Headlines
Loading...
Global March to Gaza, Mampukah Menghentikan Genosida?

Global March to Gaza, Mampukah Menghentikan Genosida?

Oleh. Artatiah Achmad
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Saya hanya bisa mengelus dada dan beristigfar mendengar kabar sikap arogansi Mesir yang telah mendeportasi para aktivis yang akan mengikuti aksi kemanusiaan Global March to Gaza. Aksi pawai global menuju Gaza ini merupakan gerakan masyarakat sipil yang datang dari berbagai negara, bersifat independen, serta tidak merepresentasikan partai politik tertentu, agama, maupun ideologi. Tujuan mereka untuk perdamaian di Palestina, ingin merundingkan pembukaan Rafah melalui otoritas Mesir sehingga blokade terhadap Gaza dapat dihentikan.

Sayang, niat baik para aktivis ini mendapat penentangan keras dari pemerintahan Mesir. Beberapa aktivis dari Indonesia, di antaranya Zaskia Adya Mecca, Wanda Hamidah, dan kawan-kawan, harus kembali pulang ke Indonesia sebelum mengikuti aksi kemanusiaan tersebut (ftnews.co.id, 17-06-2025). 

Sungguh menggelikan menyaksikan sikap Mesir yang merupakan salah satu negeri dengan mayoritas penduduknya beragama Islam namun aktif membungkam aktivis yang memberi kritikan terhadap hubungan politik dan ekonomi Mesir dan Israel. Sebagai sesama muslim, bukankah sudah menjadi kewajiban untuk saling tolong menolong karena kita memang bersaudara secara akidah? Sayang, persaudaraan sesama kaum muslimin ini tampaknya harus kembali tergerus karena sekat nasionalisme.

Adanya aksi Global March to Gaza  sejatinya menunjukkan bahwa  publik sangat jengah dan marah terhadap kebiadaban Zionis laknatullah. Ditambah lagi dengan sikap lemahnya lembaga-lembaga internasional. Bagai menggantang asap menaruh harapan kepada lembaga-lembaga internasional yang katanya menjunjung hak asasi manusia namun bak macan ompong menghadapi keculasan Zionis. Mereka juga jengah menyaksikan sikap hipokrit penguasa hari ini. Di satu sisi penguasa tersebut mengecam Zionisme, namun di sisi lain mereka berjabat tangan dengan penguasa Zionis laknatullah.

Sungguh miris, lagi-lagi aksi yang menyuarakan hati nurani manusia kembali dibungkam. Penjegalan gelombang penyeru kemanusiaan di pintu Rafah makin membuktikan bahwa solusi fundamental masalah di Gaza ini sulit jika mengandalkan gerakan kemanusiaan saja. Palestina butuh solusi mendasar yang dapat menghancurkan benteng penghalang yang dibuat penjajah. Benteng penghalang tersebut adalah sekat nasionalisme serta konsep negara bangsa.

Adanya konsep negara bangsa sejatinya telah meracuni akal pikiran, bahkan nurani penguasa muslim serta tentaranya sehingga mereka bergeming menyaksikan saudara seimannya dijajah, dibombardir wilayahnya, dirampas harta bahkan jiwa raganya. Hati mereka telah mati menyaksikan darah saudaranya mengalir di hadapan mereka. Alih-alih menolong, mereka bahkan tak ubahnya seperti hewan piaraan penjaga keamanan rumah tuannya. Dia akan patuh terhadap perintah tuannya demi sebongkah makanan yang dapat dicicipi bersama sekutu-sekutunya. Sungguh sangat memalukan.

Solusi Masalah Palestina

Berdasarkan rekam jejak solusi yang ditawarkan untuk menghentikan genosida di Palestina, maka dapat kita saksikan berbagai kegagalan yang bertubi-tubi. Oleh karena itu, arah perjuangan yang diaruskan seharusnya bersifat politik. Artinya, fokus perjuangan pembebasan Palestina ini harus bertujuan untuk menghancurkan benteng penghalang tadi, yaitu konsep negara bangsa. Dengan konsep tersebut kaum muslimin menjadi lemah karena tidak berada dalam satu ikatan yang kokoh. Mereka bercerai-berai menjadi negara-negara kecil yang disibukkan dengan urusan internal dalam negeri masing-masing tanpa peduli saudaranya di Palestina. Mesir yang seharusnya menjadi tetangga dekat dengan Palestina ternyata tidak bisa diandalkan. Alih-alih menolong Palestina, Mesir malah sengaja membangun tembok di perbatasan Mesir dan Gaza dengan dalih alasan ekonomi dan keamanan.

Kita juga harus menyadari bahwa sesama muslim itu bersaudara. Bahkan An-Nu'man bin Basyir ra. menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, "Perumpamaan kaum Mukmin dalam saling mencintai, saling menyayangi dan bahu membahu adalah satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, seluruh anggota tubuh lain juga ikut merasakan sakit dengan tidak bisa tidur dan demam." (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Kunci persaudaraan sesama muslim akan terwujud manakala ada kesamaan pemikiran, perasaan, dan sistem aturan dalam kehidupan. Artinya, perasaan persatuan umat untuk membebaskan Palestina dari genosida Zionis ini harus diwujudkan dalam perjuangan bersama ke arah mengembalikan kehidupan Islam di bawah naungan sistem Khilafah ala minhajin nubuwwah.

Sistem Khilafah ini begitu mendesak untuk segera diwujudkan, sehingga diharapkan umat bergabung dengan gerakan politik ideologis yang istikamah berjuang tanpa lelah untuk membangun kepemimpinan ideologi Islam di seluruh dunia.

Sejarah telah mencatat bahwa umat Islam akan mendapatkan perlindungan paripurna di bawah naungan Khilafah. Rasulullah sebagai kepala negara di Madinah telah mencontohkan bagaimana Yahudi Bani Qoinuqa diusir dari Madinah lantaran aksi culas pemuda Yahudi yang mengganggu wanita muslimah di pasar. Lantas, bagaimana dengan kondisi sekarang? Maraknya kasus pelecehan terhadap wanita di negeri ini sudah bisa menjawab bahwa saat ini keamanan begitu sulit didapat. 

Begitu juga dengan kondisi saudara kita di Palestina yang tentunya lebih buruk lagi. Harta, kehormatan, dan nyawa mereka berada di bawah bayang-bayang kejahatan Zionis laknatullah. Oleh karena itu, wahai kaum muslimin di seluruh dunia, marilah kita berjuang untuk mewujudkan sistem Khilafah sebagai perisai umat. Hanya Khilafah yang apple to apple mampu menghentikan genosida di Palestina.

Wallahualam bissawab. [An]

Baca juga:

0 Comments: