Headlines
Loading...
Self-Control: Antara Standar Sosial dan Ketaatan kepada Allah

Self-Control: Antara Standar Sosial dan Ketaatan kepada Allah


Oleh. Safira
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.ComSelf-control sering didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengendalikan tingkah laku, ucapan, dan emosi saat menghadapi situasi yang tidak terduga. Tujuan dari konsep ini adalah agar individu tidak bertindak merugikan orang lain dan tetap sesuai dengan norma sosial sehingga dapat diterima di lingkungannya. Namun, definisi ini memiliki keterbatasan karena tingkat standar setiap individu berbeda-beda. Apa yang dianggap sebagai perilaku yang dapat diterima dalam satu lingkungan bisa saja berbeda dengan lingkungan lainnya.  

Muaranya adalah sekularisme dan kapitalisme, yang membentuk pola pikir manusia untuk sekadar mengejar penerimaan dan pengakuan masyarakat. Di bawah pengaruh sistem ini, perilaku manusia secara otomatis mengikuti standar sosial yang berlaku, bukan berdasarkan prinsip moral atau spiritual yang lebih tinggi.  

Dalam Islam, konsep self-control memiliki makna yang lebih mendalam. Ini bukan sekadar mengendalikan diri agar diterima masyarakat, tetapi lebih kepada mengendalikan hawa nafsu demi meraih rida Allah. Islam menekankan pentingnya hidup dengan ketakwaan, bukan sekadar memenuhi standar sosial yang berubah-ubah.  

Kapitalisme dan sekularisme, tanpa kendali moral yang kuat, pada akhirnya melahirkan generasi yang individualis, pragmatis, dan takut berkonflik. Sikap individualis tercermin dari kecenderungan untuk mengabaikan lingkungan sekitar demi menyelaraskan ekspektasi diri dengan penerimaan sosial. Akibatnya, seseorang lebih memilih menjauh dari amal dan kepedulian terhadap sesama dari pada berisiko mengalami tekanan mental. Sementara itu, sikap pragmatis mendorong individu untuk menghindari perbedaan dengan masyarakat, meskipun harus menoleransi perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.  

Dalam kehidupan bermasyarakat, ada kewajiban untuk amar ma’ruf nahi munkar, yaitu menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Namun, di bawah pengaruh kapitalisme dan sekularisme, banyak individu yang enggan mengingatkan sesama saat melihat pelanggaran syariat. Mereka lebih memilih diam karena takut berkonflik, sehingga lama-kelamaan masyarakat semakin terpengaruh oleh arus perubahan tanpa standar yang tetap.  

Jika standar yang digunakan adalah hukum Islam, maka perilaku baik tidak lagi diukur berdasarkan norma sosial yang relatif, melainkan berdasarkan ketetapan Allah. Hidup dijalani dengan penuh ketaatan dan ketakwaan, di mana kepentingan duniawi diatur sesuai dengan prioritas amal. Di dalam masyarakat Islam, akan ada kepedulian satu sama lain, sebab kesadaran moral dan spiritual menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.  

Keberadaan negara juga berperan penting dalam membentuk kualitas generasi. Sistem kapitalisme sering kali membiarkan kebebasan tanpa batas dengan alasan "freedom" yang mengarah pada perilaku yang jauh dari ketaatan kepada Allah. Sebaliknya, Islam mengembalikan aturan pendidikan yang berkualitas dan berbasis nilai-nilai Islam. Negara dalam sistem Islam juga berperan dalam mengawasi media, bukan untuk mengekang kebebasan, tetapi untuk mencerdaskan rakyat dan membangun ketakwaan, sehingga aturan Allah kembali ditegakkan. [Hz]

Baca juga:

0 Comments: