Hadapi Konvoi Jihad, Nyali Zionis Yahudi Menciut
Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Aktivis Muslimah Semarang)
SSCQMedia.Com—Kedatangan sekitar 7.000 aktivis yang tergabung dalam sebuah konvoi jihad internasional mengguncang ketenangan yang selama ini dijaga oleh rezim Zionis Yahudi. Keberanian para aktivis ini, yang berasal dari berbagai negara di Afrika Utara, memperlihatkan tanda nyata perlawanan terhadap kebijakan keras Israel terhadap Gaza, khususnya dalam upaya mengakhiri pengepungan yang telah berlangsung lama.
Menteri Pertahanan Israel, Yisrael Katz,
secara resmi menginstruksikan pasukan militer untuk menghalangi konvoi tersebut agar tidak memasuki wilayah Gaza. Katz mengklaim bahwa konvoi ini didukung oleh Iran, negara yang dikenal sebagai musuh utama Israel di kawasan Timur Tengah. Menurutnya, konvoi ini tidak hanya mengancam stabilitas Israel, tetapi juga membahayakan negara-negara Arab moderat yang selama ini menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Sehingga pemerintah Israel berharap Mesir akan turut menghalangi konvoi ini, agar tidak masuk ke Gaza. (international.sindonews.com, 12/6/2025)
Konvoi yang dinamakan "Ketahanan Maghreb" adalah sebuah inisiatif yang menggerakkan ribuan aktivis pro-Palestina dari Maroko, Aljazair, dan Tunisia, menjadi simbol nyata solidaritas rakyat internasional terhadap penderitaan rakyat Gaza, yang selama ini mengalami krisis kemanusiaan yang mengerikan. Terlebih, pasca terjadinya pembatasan ketat akses terhadap makanan dan obat-obatan, hingga mengakibatkan penderitaan yang luar biasa bagi penduduk Gaza.
Lebih dari sekadar pengiriman bantuan kemanusiaan, konvoi ini mewakili tekad kolektif untuk mengakhiri pengepungan yang telah menjerat Gaza selama bertahun-tahun. Dengan begitu, kehadiran konvoi Ketahanan Maghreb bukanlah sekadar aksi kemanusiaan semata. Ini adalah pernyataan politik yang kuat, sebuah protes nyata terhadap kebijakan blokade yang tidak manusiawi dan menindas. Dengan keberanian dan tekad yang tak tergoyahkan, para aktivis ini menantang status quo dan menyuarakan keprihatinan global terhadap situasi di Gaza. Mereka menjadi suara bagi dunia yang telah lama terbungkam, membawa pesan harapan dan keadilan di hadapan dunia internasional.
Namun yang menarik adalah sikap arogan dan dominasi militer yang selama ini diperlihatkan oleh rezim Zionis Yahudi seketika sirna dan mendadak menciut. Hingga mengharapkan bantuan negara tetangga untuk menghalau konvoi tersebut. Kendati faktor utama kelahiran inisiatif konvoi ini adalah kebijakan dari mereka sendiri yaitu blokade yang ketat dan terus-menerus terhadap Gaza telah menyebabkan penderitaan besar bagi penduduk di Gaza.
Bukan hanya pembatasan akses bahan pangan dan obat-obatan yang memperburuk kondisi kesehatan warga, tetapi juga kelaparan yang dijadikan senjata pemusnahan secara perlahan terhadap bangsa Palestina. Dan solidaritas kemanusiaan yang ditunjukkan oleh para aktivis pro-Palestina dalam bentuk konvoi ini merupakan reaksi atas penolakan mereka terhadap penjajahan dan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini juga menegaskan bahwa isu Palestina masih menjadi perhatian utama, bukan hanya di Timur Tengah, tetapi di seluruh dunia, khususnya di komunitas Muslim global.
Sementara itu, para pemimpin dunia maupun lembaga internasional yang selama ini berkoar mendukung hak asasi manusia dan menghormati martabat kemanusiaan seharusnya merasa malu, sebab konflik di Palestina telah lama menjadi salah satu isu paling kompleks dan panas di panggung internasional, namun gagal mereka selesaikan. Hal tersebut terjadi karena mereka hanya sibuk mengecam dan mengutuk tanpa pernah mengambil tindakan nyata.
Dan kemunafikan mereka tak hanya berhenti disana, sebab di balik layar mereka juga bergandengan tangan dan menjalin hubungan diplomatik demi kepentingan pribadi ataupun atas nama nasionalisme. Sementara disisi lain, banyak masyarakat dunia yang tersentuh rasa kemanusiaannya dan merasa prihatin atas penderitaan warga Gaza serta menuntut perubahan yang lebih manusiawi. Hingga akhirnya rakyat harus turun tangan sendiri, dengan menggabungkan kekuatan dari berbagai negara untuk bersuara menentang penindasan sekaligus memberikan bantuan penting bagi korban genosida di Palestina.
Dan jika melihat dari sudut pandang sejarah, genosida yang terjadi di Palestina bermula sejak kehadiran imigran Zionis Yahudi dan pembentukan negara Israel pada tahun 1948 di tanah Palestina, yang menyebabkan rakyat Palestina menghadapi berbagai bentuk penindasan dan pengusiran dari tanah kelahiran mereka. Maka solusi yang tepat adalah mengusir pihak pengklaim tersebut, bukan dengan berbagi wilayah seperti solusi dua negara, yang selalu mereka usulkan. Sebab, solusi tersebut hanya akan melegitimasi pendudukan dan memperkuat posisi penjajah.
Bagi umat Islam, persoalan Palestina bukan hanya masalah rakyat Palestina, melainkan menjadi masalah seluruh umat Islam di dunia. Sebab, selain kedekatan secara spritual dan sejarah. Umat Islam adalah satu kesatuan (ummah wahidah) yang dipersatukan oleh akidah Islam, bukan oleh ras, suku, atau bangsa. Sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah saw. tentang ukhuwah Islamiah, jika satu bagian umat Islam menderita, maka bagian lain pun akan merasakannya. Oleh karena itu, umat Islam di manapun memiliki kewajiban melawan ketidakadilan terhadap saudara-saudaranya terlebih penjajahan di tanah suci Palestina. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an (Al-Baqarah: 190) mengizinkan peperangan atau jihad untuk membela diri. Contoh tersebut juga pernah diterapkan oleh para pendahulu seperti Khalifah Umar dan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi dalam upaya menjaga pembebasan tanah Palestina.
Namun seruan tersebut menjadi tidak efektif saat ini, akibat terhalang oleh batas-batas nasionalisme dan sistem yang berasal dari Barat yaitu Kapitalisme. Sistem dengan segala nilai dan orientasi materialistik serta individualistiknya, telah melemahkan kekuatan umat dan mengaburkan visi kemuliaan yang dijanjikan oleh Islam. Kapitalisme dan sekularisme juga secara pasti telah menciptakan jurang pemisah antara umat dan nilai-nilai luhur yang seharusnya menjadi pedoman hidup mereka. Sehingga dalam konteks jihad sangat dibutuhkan entitas politik yang memiliki otoritas dan kekuatan memadai seperti Khilafah. Oleh karena itu, perjuangan menegakkan Khilafah menjadi sebuah kewajiban bagi umat Islam.
Dengan demikian, konvoi jihad yang menggerakkan ribuan aktivis untuk melawan kebijakan blokade Zionis dan memberikan bantuan kepada rakyat Gaza bukan hanya sekadar aksi kemanusiaan, tetapi juga simbol semangat perjuangan rakyat Palestina dan para pendukungnya tidak dapat dipadamkan meskipun menghadapi berbagai ancaman dan intimidasi.
Hal ini juga seharusnya menjadi tamparan bagi para pemimpin muslim pengkhianat maupun komunitas internasional, bahwa perlawanan terhadap ketidakadilan tidak boleh terbatas pada retorika atau diplomasi politik, melainkan harus diwujudkan melalui gerakan dan perlawanan nyata. Sebagaimana solusi yang selama ini ditawarkan Islam, yaitu jihad dan Khilafah.
Wallahualam bissawab. [Rn]
Baca juga:

0 Comments: