Headlines
Loading...
Ngeri! Transaksi Judol Anak, Capai Miliaran Rupiah

Ngeri! Transaksi Judol Anak, Capai Miliaran Rupiah

Oleh. Widya Sucitra
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Teknologi seharusnya menjadi alat bantu manusia dan citra kemajuan peradaban. Namun di tangan sistem yang salah, ia justru berubah menjadi senjata pemusnah generasi. Ketika anak-anak yang seharusnya bermain dan belajar justru sibuk berjudi secara online, maka ini bukan lagi sekadar masalah individu, melainkan cerminan dari kerusakan sistemik yang mengancam masa depan bangsa.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap temuan mengejutkan: anak-anak usia 10 tahun di Indonesia telah terlibat dalam praktik judi online. Temuan ini disampaikan dalam laporan Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko). Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyebutkan bahwa pada kuartal I-2025, total deposit dari pemain berusia 10–16 tahun mencapai lebih dari Rp2,2 miliar. Kelompok usia 17–19 tahun menyumbang Rp47,9 miliar, sementara angka tertinggi berasal dari usia 31–40 tahun yang menembus Rp2,5 triliun ( cnbcindonesia.com, 11-5-2025).

Fenomena merebaknya judi online yang menyasar anak-anak bukan sekadar dampak sampingan dari perkembangan teknologi digital. Ini adalah konsekuensi langsung dari sistem Kapitalisme yang menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan utama, tanpa memedulikan dampak sosial, moral, atau spiritual yang ditimbulkannya.

Dalam sistem ini, segala hal yang berpotensi mendatangkan profit akan dimanfaatkan semaksimal mungkin. Para pelaku bisnis judi online bahkan secara sadar merancang tampilan permainan yang penuh warna, atraktif, dan menyerupai game anak-anak agar mereka mudah tertarik dan lanjut kecanduan. Anak-anak ini dijadikan sasaran empuk karena minim kontrol, mudah dimanipulasi, dan memiliki ketertarikan tinggi pada gim digital.

Ironisnya, celah ini tetap dibiarkan terbuka oleh regulasi yang longgar. Bahkan tidak sedikit aparat yang mestinya menjadi garda terdepan dalam perlindungan justru menutup mata, atau malah ikut menikmati keuntungan dari aliran dana haram yang menggiurkan. Negara gagal menjalankan fungsinya sebagai pelindung masyarakat. Maka tak mengherankan bila praktik ilegal seperti ini terus berkembang tanpa kendali.

Lebih jauh lagi, hal ini menandakan bahwa kerusakan bukan hanya pada tataran individu, melainkan sudah melembaga dalam sistem yang rusak. Kapitalisme telah membentuk masyarakat yang permisif terhadap keburukan selama menghasilkan uang. Nilai-nilai agama, etika, dan moral ditekan oleh logika pasar bebas.

Umat Islam tak boleh terus-menerus menaruh harapan pada sistem yang terbukti gagal melindungi generasi. Sudah saatnya kita berpaling pada sistem yang berasal dari wahyu Ilahi, yakni Islam secara kafah. Islam tidak hanya menawarkan solusi moral, tetapi juga sistemik dan menyeluruh.

Dalam Islam, keluarga adalah institusi pertama dan utama dalam membentuk kepribadian anak. Orang tua, khususnya ibu, diberi tanggung jawab besar dalam mendidik, membimbing, dan menjaga anak dari pengaruh buruk. Namun dalam sistem Kapitalisme, banyak ibu terpaksa meninggalkan peran pengasuhan demi membantu ekonomi keluarga karena himpitan kebutuhan hidup. Akibatnya, anak-anak tumbuh tanpa pendampingan yang memadai, sehingga mudah terjerumus dalam kerusakan seperti judi online.

Islam memahami hal ini. Oleh karena itu, Islam membangun sistem yang menyokong ketahanan keluarga secara komprehensif, dari jaminan kebutuhan pokok oleh negara, sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam, hingga kontrol masyarakat (hisbah) yang aktif mengawasi dan mencegah maksiat.

Pendidikan Islam tidak sekadar mentransfer ilmu, melainkan menanamkan pola pikir Islami dan membentuk kepribadian Islam pada anak. Anak diajarkan sejak dini untuk menjadikan halal dan haram sebagai standar perilaku, bukan sekadar benar atau salah menurut logika manusia.

Lebih dari itu, dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), negara berperan aktif mengarahkan teknologi agar tidak menjadi alat perusak, tetapi sebagai sarana dakwah, pendidikan, dan kemajuan peradaban Islam. Negara tidak akan membiarkan konten digital yang merusak tersebar luas. Setiap teknologi dikembangkan secara mandiri dan dipastikan sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Dalam sistem Islam, pelaku kejahatan seperti judi online akan diberi sanksi tegas. Sanksi dalam Islam bersifat preventif dan represif sekaligus, bertujuan menjaga masyarakat dari bahaya serta memberi efek jera. Tak ada kompromi dengan kejahatan, apalagi jika menyasar anak-anak.

Rasulullah Saw. bersabda, "Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim).

Inilah model kepemimpinan Islam, di mana seorang pemimpin bukan hanya pengambil kebijakan, tetapi pengurus urusan umat. Ia bertanggung jawab penuh memastikan rakyat hidup dalam sistem yang bersih dari kemaksiatan, adil, dan penuh keberkahan.

Selama umat masih menggantungkan harapan pada sistem buatan manusia yang rusak dan korup, masalah seperti judi online akan terus berulang dalam bentuk yang lebih buruk. Hanya dengan penerapan Islam kafahlah umat akan meraih keselamatan hakiki, baik dunia maupun akhirat.
Wallahu a'lam bishshawab. [ry].

Baca juga:

0 Comments: