksi yang tegas, yang bersumber dari Al-Qur'an dan hadis ditegakkan oleh para pemimpin yang amanah. Hal ini memberikan efek jera bagi pelaku kriminal termasuk pelaku judi online dan para bandarnya. [My]

Baca juga:

0 Comments: