Headlines
Loading...
Kisruh Rebutan Pulau: Antara Otda, SDA, dan Ancaman Disintegrasi

Kisruh Rebutan Pulau: Antara Otda, SDA, dan Ancaman Disintegrasi


Oleh. Ummu Fahhala
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi) 

SSCQMedia.ComPolemik pengalihan empat pulau dari Provinsi Aceh ke Sumatra Utara mencuat ke permukaan. Banyak pihak mempertanyakan alasan di balik keputusan ini. Apalagi muncul dugaan kuat bahwa wilayah tersebut menyimpan potensi sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi (migas) (cnnindonesia.com, 15/6/2025).

Persoalan ini memperlihatkan wajah lain dari penerapan sistem otonomi daerah (Otda) di Indonesia (nasional.kompas.com, 15/6/2025).

Otonomi daerah memang lahir dari rahim sistem demokrasi kapitalistik ala Barat. Tujuannya adalah memberikan kewenangan lebih besar bagi daerah untuk mengatur diri sendiri. Namun, di balik itu tersimpan potensi konflik kepentingan, terutama terkait pengelolaan sumber daya alam yang bernilai ekonomis tinggi.

Gambaran Umum Polemik dan Pendapat Para Ahli

Kisruh ini bukan semata soal batas wilayah administratif. Lebih jauh, ada kepentingan ekonomi yang diduga kuat menjadi latar belakangnya. Anggota DPR RI, Irmawan (Fraksi PKB), bahkan menilai bahwa pengalihan ini berkaitan erat dengan potensi migas yang besar di kawasan itu. Menurutnya, pemerintah pusat seharusnya transparan dalam menentukan batas wilayah guna menghindari kecurigaan publik.

Pendapat senada disampaikan pengamat otonomi daerah dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Dahlan Thaib. Ia menegaskan bahwa sistem Otda di Indonesia masih menyisakan celah sengketa, khususnya soal perbatasan dan pemanfaatan sumber daya alam. Menurut Dahlan, ini menunjukkan lemahnya desain tata kelola Otda yang adil dan merata.

Selain itu, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Prof. Dr. Maria Farida Indrati, menyebutkan bahwa dalam banyak kasus, perebutan wilayah di Indonesia terjadi karena daerah merasa berhak atas sumber daya alam di wilayahnya. Padahal, sumber daya itu seharusnya dikelola negara untuk kesejahteraan seluruh rakyat, bukan hanya daerah tertentu.

Otonomi Daerah dan Potensi Ketimpangan Wilayah

Sistem Otda memberikan kewenangan penuh kepada daerah untuk mengatur urusan pemerintahannya sendiri. Termasuk dalam hal pengelolaan sumber daya alam, pajak, dan retribusi. Hal ini membuat potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi sangat beragam antardaerah.

Perbedaan kemampuan daerah dalam mengelola potensi ini berisiko menimbulkan ketimpangan. Daerah kaya sumber daya akan tumbuh cepat, sementara daerah miskin akan tertinggal. Ketimpangan ini berpotensi melahirkan kecemburuan sosial yang mengancam persatuan bangsa.

Lebih jauh, sistem Otda juga membuka peluang munculnya rebutan wilayah. Apalagi jika wilayah tersebut diyakini mengandung kekayaan alam melimpah. Inilah yang tampak dalam kasus empat pulau antara Aceh dan Sumut. Jika tidak diatur dengan baik, sengketa semacam ini bisa berkembang menjadi ancaman disintegrasi.

Sentralisasi dalam Islam sebagai Solusi

Islam memiliki pandangan berbeda dalam mengelola wilayah dan sumber daya alam. Islam menetapkan sistem sentralisasi di mana negara menjadi pemilik dan pengelola seluruh kekayaan alam, tanpa membedakan daerah. Negara bertanggung jawab mendistribusikan hasil pengelolaan tersebut untuk kesejahteraan seluruh rakyat.

Allah Swt. berfirman, "Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk negeri-negeri itu adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu tidak beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu ...." (QS. Al-Hasyr: 7).

Ayat ini menegaskan bahwa kekayaan negara harus dikelola untuk seluruh umat, bukan hanya untuk kelompok atau daerah tertentu.

Contoh di Masa Rasulullah saw. dan Para Sahabat

Pada masa Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin, pengelolaan sumber daya selalu berada di tangan negara. Khalifah Umar bin Khattab, misalnya, mengelola rampasan perang, tanah, dan sumber daya lain bukan untuk kepentingan Madinah semata, melainkan untuk seluruh wilayah.

Sistem ini terbukti menciptakan pemerataan kesejahteraan. Tidak ada daerah yang merasa diabaikan atau dirugikan. Negara bertindak sebagai pengurus dan pelindung (raain wa junnah) bagi rakyatnya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw., "Imam (pemimpin) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Penutup

Polemik empat pulau Aceh-Sumut membuktikan bahwa sistem Otda menyimpan banyak persoalan laten. Potensi disintegrasi dan ketimpangan antardaerah nyata di depan mata. Islam menawarkan solusi dengan sistem sentralisasi yang adil dan menyeluruh. Dalam sistem ini, negara bertanggung jawab menjamin kesejahteraan seluruh rakyat tanpa diskriminasi daerah.

Jika solusi Islam diterapkan, maka potensi rebutan wilayah seperti ini tidak akan terjadi. Negara akan mengelola semua sumber daya demi kepentingan umat secara adil dan merata. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: