Headlines
Loading...

Oleh. Ratty S. Leman

Kulihat banyak berseliweran berita yang tak benar. Orang-orang jahil berkata dan menulis yang tak sesuai fakta, menulis dengan informasi yang salah, menulis dengan analisa yang kacau, menulis dengan solusi yang batil. Ah, apakah aku harus diam saja? 

Perang pemikiran itu sudah lama terjadi. Saat mesin cetak ditemukan, mereka melakukan propaganda ide-ide mereka dengan menyebar tulisan-tulisan mereka lewat buletin-buletin. Saat ini pun masih. Ditambah lagi dengan berbagai media karena telah berkembang teknologi. Apakah aku harus diam saja? 

Setiap hari melihat tulisan sampah dan setiap hari membaca tulisan yang salah. Jiwaku meronta. Tulisan harus dijawab dengan tulisan. Pemikiran mereka yang salah harus diluruskan. Kalau tidak maka kesalahan yang berulang-ulang ini akan dianggap kebenaran. Maka harus ada yang meluruskannya. Tak ada kata malas menggerakkan tangan untuk menulis karena ini penting. Bagaimana kamu mempertanggungjawabkan perbuatanmu jika kelak ditanya Allah? Aku malas, ya Allah. Astagfirullah.
Mereka sudah menyerang dengan senjata mereka berupa tulisan-tulisan yang mematikan. Apakah kita tetap diam saja? Matilah kita. Maka serangan harus dibalas dengan serangan. Tanpa serangan mereka pun kita harus aktif menyebarkan tulisan kebenaran. 

Para ulama adalah contoh kita. Jika tidak ditulis kitab-kitab pemikiran dan penemuan mereka, apakah kita bisa mewarisi keilmuan mereka? Apakah ilmu-ilmu mereka bisa kita baca dan pelajari hingga saat ini? Maka ilmu yang ditulis manfaatnya sepanjang masa. 

Al-Qur'an jika tak ditulis lagi dan dibukukan, apakah kita bisa membacanya setiap hari? Kaum muslimin tak banyak yang menghafal, maka mau tidak mau harus ditulis dan dibukukan agar ada generasi selanjutnya yang bisa menghafal. 

Mati kutu kita jika tak bergerak untuk menuliskan kebenaran, karena kejahatan saat ini telah merambah ke mana-mana. Termasuk kejahatan tulisan. Kejahatan jurnalistik pun sudah kita kenal. Jika kita tak berpihak kepada kebenaran, kita akan berpihak kepada siapa? Maka menulislah, jangan diam. 

Saat ini aku memilih profesi menulis seperti para ulama terdahulu. Membaca Al-Qur'an, bertadabur, dan menuliskan hasil tadabur dikaitkan dengan fakta yang ada sekarang. Al-Qur'an menjadi informasi utama dan pertama (maklumat tsabiqoh) untuk berpikir dan menjadi pedoman. Setelah meramu fakta dengan informasi di dalam Al-Qur'an maka otak mulai digunakan untuk berpikir. Insyaallah akan menghasilkan pemikiran yang benar dari proses berpikirnya. 

Profesi menulis yang kupilih, aku sesuaikan dengan pilihan Allah yakni kewajiban berdakwah. Bersyukurlah jika Allah telah memilihmu menjadi pengemban dakwah. Maka sesuaikan pilihanmu dengan pilihan Allah. Semoga keberkahan hidup mengiringimu. Maka, apakah masih kamu malas menulis?

Kemampuan menulis bukan karena bakat atau 'passion'. Keahlian menulis didapat dengan latihan demi latihan sehingga akhirnya bisa melahirkan tulisan yang bagus dan bermutu. Semoga kita bisa istikamah di dalam menulis. Biasakan dalam sehari menulis. Jika dalam satu hari belum menulis, gelisahlah. Bagaimana tidak gelisah? Para penyeru kejahatan rajin menulis, masa penyeru kebenaran malas menulis. Astagfirullah, semoga Allah ampuni kelalaian kita dari tugas dakwah dengan menulis ini. [Ni]

Baca juga:

Related Articles

0 Comments: