Headlines
Loading...
Kisruh Raja Ampat, Penggelolaan SDA Harus Sesuai Syariat

Kisruh Raja Ampat, Penggelolaan SDA Harus Sesuai Syariat

Oleh. Nur Fitriani
(Kontributor SSCQMedia.Com)


SSCQMedia.Com—Pemerintah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) empat perusahaan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, Selasa (10/06). Keputusan diambil sepekan usai sekelompok anak muda dari Raja Ampat dan aktivis Greenpeace ditangkap karena menyerukan “SaveRajaAmpat” dari kerusakan akibat tambang nikel, dalam konferensi nikel internasional di Jakarta.


Aksi ini viral. Ditonton 18,8 juta dan disukai oleh lebih dari setengah juta di akun instagram Greenpeace.  Greenpeace mengungkapkan, bahwa pertambangan nikel di pulau-pulau kecil Raja Ampat telah menyebabkan deforestasi hingga 500 hektare dan pencemaran lingkungan. (bbc.com, 11/06/2025).


Hutan Raja Ampat yang dulu hijau lebat, kini menjadi gundul. Banyak ekskavator datang untuk menggali tanah dan bebatuan. Pantai Raja Ampat yang dulu jernih,  kini mulai keruh dan mengancam biota laut serta terumbu karang sebagai sumber kehidupan bagi nelayan setempat.


Setelah berbagai isu pertambangan di Raja Ampat, masyarakat meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan aktivitas pertambangan. Gaung keresahan masyarakat menggema ke media sosial. Banyak kalangan aktivis dan pemerhati lingkungan sosial, merespon dengan upayanya masing-masing. Bukan hanya karena dari sektor pariwisata dan perekonomian masyarakat,  tetapi soal kerusakan lingkungan yang diakibatkan aktivitas tambang itu sendiri.


Indonesia, bahkan mengalami kerusakan hutan tropis, akibat industri pertambangan paling tinggi di dunia. Ini akibat pemerintah mengizinkan berbagai pembukaan tambang oleh korporasi, termasuk di daerah konservasi. Padahal,  menyerahkan sumber daya alam milik rakyat kepada oligarki sama dengan menjual negeri.


Deforestasi (penggundulan hutan) secara besar-besaran yang terjadi di negeri ini,  tidak bisa dilepaskan dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang dikuasai oleh segelintir oligarki. Sistem ini memungkinkan para pemilik perusahaan besar atau individu kaya untuk berinvestasi, baik melalui lobi, sumbangan politik, bahkan mempengaruhi kebijakan publik.

Dalam kapitalisme, tanah dan sumber daya alam adalah komoditas. Sementara negara menjadi fasilitator kepentingan pemilik modal. Atas nama investasi dan pertumbuhan ekonomi, segala hal dapat dikorbankan. Mulai dari hutan lindung, laut hingga hak masyarakat adat.

Inilah yang kini terjadi di Raja Ampat. Wilayah yang semestinya dijaga karena status konservasinya, justru dilepas untuk tambang nikel. Nikel adalah komoditas yang sedang diburu oleh pasar global untuk baterai kendaraan listrik.


Sampai kapan pun ulah jahat kapitalisme melalui tangan oligarki, akan terus menciptakan kerusakan ekologi dan memiskinkan rakyat, bahkan mendatangkan berbagai bentuk bencana. Padahal,  Allah Swt., telah melarang sebagaimana firman-Nya: 

 "Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi sesudah bumi itu Allah perbaiki. Berdoalah kalian kepada Dia dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sungguh rahmat Allah amat dekat dengan kaum yang berbuat baik." (QS Al-A'raf:56).

Pemimpin dalam Islam,  menjalankan aturan sesuai dengan hukum syariat dan berperan sebagai raain yang akan mengelola SDA dengan aman serta menjaga kelestarian lingkungan. Islam mengatur masyarakat dengan teratur.

Rasulullah saw. bersabda: 

 “Manusia berserikat atas air, padang rumput dan api. Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api. (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud, dan dalam riwayat Ibnu Majah).

Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.’’ (Hadits riwayat Bukhori).

Saatnya bangsa ini melepaskan diri dari jeratan kapitalisme yang terbukti rusak dan segera menerapkan Islam secara kaffah sebagai wujud keimanan dan ketakwaan hakiki. Wallahu'alam bishowab. [US]

Baca juga:

0 Comments: