Headlines
Loading...
Haji adalah Simbol Persatuan Umat Islam

Haji adalah Simbol Persatuan Umat Islam


Oleh. Nurul Bariyah 
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Sejak dulu, Al-Hajj atau ibadah haji dilakukan oleh umat Islam dari seluruh dunia, di satu waktu dan tempat yang sama yaitu di Makkah tanah haram. Oleh karena itu haji menjadi simbol persatuan bagi umat Islam dari seluruh dunia. Dari berbagai negara, dengan suku, bahasa, warna kulit yang berbeda, datang menjalankan perintah rukun Islam yang kelima. Semua menjadi satu, yaitu menjalankan ketaatan kepada Allah Swt. Di sana tidak ada lagi pemilahan antara si 'kaya' dan si 'miskin', membedakan yang satu dengan yang lain, melainkan semua sama. Karena sejatinya yang membedakan seorang hamba dengan hamba lainnya di mata Allah hanyalah ketaatan dan ketakwaannya kepada Allah Swt.

Perjalanan ibadah haji dahulu dengan sekarang sudah berbeda. Kalau dahulu para calon haji melakukan perjalanan panjang, lewat laut, dan ini tidaklah mudah, mengingat cuaca sewaktu-waktu bisa berubah dari tenang menjadi badai dahsyat. Semua itu harus ditempuh dengan keberanian dan kesabaran. Sedangkan  di masa kini,  transportasi semakin canggih memudahkan perjalanan haji. 

Seorang peneliti asal Belanda, Martin Van Bruinessen dalam artikelnya "Mencari Ilmu dan Pahala di Tanah Suci, Orang Nusantara Naik Haji" menceritakan bahwa di abad 19-20 jumlah yang berhaji tidak sebanyak jumlah calon haji seperti sekarang.

Mereka biasanya menetap beberapa waktu di Makkah untuk menuntut ilmu agama, tidak hanya bertujuan untuk berhaji. Dalam artikelnya, Martin menceritakan di zaman itu perjalanan haji membutuhkan waktu yang lama sekitar setengah tahun dengan perjalanan laut yang berbahaya dan sangat bergantung pada musim. Meraka menumpang pada kapal-kapal dagang, berpindah dari kapal satu ke kapal yang lain hingga akhirnya berlabuh di Aceh yang merupakan pelabuhan terakhir di Indonesia. Setelah itu mereka menumpang kapal ke India, melewati laut merah ke Yaman, atau langsung ke Jeddah, Arab Saudi.

Semua perjalanan berat dan berisiko itu tetap mereka tempuh, itu bukti keimanan yang kuat dalam diri mereka, mendorong mereka untuk pantang menyerah mengalahkan rasa lelah dan takut. Akidah  yang kuat menghalau segala rintangan yang datang, hingga akhirnya berhasil sampai di tanah suci, dengan kebahagiaan yang tiada tara.

Jika dalam ibadah haji manusia berkumpul dan bersatu untuk tujuan yang sama yaitu ibadah, lain halnya dalam urusan di luar haji. Di luar  mereka kembali terpecah belah dan terpisah satu sama lain. Keruntuhan Daulah Islam, membuat umat Islam hidup terpecah belah, hidup dalam berbagai sekat, seperti negara, Nasionalisme dan bahasa. Hingga menyebabkan terjadinya banyak perbedaan-perbedaan. Yang menyedihkan dalam menentukan hari raya saja, terjadi perbedaan. Perhitungan jatuhnya hilal, sering kali berbeda sehingga umat Islam tidak serentak dalam merayakan hari rayanya.

Meski sebuah badan persatuan antar negara tetangga mengenai perhitungan hilal ini telah dibentuk, namun nyatanya tetap saja terjadi perbedaan waktu. MABIMS/ Menteri Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura adalah sebuah badan persatuan yang berdiri tahun 1988. Bertujuan menyatukan penentuan awal bulan Hijriyah khususnya Idulfitri dan Iduladha. Namun nyatanya masih juga terjadi perbedaan hari raya antara negara-negara anggotanya. Ini menunjukkan bahwa mereka gagal dalam misi persatuan. Lemahnya ikatan antar mereka yang membuat kegagalan itu terjadi.

Dilansir dari sumber Suara Muhammadiyah, 1 Juni 2025, dikatakan bahwa dari perbedaan Iduladha menimbulkan pertanyaan apakah MABIMS hanya simbol birokratis yang gagal menjalankan misi pemersatunya? Artikel ini memaparkan tentang perbedaan antara misi dan realitas yang terjadi. Bahwa MABIMS menggunakan kombinasi antara perhitungan hilal (rukyat) dan perhitungan astronomi (hisab), dengan ketinggian hilal minimal 3 derajat dan ketinggian elongasi 6,4 derajat. Seharusnya kriteria ini menjamin keseragaman, tapi realitanya faktor geografi, otoritas keagamaan, dan dinamika nasional menjadi faktor penghambat pengimplementasian keseragaman tersebut.

Pada dasarnya persatuan umat Islam tidak dapat diikat hanya dengan ikatan wilayah atau ikatan Nasionalisme, apalagi ikatan kepentingan, namun dengan ikatan yang paling kuat yaitu ikatan akidah Islamiyah. Yaitu ikatan yang dibentuk dari proses berpikir yang melahirkan peraturan hidup menyeluruh yang disebut ikatan ideologis. Sebagai umat Islam tentu saja kita harus menggunakan ideologi Islam sebagai pengikat antara seluruh umat Islam di dunia. Karena bersumber dari Sang Pencipta yaitu Allah Swt.

Akidah Islamiah harus dipegang oleh setiap muslim, karena dengan itulah umat Islam benar-benar menjadi ummatan wahidatan atau umat yang satu. sebagaimana sabda Rasulullah Saw, "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Tuhan kalian satu, bapak kalian juga satu. Sesungguhnya tidak ada kelebihan pada orang Arab atas orang non-Arab, tidak pula orang non-Arab atas orang Arab, orang berkulit putih atas orang berkulit hitam, tidak pula orang berkulit hitam atas orang berkulit putih, kecuali kerena ketakwaannya (HR. Ahmad).

Dari hadis ini jelas bahwa tidak ada yang membedakan seseorang kecuali ketakwaannya. Sehingga kita harus bersatu, simbol haji menjadi pemersatu umat Islam di seluruh dunia adalah benar. Umat Islam harus bersatu tidak memandang warna kulit, bahasa, wilayah, Nasionalisme dan lainnya. Dengan demikian Umat Islam menjadi satu kekuatan yang besar hingga tidak ada lagi kezaliman, penghinaan dan penindasan terhadap mereka. 

Pemimpin Islam yang disebut Khalifah akan menjadi garda terdepan dalam pembelaan terhadap nasib seluruh umat Islam di seluruh dunia, tanpa kecuali. Dengan bersatunya kembali umat Islam suatu saat nanti, diharapkan kembalinya kejayaan umat Islam seperti masa kejayaan yang pernah dialami selama lebih dari tiga abad yaitu dari abad ke-9 sampai abad ke-12 lalu.
Wallahu alam bishawab. [ry].

Baca juga:

0 Comments: