Iduladha 1446 H: Refleksi Ketaatan dan Urgensi Sistem Islam
Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Aktivis Muslimah Semarang)
SSCQMedia.Com—Di setiap tahun, jutaan umat Muslim dari berbagai bangsa berkumpul di Tanah Suci, menjadi manifestasi nyata persatuan umat yang melampaui batas-batas duniawi. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang kerap memecah belah, haji menjadi momen sakral yang mengingatkan kita akan ikatan persaudaraan yang kuat dalam naungan Islam. Tahun ini, Arab Saudi menetapkan Iduladha jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025. Sebanyak 1,83 juta jamaah dari seluruh dunia menunaikan ibadah haji, termasuk 221.000 jemaah dari Indonesia. (antaranews.com, 30/5/2025)
Iduladha sejatinya lebih dari sekadar perayaan ritual, ia melambangkan ketaatan total kepada Allah Swt. Kisah Nabi Ibrahim as., yang dengan ikhlas dan tanpa ragu siap mengorbankan putra kesayangannya Nabi Ismail as., atas perintah Allah, merupakan teladan utama. Meskipun kemudian Allah Swt. menggantinya dengan seekor domba. Namun, kepatuhan Nabi Ibrahim pada perintah Ilahi menjadi simbol pengorbanan dan ketaatan tanpa syarat.
Kisah ini tercatat dalam Al-Qur'an, mengajarkan pentingnya kepatuhan pada aturan agama, pengabdian penuh, dan penyerahan diri kepada kehendak Allah Swt.
Al-Qur'an juga menekankan pentingnya ketaatan bagi seluruh umat manusia yang menjadi landasan bagi terciptanya keteraturan, kedamaian, dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.
Bahkan Allah Swt. berfirman dalam Al-Baqarah: 208, memerintahkan umatnya untuk menerapkan Islam secara menyeluruh dalam kehidupan. Ayat ini kian menegaskan bahwa ketaatan bukan hanya sebatas ibadah ritual seperti salat, puasa, dan zakat, tetapi juga mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk interaksi sosial, politik, dan ekonomi.
Namun, dalam sistem kapitalisme sekuler, penerapan nilai-nilai Islam bagai memadukan minyak dan air. Perbedaan fundamental dalam nilai-nilai, prioritas, dan orientasi kehidupan menciptakan pertentangan yang tak terelakkan. Misalnya, Islam mengedepankan keadilan, persaudaraan, dan kepedulian sosial, sementara kapitalisme sekuler yang mengutamakan keuntungan maksimal dan persaingan tanpa batas. Hal tersebut karena prioritas kapitalisme pada pertumbuhan ekonomi dan akumulasi kekayaan mengabaikan keadilan, terlihat dalam praktik upah rendah, eksploitasi tenaga kerja, dan kesenjangan ekonomi. Lebih jauh, orientasi kehidupan yang berbeda, di mana Islam menekankan akhirat dan keridaan Allah Swt., sementara kapitalisme mengejar materi dan kehidupan duniawi.
Hal ini bukan hanya menyulitkan implementasi ketaatan total pada Allah Swt., tetapi juga berdampak nyata pada kehidupan umat Islam. Sehingga, meski pun momen-momen keagamaan seperti ibadah haji dan Iduladha dapat menyatukan umat, persatuan ini seringkali bersifat sementara. Di tambah lagi kondisi umat saat ini terpecah-belah oleh sekat nasionalisme. Hingga cenderung mengabaikan penderitaan saudara di belahan negara lain. Oleh karenanya untuk menerapkan ketaatan total kepada Allah Swt. dibutuhkan sistem yang sesuai yaitu sistem Islam.
Potensi Umat dan Jalan Menuju Persatuan
Sejatinya umat Islam yang tersebar di seluruh penjuru dunia, memiliki potensi yang luar biasa untuk berkontribusi positif dan membentuk peradaban global. Kekayaan intelektual, keragaman budaya, dan jumlah penduduk yang signifikan merupakan aset berharga yang jika dikelola dengan bijak, dapat menghasilkan kemajuan yang signifikan dalam berbagai bidang kehidupan.
Sejarah mencatat bagaimana pada masa kejayaan Islam. Khil4fah berhasil menyatukan umat dalam satu kesatuan politik dan ideologi. Di bawah naungan Khil4fah, berbagai suku, budaya, dan bahasa hidup berdampingan secara damai, bersatu dalam satu tujuan dan aturan yang sama. Tanpa batas teritorial dan bernaung pada satu bendera. Kemajuan pesat dalam ekonomi, ilmu pengetahuan, dan politik, pada masa itu merupakan bukti nyata dari besarnya kekuatan persatuan dan kepemimpinan yang efektif di bawah naungan sistem yang menerapkan syariat Islam.Kemajuan tersebut bukan hanya sekedar pencapaian material, melainkan juga mencerminkan harmoni sosial dan keadilan yang tercipta dari sistem pemerintahan yang adil dan bijaksana.
Hal tersebut sungguh berbanding terbalik dengan kondisi umat Islam saat ini, yang tengah mengalami kemunduran, bahkan berbagai penindasan di berbagai belahan dunia. Adanya perpecahan dan konflik internal, dikombinasikan dengan dominasi kekuatan eksternal, telah melemahkan umat dan menghambat kemajuan. Banyak negara mayoritas Muslim mengalami ketidakstabilan politik, kemiskinan, dan ketidakadilan. Hak-hak dasar umat Islam seringkali terabaikan, dan identitas Islam mereka seringkali diintimidasi atau bahkan ditindas.
Kondisi ini menunjukkan betapa pentingnya kembali kepada sistem yang pernah menyatukan dan memajukan umat Islam di masa lalu, yaitu Khil4fah yang berlandaskan Al-Qur'an dan Sunah. yang tidak hanya akan mengembalikan hak-hak serta kehormatan umat Islam, tetapi juga mendukung umat dalam menjalankan ketaatan total pada Allah Swt. [MA]
Baca juga:

0 Comments: