Headlines
Loading...
Mutu Pendidikan dalam Cengkeraman Kapitalisme

Mutu Pendidikan dalam Cengkeraman Kapitalisme


Oleh. Galuh Metharia
(Aktivis Muslimah DIY)

SSCQMedia.Com—Deloitte Global 2025 Gen Z and Millennial Survey menunjukkan bahwa hampir sepertiga (31%) Generasi Z (Gen Z) memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan tinggi. Mayoritas alasannya karena tingginya biaya kuliah. Para Gen Z juga skeptis, pendidikan tinggi mampu memenuhi kebutuhan pengalaman praktis untuk masuk dunia kerja. Laporan ini disusun berdasarkan survei lapangan dari 44 negara dengan metode pertanyaan terbuka, wawancara langsung secara kualitatif dan survei online. Adapun responden dari Indonesia sebanyak 535, di antaranya 326 orang Gen Z dan 209 orang milenial.

Lebih lanjut, adapun hal-hal yang dikhawatirkan oleh Gen Z terkait sistem pendidikan tinggi antara lain mulai dari mahalnya biaya pendidikan, kualitas pendidikan, terbatasnya peluang pengalaman praktis, relevansi kurikulum ke pasar tenaga kerja, panjangnya waktu yang dibutuhkan untuk lulus kuliah, juga kurangnya opsi pembelajaran fleksibel (detik.com, 19/5/2025).

Sejalan dengan laporan di atas, awal tahun 2025 media sosial sempat diramaikan dengan tagar KaburAjaDulu. Fenomena #KaburAjaDulu mencuat sebagai respon terhadap meningkatnya biaya pendidikan dan terbatasnya peluang kerja di Indonesia. Pasalnya, pendidikan memang merupakan faktor penting dalam sebuah bangsa. Sayangnya, hal ini tidak diimbangi dengan akses dan kualitas sistem pendidikan sekarang ini. Saat ini masih banyak masyarakat Indonesia yang kesulitan mengakses pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Mahalnya biaya pendidikan tinggi seolah diciptakan hanya untuk kaum ningrat. Sementara, rakyat miskin harus menelan pil pahit sulitnya mengakses dunia pendidikan dengan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan, sehingga mereka tak mampu bersaing dan menembus pasar kerja.

Selain itu, kesenjangan pendidikan di daerah perkotaan dan pedesaan juga menjadi faktor yang tak kalah penting. Pada daerah pedesaan, aksesibilitas, infrastruktur pendidikan, dan kualitas pendidikan sangat terbatas. Sementara di daerah perkotaan, infrastruktur dan fasilitas pendidikan jauh lebih baik dan lebih banyak pilihan, meskipun biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas pun masih tinggi.

Alhasil, bagi mereka yang mampu membayar biaya pendidikan maka akan mendapat pendidikan yang berkualitas. Sementara, bagi masyarakat yang kurang mampu harus puas dengan pendidikan yang rendah atau bahkan tidak mendapatkannya sama sekali.

Imbas Tata Kelola Sistem Kapitalisme

Inilah bentuk kapitalisasi dunia pendidikan yang terjadi saat ini. Kapitalisasi pendidikan terbukti menimbulkan kesenjangan akses, mutu, dan kesempatan pendidikan bagi masyarakat. Selain itu, mahalnya biaya pendidikan tinggi membuktikan kurang seriusnya pemerintah dalam menjamin pendidikan masyarakat umum. Dunia pendidikan tinggi seolah digunakan sebagai salah satu komoditas bisnis yang bisa dikomersialisasi. Imbasnya, tidak semua masyarakat mampu mengenyam pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Ini juga yang menjadi penyebab rendahnya rasio penduduk berpendidikan tinggi terhadap populasi produktif di Indonesia. Ditambah lagi, tingginya biaya pendidikan di Indonesia yang tidak diimbangi dengan mutu pendidikan, sehingga minat untuk melanjutkan pendidikan tinggi pun berkurang.

Tidak bisa dimungkiri, penerapan sistem dalam sebuah negara memengaruhi tata kelola segala aspek di dalamnya. Dalam sistem kapitalisme sekuler, pendidikan tidak dianggap sebagai kebutuhan dasar rakyat yang menjadi tanggung jawab penuh negara. Paradigma kapitalisme memandang segala sesuatu berlandaskan asas manfaat dan keuntungan tak terkecuali dalam bidang pendidikan.

Padahal, jelas pendidikan merupakan kunci dari perkembangan dan kemajuan sebuah negara. Namun, sebuah paradigma yang keliru jika pendidikan dimaknai sebagai aset untuk mencetak manusia agar dapat memenuhi tuntutan industrialisasi, pasar ekonomi, atau pengembalian investasi finansial. Dengan mengedepankan tuntutan tersebut, output pendidikan lebih terfokus pada hasil daripada proses.

Tentu saja, dengan logika pasar akan mengurangi kreatifitas, inovasi, dan mengerdilkan intelektualitas peserta didik. Banyaknya kecacatan moral dan intelektual generasi muda merupakan konsekuensi dari sistem ini. Orientasi pendidikan tinggi bergeser menjadi kompleks mega industri dan sarana kapital untuk mencetak komoditas pekerja. Maka jelas, pendidikan yang berkualitas dan merata tidak akan terwujud selama masih menggunakan paradigma kapitalisme. Dari sini juga, cita-cita negara untuk mencetak generasi emas mustahil akan tercapai.

Pendidikan dalam Sistem Islam

Islam memandang pendidikan sebagai salah satu kebutuhan pokok dan hak rakyat yang wajib diupayakan pemenuhannya oleh pemerintah. Fakta ini bisa kita lihat dari kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan pada masa kejayaan sistem Islam terdahulu. Misalnya, pada masa kekhilafahan Umayyah. Sejarah mencatat bagaimana pendidikan terus berkembang, lebih maju, dan mencetak banyak intelektual muslim.

Pola pendidikan yang diterapkan bersifat desentralisasi, tidak memiliki tingkatan dan dasar standar umur. Tujuannya untuk mencetak sumber daya manusia yang unggul dan seimbang dalam ilmu agama maupun umum. Sasarannya ditujukan untuk seluruh rakyat yang berada pada seluruh wilayah kekuasaan Islam. Pendidikan dalam sistem Islam mampu mengubah kondisi dari masyarakat dengan kejahilan menjadi bersinar ilmu pengetahuan.

Negara akan mengeluarkan dana dari anggaran pemerintah dan dana wakaf untuk meningkatkan mutu pendidikan. Pembiayaannya digunakan untuk pembangunan gedung, sarana prasarana, hingga biaya hidup guru, dan peralatan sekolah lainnya. Pendidikan pada masa itu gratis. Sarana prasarana seperti alat tulis, rumah guru, asrama pelajar, gedung sekolah, ruang praktikum, laboratorium, dan lainnya sangat lengkap berkat perhatian besar pemerintah dan masyarakat secara umum. Sistem Khilafah membiayainya dari Baitulmal yang berasal dari pengoptimalan pos-pos pemasukan negara, terutama dari pengelolaan sumber daya alam.

Inilah rangkaian mekanisme negara dalam memenuhi pendidikan yang menjadi kebutuhan dasar rakyat. Tentu saja, paradigma Islam jauh berbeda dengan kapitalisme. Konsep pendidikan, tujuan, dan visi misi pendidikan tidak akan bergeser statusnya kecuali karena hadirnya sistem kapitalisme pendidikan seperti hari ini. Pendidikan yang berkualitas dan merata hanya akan terwujud dengan sistem tata kelola yang benar yakni sistem Islam di bawah naungan Daulah Khilafah.

Wallahualam bissawab. [An]

Baca juga:

0 Comments: